Si Paling Tega dan Si paling Gapapa

570 70 0
                                    

🎶It’ll Be Okay —Shawn Mendes

🌿🌿🌿

Perempuan di sampingnya ini sedang menikmati sebuah tarian yang di lakukan oleh manusia-manusia di hadapan mereka. Tubuh manusia-manusia yang sedang melakukan  dance itu seolah-olah tulangnya begitu lunak.

Aza yang mengajak Arga ke club dance. Meski gadis itu sudah keluar dari klub, tetapi ia hanya rindu dengan suasana dan teman-temannya di sana. Arga terus memperhatikannya dengan terang-tetangan, ia sedang bertengkar dengan nuraninya sendiri. Apa selama ini ia tidak bahagia selama membahagiakan perempuan itu?

"Hei," sapanya menyadarkan Arga dari lamunannya.

"Apa?" tanya Aza yang kebingungan melihat Arga yang terus menatapnya seakan sedang berbicara dengan nalarnya sendirian.

"Sudah cukup ya Za. Kayaknya sekarang kita memang harus ada jaraknya."

Tatapan Aza berubah.

"Maksudnya?"

"Aza, maaf. Aku sayang kamu, sayang banget. Aku juga mau jaga kamu. Kamu juga bisa membutuhkan aku kapan pun yang kamu mau. Tetapi tolong ya Za, tolong. Jangan menganggap apa yang aku lakukan selama ini karena mau memperbaiki hubungan kita seperti dulu. Meski kini masih sama-sama bukan berarti perasaan kita masih sama. Kamu juga harus paham cinta itu punya konteks yang luas."

Setelah bertengkar hebat dengan pikirannya, akhirnya Arga punya keberanian untuk bicara. Akan tetapi Aza malah memberinya respon  di luar nalarnya, ia tersenyum.

"Iya, tahu Ar. Aku juga nggak menganggap lebih hubungan ini. Kamu udah di sini aja itu lebih dari cukup."

"Beneran gapapa?"

Aza diam sebentar, ia hanya menggangguk saja. Seolah tidak apa-apa. Tetapi jujurnya sedang apa-apa. Ia sadar bahwa tidak bisa memaksakan perasaan seseorang. Masalahnya ia dan Arga sama-sama punya hak jadi manusia. Kalau Aza berhak mencintainya tanpa alasan, maka Arga juga berhak untuk tidak mencintainya meski punya banyak alasan. Bukankah terlalu egois membiarkan dia menyayangi diluar batas perasannya? Aza tidak mengapa, tidak mendapatkan imbalan dalam jumlah yang sama besar udah biasa. Lagian dari cara semesta bekerja memang tidak memperbolehkan kita menyamaratakan antara harapan dan kenyataan.

"Nanti mau temenin ketemu Aisawa sama Niella nggak?" tanya Aza buru-buru mengalihkan topik, sebab ia tidak mau membuat perasaan semakin bekecamuk.

"Di mana?"

"Di rumah Ais."

Arga hanya mengangguk mantap. Kemudian karena anak-anak club dance sudah selesai latihan, dan Aza dengan mereka juga sebelumnya sudah mengobrol lumayan lama. Tadinya mereka bertanya mengapa Aza keluar dari klub, tetapi Aza menjawab karena sudah bosan saja. Ia tetap tidak nyaman menceritakan soal penyakitnya kepada mereka, kecuali kepada orang-orang terdekatnya, seperti keluarga, Arga, lalu Aisawa dan Niella.

KinarArga (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang