53

111 6 0
                                    

Janjimu mengharuskan berpulang,

️✈️✈️✈️

Rayhan menarik kopernya tergesa-gesa. Ia memaksa untuk membelah keramaian bandara. Dilihatnya Aldo di pintu keluar bandara.

"Gimana??" tanya Rayhan dengan rasa yang panik.

"Tenang, capt! Ayo gue anter." tawar Aldo kepada Rayhan.

"Gimana gue bisa tenang coba!? Dia gimana? Lo gimana, sih!? Arghhh!" gerutu Rayhan. Pikirannya seakan kacau mendengar berita jika kekasihnya masuk rumah sakit kembali.

"Udah, lo masuk dulu! Ayo kita ke sana daripada lo kayak gini." pesan Aldo sambil menarik koper Rayhan, lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil.

"Jadi dia gimana? Lo kok baru ngabarin gue, sih? Lo ini temen apaan, sih, Do!?" gerutu Rayhan dengan penuh amarah. Sementara, Aldo tak menggubrisnya sama sekali. Ia lebih memilih untuk fokus ke jalanan.

"Lo kok nggak jawab, sih, Do! Gue tanya sama lo kenapa nggak ngabarin gue dari dulu!? Kapan dia masuk rumah sakit!? Jawab, Do, jawab!" paksa Rayhan dengan amarah yang menggebu.

"Gue sengaja, bang Arka yang nggak ngebolehin. Lo jangan kayak anak kecil gini dong, Han!" kini amarah Aldo mulai muncul. Ia tak suka sikap Rayhan yang menyalahkan seperti ini.

Tak lama, mereka sampai di rumah Farida. Rayhan malah menjadi bingung. Ia melihat ke arah dalam. Bendera kuning, karangan bunga, maksudnya apa? Batin Rayhan.

"Turun lo!" seru Aldo mengintrupsi.

"I-ini maksudnya apa, Do? Katanya ke rumah sakit. Itu kenapa ada karangan bunga sama bendera kuning, Do?" tanya Rayhan dengan nada yang berubah menjadi sedih.

"Ray, sori. Tapi ini kenyataannya, Farida udah berpulang, Ray." ungkap Aldo.

Tanpa disadari, setitik air mata jatuh ke pipi Rayhan. Rayhan menangis tanpa suara, ia tak habis pikir jika Farida akan meninggalkannya secepat ini.

"Turun, Ray! Lo harus ketemu dia, sebelum dia pulang ke rumahnya." ucap Aldo dengan nada melembut.

Rayhan langsung membuka pintu mobil. Ia menerobos kerumunan pelayat. Tak peduli jika ia masih memakai seragam kebesarannya.

Rayhan sudah berada di ruang tengah rumah itu. Ia bisa melihat peti dimana Farida beristirahat. Tubuhnya masih tak bergeming, ia tak mampu untuk lebih mendekat. Otaknya tak mampu untuk menerima semua ini.

Tepukan di bahunya membuat Rayhan menoleh. "Nggak mau mendekat? Nanti kangen loh." ucap Arka.

"Bang," lirih Rayhan. Ia sangat rapuh sekarang.

"Kenapa? Udah sana, dia nunggu lo, Han." titah Arka.

Arka mendorong tubuh Rayhan mendekat. Ketika sudah berada di depannya, ia melihat ketika tubuh Farida sudah terbujur kaku. Lilitan kain serba putih di tubuh gadisnya membuat Rayhan menitihkan air matanya.

"Far, kamu bohongin aku. Kamu lupa sama janji kamu. Janjimu itu bahagia denganku, Far, bukan berpulang seperti ini. Kamu tau apa yang aku rasain sekarang? Sakit, rapuh, kecewa, sedih, dan marah." Rayhan menitihkan air matanya lagi. Ia menangis sesegukan.

"Hey, aku cinta sama kamu. Ayo bangun, Far! Ayo nikah sama aku! Kamu harus sama aku terus, Far. Aku nyusul kamu, ya, kalo kamu nggak mau bangun. Aku kangen kamu, Far!" lirihnya.

"Han, udah! Lo harus ikhlas. Lo mampu, Han! Jangan kayak gini cuma gara-gara adek gue pergi ninggalin lo." pesan Arka yang berada di sampingnya.

"Tapi gue cinta sama dia, bang. Gue udah janji bakal nikahin dia, gue udah kenalin dia ke ayah, bang." sangkal Rayhan.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang