Sudah takdir, kah?
️✈️✈️✈️
Farida terus menatap sendu Rayhan yang berjalan di depannya. Tentu dengan seragam kebesaran lelaki itu. Tangannya yang erat menggenggam tangannya dan satunya menarik koper.
Seketika langkah Rayhan terhenti, ia berbalik ke arah Farida. "Kamu beneran nggak mau nganter sampai ke dalam? Aku bakal mintain izin kok buat kamu. Aku mau kamu kenal seseorang sebelum aku berangkat." ucap Rayhan dengan menyeritkan dahinya.
"Nggak usah deh, Ray. Aku mau langsung pulang aja." sahutnya.
"Yaudah, kamu pulangnya hati-hati, ya!" pesan Rayhan dengan senyuman yang terbit di wajahnya.
"Iya. Aku langsung pulang, ya, Ray." ucap Farida lalu melepas tautan tangannya.
Rayhan mencegah Farida, lalu menggenggam tangan Farida lagi. Ia merogoh sakunya, diambilnya kotak berwarna merah beludru.
"Mau ngapain, Ray?" tanya Farida, lalu mencoba melepas genggaman Rayhan.
"Diam dulu!" seru Rayhan mengintrupsi.
Akhirnya, Farida menurut. Rayhan memasangkan cincin itu di jari manis Farida tangan sebelah kiri. Farida hanya bisa meneteskan air mata, antara senang atau ragu.
"Makasih." ucap Farida dengan mata yang berkaca-kaca.
Rayhan tersenyum, lalu membawa Farida ke dekapannya. Tepukan riuh dari Aldo membuat semua pengunjung bandara menatap ke arah Farida dan Rayhan.
Mengetahui itu, Farida memaksa Rayhan untuk menyudahi pelukannya. Sontak Rayhan langsung menggeplak bahu Aldo.
"Ganggu aja lo, Do!?" gerutu Rayhan.
"Sori, capt. Gue mau ngasih ini ke lo. Dateng, ya! Ajak Farida juga tuh." ledek Aldo sambil menyerahkan undangan pernikahannya.
"Eh? Udah mau nikah aja lo sama Alika. Berarti lo cuti dong." ucap Rayhan setelah melihat undangan tersebut.
"Iyalah. Emang lo yang baru ngelamar!" ledek Aldo lagi.
"Co-pilot baru siapa?" tanya Rayhan serius.
"Katanya, sih, sepupunya Alika. Radit kalo nggak salah."
"Radit? Dunia sangat sempit!" seru Rayhan lalu tertawa.
"Far, ini kamu yang bawa undangannya, ya? Takut kalo aku yang bawa nanti malah hilang." ucap Rayhan kepada Farida sambil menyerahkan undangan itu.
"Jaga baik-baik, kamunya juga. Aku berangkat, ya." ucap Rayhan sambil tersenyum. Lalu ia mengecup singkat kening Farida yang tentunya membuat Farida terkejut.
"Apa, sih, Ray? Malu ihh!" gerutu Farida.
Rayhan hanya tersenyum, "Gue minta tolong anterin Farida pulang, ya, Do. Dia nggak bawa mobil." suruh Rayhan pada sahabatnya itu.
"Siap, capt!" ucap Aldo sambil memberikan hormat.
Selepas itu, Rayhan segera pergi. Ia harus menjalani pengecekan kesehatan terlebih dahulu. Farida hanya bisa menatap kepergian Rayhan dan punggung lelaki itu yang semakin menghilang.
✈️
Singapore, 8:30 PM
Setelah menyelesaikan urusannya di bandara, kini sudah waktunya Rayhan untuk istirahat. Ia harus mengoptimalkan tubuhnya agar esok bisa bekerja lagi.
"Dit! Lo udah tidur?" tanya Rayhan sambil menatap langit-langit kamarnya. Radit memang berada di kamar Rayhan, dirinya merasa kesepian karena belum bisa tidur.
"Gimana, Ray? Gue belum tidur." sahut Radit, lalu membalikkan badan menghadap ke arah Rayhan yang terlentang di sampingnya.
"Gue nggak tau, gue nggak bisa tidur, Dit! Gue mikirin perasaan gue, gue nggak bisa tenang. Hati gue gaduh, Dit! Kayak ada sesuatu yang bakal pergi jauh dari gue." keluh Rayhan dengan nada bicara yang santai. Bahkan ia tak menatap hal lain selain langit-langit itu.
"Apaan sih lo? Ngelantur aja, emang siapa yang bakalan ninggalin captain pilot sekeren lo, sih, Ray! Farida?" tebak Radit yang mulai tertarik dengan percakapan itu.
"Nggak, Dit! Farida itu beda!" elak Rayhan yang tak terima, ia langsung menatap ke arah Radit dengan geram.
Rayhan langsung bangkit dari tidurnya, ia berjalan ke balkon kamarnya. Menatap langit malam dan suasana Singapura.
"Beda dari siapa, Ray? Saras? Nggak seharusnya lo terus-terusan nyakitin hati lo sendiri, Ray! Gue tau kalo di hati lo itu masih ada ruang, kan, buat Saras!?" ucap Radit yang langsung menyusul Rayhan ke balkon.
"Lo tau apa soal perasaan gue!" bentak Rayhan tak terima. Ia tak suka jika ada seseorang yang mengungkit masa lalunya.
Kejadian tiga tahun lalu yang membuat hatinya sesak. Secara sepihak Saras memutuskan hubungan dengannya. Memori itu terus berputar sekali pun Rayhan memaksa untuk melupakan.
"Gue kenal lo, Ray! Gue kenal lo tiga tahun lebih. Gue kenal lo sewaktu lo pindah sekolah ke sekolah gue! Lo beda, Ray! Yang gue tau Rayhan yang dulu itu sayang dan cinta banget sama Saras, bahkan dia menolak sepupu gue yang ngejar dia sampai Semarang. I know you so well, capt!" seru Radit sebelum dirinya memilih untuk duduk di sofa kamar.
"Perasaan bisa dibolak-balikkan. Dan lo nggak berhak untuk mengatur perasaan gue. Dan buat Saras, rasa gue ke dia udah padam semenjak dua tahun lalu." sangkal Rayhan lagi. Ia mengambil secangkir kopinya untuk menetralkan emosinya.
Radit hanya tertawa, "Ray, kenapa waktu dia putusin lo, lo terima?" tanya Radit lagi.
"Ya karena dia yang minta, mungkin dengan itu dia bahagia." tebak Rayhan dengan polosnya.
"Nah, ini yang nggak gue suka sama lo. Lo nggak pernah peka, lo nggak tanya alasannya pengen putus. Dia kecewa, Ray! Dia pikir penantiannya seakan sia-sia ketika dia lihat instastory lo yang fotonya Farida." jelas Radit sambil memperlihatkan bukti pada Rayhan, yaitu akun milik sahabatnya itu.
"Coba lo liat, ini instastory yang dijadiin highlight sama Farida tiga tahun lalu sebelum lo putus sama Saras." tambah Radit.
"Lha terus gue harus gimana?" tanya Rayhan tampak kebingungan.
"Ya gue nggak tau! Kan lo yang jalanin, itu salah lo KURANG KOMUNIKASI! LDR itu susah, capt! Jangan berani main kalo lo nggak mampu!" ucap Radit yang sangat menyudutkan Rayhan. Radit memilih pergi ke kamarnya sendiri.
Rayhan hanya bisa terdiam. Ia lebih memilih bergelut dengan lamunannya menatap suasana kota di malam hari.
"Mungkinkah semua ini takdir?" guman Rayhan sebelum larut lagi dalam lamunannya.
Pilihannya hanyalah Farida, ia tak akan pernah mungkin untuk mendapatkan Saras lagi sekali pun di lubuk hatinya masih tersimpan baik nama Saras di sana. Ia tak boleh egois, ia tak ingin menyakiti keduanya, baik Saras atau pun Farida.
✈️✈️✈️
Suratan takdir yang sangat rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Teen FictionBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...