57

132 7 1
                                    

Teman atau balikan?

✈️✈️✈️

Rayhan dan Radit sudah bersiap untuk penerbangan selanjutnya. Tujuannya kali ini adalah Semarang. Tempat dimana ia harus bersusah payah untuk mengukuhkan hatinya.

"Ray!" panggil Radit sambil menyenggol bahu Rayhan yang berjalan di sampingnya.

"Hmm." sahut Rayhan yang masih sibuk dengan ponsel miliknya.

"Lo nggak mau ngabarin Saras, gitu, kalo lo mau flight?" tanya Radit dengan nada menggoda.

"Ha? Buat apaan?" Rayhan menyeritkan dahinya.

"Ya, kali aja dia butuh. Atau lo juga butuh doanya. Masa yang semalem nggak berkesan, sih? Gini ya, menurut gue, mantan pacar kalo ketemu biasanya CLBK. Apalagi model kayak lo begini, yang susah move on." cerocos Radit sepanjang perjalanan menuju pesawat.

"Banyak ngomong lo, ah! Makan, tuh, CLBK!" ucap Rayhan sarkastik. Lalu, ia melempar Radit dengan kartu ATM tepat di wajah Radit.

"Apaan, nih?" tanya Radit dengan wajah bingungnya.

"Besok pagi, lo beliin tiket pesawat tujuan Banjarmasin buat lusa!" suruh Rayhan dengan nada datar.

"Kok gue? Emang siapa yang bakal ke Banjarmasin? Lo? Gue? Kan kita mau flight ke Banjarmasin lusa. Lo lupa?" sangkal Radit diakhiri kekehan.

"Terserah lo, Nyuk! Itu buat Saras, bukan gue atau lo! First Class, ya!" pinta Rayhan lagi sebelum masuk ke dalam pesawat.

Radit mulai paham. Ia teringat pembicaraan mereka semalam. Radit pun tertawa setelahnya.

"Alah, lo! Dibilang CLBK nggak mau, tapi sama mantan masih sayang, masih perhatian. Situ nganggep temen atau pengen balikan?" ujar Radit sebelum terkekeh kembali.

"Diem lo! Nurut aja susah banget, sih!" gerutu Rayhan yang mulai kesal karena Radit terus menggodanya.

Karena mendapat pelototan dari Rayhan, Radit hanya diam. Suasana menjadi hening.

"Capt!" panggil Radit setelah hening beberapa saat.

"Hmm."

"Lo beneran nggak mau telfon Saras dulu sebelum take off?" tanya Radit sekali lagi.

Rayhan diam. Ia menimang-nimang ucapan Radit. Tangannya sudah menggenggam ponsel di tangannya. Awalnya bukan untuk mengabari seseorang, tapi ia gunakan untuk melihat jadwal terbangnya.

Radit masih menatap Rayhan. Ia melihat raut wajah Rayhan yang bimbang.

"Udah, deh! Nggak usah gengsi. Tinggal telfon, pamit, minta doa, terus tutup lagi, gampang, kan?" Radit menaik turunkan alisnya. Mencoba meyakinkan Rayhan.

Rayhan menghela napasnya. Lalu, menekan nomor Saras. Lima menit kemudian, suara Saras mendominasi.

"Ya, Ray? Kenapa?"

"Nggak papa, sih."

"Bukannya kamu flight, ya? Kok malah mainan hp, sih? Nanti kalo pesawatnya nabrak gimana? Nggak mau naik sama kamu, ahh! Kamunya nggak fokus nyetir." gerutu Saras dengan polosnya.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang