Akhirnya ada kabar baik dari dia yang sudah lama kurindukan
***
Alunan musik orkestra mengisi setiap jengkal aula khusus latihan musik. Raut wajah fokus dan teliti tampak di setiap orang yang ada di dalam sana.
"Bagus! Kita siap selesaikan lagu pertama untuk lomba bulan depan!" Tutup seseorang yang bertugas sebagai pemandu suara.
"Terimakasih, Pak!" Seru regu pemain musik itu dengan serempak.
Satu persatu orang mulai meninggalkan aula tersebut. Termasuk Saras yang sedang meletakkan kembali cello yang digunakannya untuk latihan.
Saras mengikuti salah satu klub orkestra yang dibentuk khusus remaja yang berusia lima belas hingga delapan belas tahun. Ini adalah tahun kedua gadis itu bergabung. Biayanya pun tak terlalu mahal karena klub ini dibuat untuk mengisi waktu latihan yang kosong klub inti.
"Halo, Kak. Kakak di mana? Aku udah selesai latihan ini." Ucap Saras di sambungan telepon, sambil merapikan tasnya.
"Ya. Saras tunggu, ya? Cepat!"
"Iya. Ditunggu." Saras memutuskan panggilannya."Ras,"
"Iya, kenapa?" tanya Saras pada Bayu yang kebetulan punya loker di dekatnya.
"Ayah kamu pulang minggu depan juga?" Tanya Bayu.
"Hah? Pulang? Serius?!" Tanya Saras. Ayah Bayu adalah rekan kerja Ayah Saras, mereka sering ditugaskan bersama sehingga Bayu dan Saras pun perlahan menjadi saling mengenal.
"Menurut surat yang ibu terima, sih, gitu. Lo nggak dapet kabar?" Tanya Bayu.
"Mungkin belum. Atau mungkin Kak Pram yang dapat suratnya."
"Kalau gitu, sampai bertemu di pelabuhan, ya? Gue duluan."
"Gue juga mau keluar, kok. Kita barengan aja."
"Ya udah. Ayo!"
Saras dan Bayu melangkah beriringan meninggalkan ruang loker. Mereka bercengkrama mengingat masa-masa sekolah dasar mereka. Bayu adalah teman laki-laki pertama Saras, karena Saras bukan tipikal orang yang mudah akrab dengan lawan jenis.
"Lo belum dijemput? Atau mau bareng gue aja?" Tawar Bayu.
"Nggak usah. Nanti Kak Pram marah kalau gue tinggal." Jawab Saras. "Lo duluan aja, gue nggak papa nunggu Kak Pram sendiri."
Bayu mengangguk kecil. "Oke. Gue duluan." Bayu menyalakan mesin motornya, lalu melaju meninggalkan halaman parkir tempat itu.
Tak berselang lama, motor Pramudya mendekat ke arah Saras. Saras menyambut kedatangan kakaknya dengan sebuah senyuman manis. "Tumben cepet?"
Pramudya hanya tersenyum kecil, lalu menyerahkan helm pada Saras. Saras pun segera menempatkan diri di jok belakang.
"Kak, ada surat tentang kepulangan Ayah?" Tanya Saras bersahutan dengan suara angin.
"Kenapa nanya gitu?"
"Tadi, Bayu bilang kalau Ayahnya pulang minggu depan. Ayah pulang juga kan?" Tanya Saras dengan suara ragu.
"Aku belum ke rumah sejak tadi pagi. Nanti lihat saja ada surat nggak." Jawab Pram dengan suara cukup pelan.
Saras hanya tersenyum kecut. Ia sangat ingin bertemu dengan Ayah yang sudah hampir empat bulan pergi bertugas. Ia rindu dan ingin berjumpa secepatnya.
✈✈✈
Saras duduk termenung di ruang tamu. Matanya terus menatap ke arah pintu berharap seorang kurir datang dan memberikan surat tentang kepulangan Ayahnya.
"Ras, kenapa masih di sini?" Tanya Pram. Sejak tadi, Saras selalu melakukan aktivitasnya di ruang tamu. Mulai dari makan hingga mengerjakan tugas dan menonton televisi.
"Saras nunggu surat kepulangan Ayah." Jawab Saras samar.
"Ini sudah jam sepuluh. Tidak mungkin kurir datang sekarang, Ras. Mungkin besuk."
Saras menggeleng. "Kalau memang besuk baru datang, Saras mau tidur di sini malam ini."
Pram mengusap pelan rambut Saras. "Ras, jangan begini! Besuk kamu masih sekolah, kalau kamu sakit bagaimana?"
Saras menggeleng.
"Ras!" Bentak Pram.
Saras menunduk. Matanya mulai berkaca-kaca. "Saras rindu Ayah." Isak Saras. Pram memeluk adik perempuannya dengan dekapan hangat.
Pram sangat tahu bahwa Saras begitu rindu sosok Ayah. Saras tak datang ke pelabuhan saat pelepasan penugasan Bagas (Ayah Saras). Saras akan selalu berlagak marah jika Bagas akan berangkat ditugaskan.
Malam itu, Pram menemani Saras tidur di kamar. Pram terus duduk di kursi kamar Saras sampai adik perempuannya itu tertidur.
✈✈✈
Saras sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Hari ini, Pram memaksa untuk mengantarnya. Ia hanya mengiyakan karena ia juga tak nyaman dengan kondisi matanya yang sembab.
Bagai sebuah keajaiban, saat membuka pintu depan rumah, sebuah amplop bergerak jatuh di hadapannya. Saras begerak untuk mengambil amplop tersebut. Senyumnya mengembang ketika melihat logo khas TNI AL dicap di pojok amplop.
Tangannya segera menyobek amplop tersebut. Surat pernyataan itu tak dibaca lengkap oleh Saras. Yang terpenting sebuah nama yang sangat dirindukannya tertulis jelas di sana.
"KAKAK, AYAH PULANG MINGGU DEPAN!" teriak Saras dengan penuh semangat.
Pram tergopoh-gopoh melangkah menuju pintu depan. Ia mendapati Saras berdiri tegap sambil menunjukan surat pernyataan yang amat dikenalnya.
"Kak, Ayah pulang! Saras harus jemput ayah minggu depan!" Seru Saras bahagia. Pram tersenyum senang menatap Saras.
"Biar kakak yang jemput Ayah."
"Kok gitu?"
"Kita nggak punya mobil, Ras. Dan kita nggak mungkin jemput Ayah bonceng tiga pakai motor, kan?"
Raut wajah Saras berubah muram.
"Lagipula, Kakak nggak mau kamu trauma lagi."
Saras masih diam.
"Ras, dengerin kakak, ya? Kakak janji, kakak nggak akan peluk Ayah sebelum kamu. Kakak janji kamu akan jadi orang pertama yang ketemu Ayah di rumah."
"Tapi, kak, Saras-"
"Ini juga demi kamu." Potong Pramudya. "Tolong, ya?"
Saras menghela pelan. "Iya," jawab Saras dengan nada tak ikhlas.
"Kalau gitu, sekarang kita berangkat, yuk! Nanti kamu telat!" Ajak Pram.
Saras berusaha tersenyum. Setidaknya ia sudah mendapatkan kabar bahagia pagi ini.
✈✈✈
Sampai bertemu dengan Ayah Saras 🌼

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Teen FictionBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...