Perjalanan untuk menemukanmu.
**
Saras berdiri menatap ruang tunggu yang cukup ramai. Ia masih enggan berpisah dari Pram yang hanya bisa mengantarnya sampai depan.
Pram menyentuh bahu Saras. "Kamu yakin berangkat sekarang? Nggak mau nunggu Ayah dulu?"
"Udah sampai di sini, masa mau dibatalin, sih, kak." Jawab Saras.
"Yakin nggak ikut prom night? Biasanya kan itu yang paling ditunggu-tunggu anak SMA jaman sekarang,"
Saras menggeleng lagi. "Lebih baik aku segera di Surabaya. Biar kalau ada apa-apa deket."
Pram mengelus punggung Saras. Saras diterima di Universitas Airlangga lewat SNMPTN. Karena itu, Saras tidak bisa mengikuti seleksi SBMPTN untuk masuk arsitektur Undip. Pram sempat memberi pilihan pada Saras untuk ikut seleksi mandiri, tapi Saras menolak karena biaya kuliahnya akan jadi lebih mahal.
"Nanti kalau udah sampai langsung hubungin tante, ya? Kakak udah bilang untuk terus deket sama hp biar nggak telat jemput kamu." Pesan Pram.
"Iya, kak. Kalau pun nggak dijemput aku bisa pulang sendiri, kok. Lagian rumah nenek nggak jauh juga."
"Nggak. Pokoknya harus sms tante biar dijemput, ya? Nggak boleh nakal!"
Saras tersenyum. "Iya, kak."
"Kamu yakin nggak bawa celo?" Tanya Pram sekali lagi.
Saras menggeleng dengan ragu. Menurutnya, celo akan banyak mengingatkannya pada Rayhan dan itu akan membuatnya semakin menyesal karena tidak bisa masuk undip. "Biar kalau kak Pram kangen aku bisa liat celoku."
"Kan kangennya sama yang punya celo bukan celonya. Terus nanti kalau kamu gabut gimana?"
Saras tersenyum kecil. "Kan aku udah latihan gambar sama kakak, jadi aku bisa gambar nanti."
Pram mengerucutkan bibirnya, "Sering-sering kirim gambar, ya? Nanti kakak nilai seberapa perkembangan kamu."
"Siap, kak!" Seru Saras penuh semangat.
"Jaga diri baik-baik, ya? Kalau ada apa-apa hubungin kakak. Nanti kalau kakak selesai tesis langsung nyusul, deh." Pram masih enggan untuk melepaskan Saras ke Surabaya untuk menuntut ilmu.
Saras tersenyum. "Saras masuk, ya, kak." Pamit Saras. Pram tersenyum melepaskan Saras masuk ke ruang tunggu.
Setelah Saras masuk, Pram membuka ponselnya yang baru saja berbunyi. Sebuah notifikasi pesan masuk terlihat di layar ponselnya. "Rayhan?" Pram bergumam kecil ketika membaca pesan itu.
"SARAS!" Teriak Pram. Sayangnya, Saras terus berjalan bersama kopernya.
Pram segera begegas melakukan panggilan ke nomor Saras, namun ponsel gadis itu tak aktif. Ia pun memutuskan panggilan ke Saras, lalu menghubungi Rayhan. Tepat saat denting tunggu berbunyi, ponsel Pram mati karena kehabisan baterai.
Pram mengumpat kesal. Ia merasa bersalah karena seharusnya dia yang menghubungkan pertemuan mereka. Waktu memang sangat sempit. Saat Saras mulai melangkah memasuki kereta menuju Surabaya, Rayhan malah terbang ke Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
JugendliteraturBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...