Penerimaan

510 64 2
                                    

🎶It's OK If You Forget Me -Astrid S

🎶It's OK If You Forget Me -Astrid S

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌿🌿🌿

Ketika manusia sudah bisa belajar menerima, itu akan menjadi titik terang yang menjadi penjalasan mengapa kejadian yang tidak menyenangkan harus terjadi kepada kita, pada akhirnya kebohongan yang manis akan terkuak, seperti buah yang harusnya manis tapi karena disimpan terlalu lama maka ia akan berakhir busuk. Harus ada kesedihan supaya punya persiapan untuk kebahagiaan. Kita adalah orang terpilih di mana tidak semua orang bisa berhasil melewati fase sulit dalam hidupnya.

"Ciee, sekarang udah balikan ya?" tanya Kinara pada dua sejoli di hadapannya.

"Belum. Masih proses, hehe," jawab Gibran sekenanya, sedang Nadia hanya tersenyum malu-malu.

Mungkin hal langka, dan baru terjadi sekarang antara mereka yang bisa mengobrol bertiga dalam satu meja tanpa ada salah satunya yang memendam rasa sakit. Tiga manusia tersebut sudah banyak belajar dari semesta yang menitipkan rasa sakit dalam wujud yang beda-beda.

"Teman-teman lo ke mana?" tanya Nadia, ia penasaran karena Kinara hanya datang ke kantin sendirian. Fyi, ia juga yang mengajak Kinara untuk makan bersamanya di meja yang sama dengan ia dan Gibran.

"Jelay nggak masuk, dia demam. Windy lagi beduaan sama Ardy. Kalau Lie, hmm... katanya sih lagi menjalankan misi untuk memikat mas crush-nya."

"Wah, tuh anak ya ada-ada aja."

"Emang crush-nya siapa? Ya siapa tau kan bisa gue bantu haha," ujar Gibran pula.

"Adalah, katanya dia mau usaha sendiri," jawab Kinara.

Sambil makan pesanan masing-masing mereka saling melempar tawa satu sama lain dengan topik yang ada-ada saja di bicarakan. Gibran lebih banyak diamnya, sedang Kinara dan Nadia seperti teman lama yang dipertemukan lagi setelah sekian lama. Memang kalau sesama wanita sudah bicara nggak akan ada habisnya.

"Lo nggak mau main ke rumah Nad? Ajak Mama juga."

"Kapan-kapan ya Nar. Jadwal gue di klub musik lagi padet banget soalnya."

"Eh, lo masih latihan musik?" tanya Kinara dengan hati-hati, ia tidak mau Nadia akan merasa tersinggung. "Bukannya lo nggak hobi ya sebenarnya? Nad, lo inget kan kata Mama, kalau lo nggak happy, lo bisa berhenti. Udah cukup memaksakan diri terlalu keras selama ini."

Nadia tersenyum, sepertinya itu adalah senyum terlulus yang pernah Kinara saksikan dari seorang Nadia.

"Setelah gue pikir-pikir, gue bukannya nggak happy di dunia musik. Tapi ternyata gue hanya nggak mau ketika Mima melihat gue nyanyi dia melihat gue seperti Nadia di masalalu bukan sebagai Nadia yang sekarang. Setelah apa yang terjadi sekarang, awalnya gue mau berhenti. Tapi rasanya musik udah menjadi bagian dari hidup gue. Kayak Mima, kayak elo, yang juga bagian dari hidup gue. Mau gue sebenci apa pun terhadap kalian, kalian harus tetap ada dalam kehidupan gue, karena kalau nggak ada gue akan merasa ada yang hilang. Karena ternyata sesuatu yang kita benci belum tentu seburuk yang kita kira. Memang ternyata harus dilakukan pelan-pelan, kayak lingkaran hubungan di antara kita, antara gue, Daddy, Mima, Fira, Papa lo, dan lo, bahkan juga hubungan antara kita sama Gibran. Nggak mudah bagi kita semua untuk melewati perjalanan panjang dengan rute kebahagiaan yang bahkan kita nggak tau jalannya. Tapi kalau kita mencapai jalan buntu, kita hanya perlu putar balik dan mencari jalan lain, yang harus kita tahu bahwa satu jalan tertutup seribu jalan lainnya masih terbuka. Gapapa banyak kerikilnya toh rasa sakit itu justru membuat kaki kita lebih kuat untuk berjalan."

KinarArga (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang