30

123 8 2
                                    

Yang paling mendewasakan sebenarnya adalah waktu.

**

Liburan sebelum masuk kuliah digunakan Saras untuk lebih mengenal kota Surabaya. Sebenarnya, ia ingin tinggal di rumah sambil membantu warung rujak cingur bibinya.

Kali ini Saras berada di perpustakaan kota. Arifin-lah yang meninggalkannya di sini, dia bilang akan kembali setelah dua jam karena ada acara dengan rekan-rekan SMA-nya. Menurutnya, Saras akan sangat tepat jika menunggu di perpustakaan kota.

Saras duduk di bangku paling pojok dengan telinga tersumpal oleh earphone. Tangannya sibuk menggerakkan pensil untuk menyempurnakan sketsa sosok yang dirindukannya.

"Mungkin cukup?" Gumam Saras sambil menatap sketsanya. Sudah terlihat lebih lebih nyata dari sebelumnya.

Saras membuka lembaran baru buku sketsanya. Ia mulai mencari target baru untuk dijadikannya objek untuk menggambar. Matanya terhenti pada sepasang orang yang sedang memperhatikan sebuah buku.

Saras mengerjap pelan, teringat bagaimana dulu dia bisa bertemu dengan Rayhan. Sebuah gambaran yang bahkan tak pernah ia duga sebelumnya.

Ia tersenyum, lalu mulai menggerakkan pensilnya untuk menggambar. Beberapa kali ia membuka ponselnya untuk mencari tips menggambar yang baik.

Saat tengah asik menggambar, tiba-tiba seseorang menarik buku sketsanya. Saras langsung terpaku. Dengan ragu, Saras mendongakkan kepalanya.

"Bisa bicara di luar?"

Saras tak menjawab, tapi kakinya melangkah keluar dari perpustakaan.

"Kenapa gambar saya?" Tanya Adit dengan nada tak suka.

Saras tak bisa menjawab. Tak mungkin ia mengatakan bahwa ia hanya mencari objek gambar, lalu menemukan Adit dengan seseorang.

"Kenapa?!" Ulang Adit dengan nada yang lebih tinggi. "Kamu tidak punya sopan santun, hah? Menjadikan orang sebagai objek gambar tanpa izin!"

Saras hanya bisa menunduk.

"Kamu temannya Arifin dari Jakarta, kan? Apa di Jakarta tidak diajari sopan santun?!"

Saras masih tidak bisa menjawab.

Adit melangkah mendekat ke arah Saras. Adit merobek hasil sketsa Saras tepat dihadapannya. "Saya tidak suka seperti ini!" Tekan Adit sekali lagi.

Saat Adit melangkah kembali masuk ke perpustakaan, tangis Saras pecah. Entah apa yang membuat gadis itu merasa sangat tersakiti. Ia mengambil lembar demi lembar kertas sketsa yang disobek Adit, lalu berlari meninggalkan area perpustakaan.

✈✈

Arifin baru saja tiba di perpustakaan kota untuk menjemput Saras, tapi ia tak menemukan gadis itu di seluruh sisi perpustakaan.

"Mas Adit." Panggil Arifin ketika melihat Adit duduk di salah satu bangku perpustakaan.

"Tumben ke sini?" Tanya Adit.

"Mau jemput Saras, Mas." Jawab Arifin segera. "Mas tadi lihat Saras tidak? Saudara saya yang kemarin tak kenalin."

Adit diam mengingat sesuatu yang kemarin terjadi. "Tadi ada di sana." Jawab Adit sambil menunjuk sebuah bangku di pojokan.

"Makasih, Mas." Ucap Arifin, lalu melangkah menuju bangku tersebut.

Di meja depan bangku itu, terdapat sebuah tas yang Arifin kira adalah milik Saras. Ia pun menghubungi Saras untuk mengetahui keberadaan gadis itu. Sayangnya, ponsel Saras tergeletak di meja depan bangku itu.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang