46

116 6 2
                                    

Semoga akan baik-baik saja.

**

"Kamu kenapa diam saja?" Tanya Pram. Hari ini Saras resmi menjadi pasien Pram untuk pengobatan traumanya. Tapi, sejak tadi, Saras hanya melamun tak menjawab pertanyaan Pram.

"Ini kakak, Ras. Kamu nggak perlu takut." Bujuk Pram.

Saras menggeleng. "Aku mau kuliah." Jawabnya, lalu meraih tasnya di kursi yang lain. "Aku harus bimbingan untuk skripsi. Judulku belum diterima."

"Ras!"

"Kita bisa lanjut di rumah, Kak."
"Saras pergi."

✈✈

Pram baru saja sampai di rumah. Sekarang masih pukul lima sore, tapi ia sudah mendapati motor Saras di teras rumah.

"Saras?" Panggil Pram dari ruang tamu. Namun, tidak ada jawaban dari Saras.

Pram yang mulai khawatir pun segera melangkah menuju kamar Saras. Ia langsung membuka pintu kamar adik perempuannya.

"Saras, kamu kenapa?" Tanya Pram sambil menempatkan dirinya di depan Saras untuk memeluknya.

Saras tengah menangis histeris dengan kedua tangannya memukul-mukul kepalanya.

"Saras kenapa, kak? Kenapa Saras nggak bisa inget wajah ibu? Kenapa susah banget untuk inget wajah ibu? Kenapa selalu wajah bunda yang muncul di kepala Saras?" Keluh Saras.

Pram masih berusaha menenangkan Saras dengan pelukannya.

Setelah Saras tenang, Pram melepaskan pelukannya. "Kamu kenapa?" Tanya Pram.

"Saras nggak bisa ingat wajah ibu. Setiap kali aku coba untuk ingat, yang selalu muncul malah wajah Bunda, bukan ibu." Keluh Saras.

Pram mengelus puncak kepala adiknya. "Mungkin kamu rindu sama Ibu. Gimana kalau kita ke makam ibu?"

"Ke Jakarta?" Tanya Saras.

Pram mengangguk. "Ini kan juga menjelang akhir pekan, jadi kamu bisa sekalian refresh sebelum lanjut mikir skripsi."

"Tapi,  kalau mau cepat, kita harus naik pesawat."

Saras buru-buru menggeleng. "Nggak. Saras nggak mau kalau naik pesawat. Saras takut, kak. Saras nggak mau terjadi apa-apa lagi karena naik pesawat. Mendingan kita naik kereta aja, kak."

Pram tau Saras akan menolak, tapi ia harus berusaha untuk membantu Saras melawan traumanya. "Dek, kalau mau naik kereta harus pesan tiket jauh-jauh hari. Kalau mendadak gini biasanya udah habis. Mendingan kita naik pesawat, tenang aja ada kakak. Semua pasti akan baik-baik aja." Bujuk Pram.

Saras masih menggeleng ketakutan.

"Ini satu-satunya cara, Ras. Supaya kamu bisa ketemu Ibu, dan mencoba untuk melawan trauma kamu. Kamu pengen sembuh, kan?"

Saras menggeleng lagi, kini ia kembali menangis karena tak bisa mengingat wajah ibunya. "Saras nggak mau, kak. Saras takut."

"Lihat kakak!" Pram mengarahkan wajah Saras untuk menatapnya. "Semua akan baik-baik aja. Biar kamu nggak khawatir, kakak akan pesankan tiket dari maskapai terbaik. Gimana? Kamu percaya kan sama kakak?"

Saras diam. Ia ingin mengangguk percaya, tapi ada rasa takut yang masih menyelimuti dirinya.

"Ras? Kamu mau kan?"

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang