Setelah di Tinggal Olehmu

932 97 0
                                    

🎶Way Back Home, Shaun

🎶Way Back Home, Shaun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌿🌿🌿

Orang lain selalu diajarkan untuk tidak memukul sebelum dipukul. Tetapi ia selalu diajarkan untuk tidak memukul meski pun dipukul. Sayang sekali ia tidak punya hati untuk tega menyakiti hati orang lain. Tetapi jika hati orang lain terluka karenanya ia akan mencoba untuk mencari letak salahnya di mana. Itu yang selalu Gibran terapkan dalam hidup. Sudah 10 menit sejak bel masuk berbunyi, ia berbaring di brankar UKS dengan mata terbuka dengan pertanyaan-pertanyaan yang saling berdebat di dalam kepala. Telinganya di penuhi dengan gerutuan Nadia yang masuk di telinga kanan dan keluar di telinga kiri.

Gadis tidak ada lelahnya untuk menyalahkan Arga. Bertanya lengkap dengan syarat 5W + 1H. Pertanyaan mengapa demi mengapa itu hanya menguap melewati tembok yang bisunya sama pada Gibran, yang membiarkan Nadia mengoceh bermenit-menit tanpa mengubris apa-apa. Tidak marah, tidak juga melarang.

"Ayang, aku pokoknya nggak terima kamu di perlakukan kayak gitu. Emang dia siapa, enak aja sembarangan mukulin pacar aku."

"Aku nggak pernah liat dia ada di sini. Kayaknya anak baru, udah anak baru ditambah adik kelas lagi. Berani-beraninya dia sama kamu. Dia nggak tau apa kamu siapa. Kamu ketua osis, setelah ini kamu bisa lapor ke guru. Biar dia out di sekolah ini sekalian."

"Lagian dia siapa sih. Malah seenak jidat gitu sama Ayang."

Gibran menahan senyum melihat Nadia yang khawatir. Gadis itu mengomel sudah seperti rumus persegi panjang, panjang kali lebar kali tinggi. Dan kegiatan mengomelnya itu sembari mengompres lembam-lembam di wajah Gibran yang membiru dengan ice bag.

"Ish."

Nadia melemparkan ice bag-nya ke lantai, ia mengatup wajahnya.

Gibran menggaruk tengkuk, keheranan melihat pacarnya yang tiba-tiba menangis tanpa sebab. Ia mengamit tangan Nadia.

"Kenapa?" tanyanya dengan nada lembut.

Gadis itu menggeleng. Ia tidak mau memperlihatkan wajahnya yang menangis meski Gibran sendiri sudah tahu.

"Aku kesel sama kamu," ujarnya meninggikan nada namun terdengar serak.

"Aku salah apa?"

"Kamu ngerti nggak sih. Aku khawatir dari tadi sama kamu. Sedangkan kamu cuma diem, ngelamun. Kamu biarin aku ngomong sendiri kayak orang gila. Kamu tau nggak gimana paniknya aku waktu kamu yang hampir pingsan di kantin tadi. Aku kesal sama kamu Gibran, aku tau kamu baik. Tapi nggak gitu caranya, paling nggak pukul dia atas dasar pembalasan. Aku  ... aku ..." kata-kata Nadia terbata-terbata.

"Kalau kamu kenapa-napa gimana? Aku takut Gib ..."

Gibran mengubah posisinya menjadi duduk. Tangannya bergerak membuka tangan Nadia yang menutupi wajahnya, lalu meletakkan kepala Nadia untuk bersandar di dadanya.

KinarArga (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang