12

147 9 3
                                    

Bersiaplah, setelah ini kita akan menjadi semakin dekat.

**

"Maaf, ya? Kita jadi kehujanan." Ucap Rayhan saat mereka sedang berteduh di bawah atap mini market.

Saras tak menjawab. Ia masih sibuk mempedulikan air hujan yang jatuh dari bumi.

"Ras, ada apa?" Tanya Rayhan.

Saras menggeleng pelan.

"Kalau ada apa-apa coba cerita dengan saya. Saya akan mencoba jadi pendengar yang baik."

Sayangnya, Saras masih diam. Gadis itu tak bisa menjelaskan keinginannya pada Rayhan. "Rayhan." Saras berbisik kecil.

"Kenapa?"

"Apa nanti kita bisa begini seterusnya?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku berharap bisa punya ibu lagi," Saras menunduk. Ia selalu merindukan ibunya, tapi rasa takut pun selalu menyertai kerinduan itu.

Rayhan tersenyum kecil. "Saya tidak tau. Yang saya tau, setelah ini kamu dan saya akan menjadi semakin dekat. Jadi, saya harap kamu menyiapkan hatimu untuk jatuh cinta pada saya."

Saras menatap Rayhan. Ada getaran hangat yang ikut terbawa oleh kalimat yang baru saja dikatakannya.

"Besuk pagi, saya jemput, ya?"

✈✈

"Yakin mau berangkat sama Rayhan? Ayah lagi di rumah lho?" Tanya Bagas memastikan.

"Iya, Yah."

"Ayah kangen lho sama kamu." Imbuh Bagas. "Biarin Rayhan ke sini, Ayah cuman pengen ngenterin kamu ke sekolah."

"Lagian Ayah kan baru aja pulang, kenapa juga milih dianterin pacar," Pram berucap dari balik pintu kamarnya.

"Dianterin Ayah, ya?" Bujuk Bagas lagi.

"Nanti, aku bilang-"
"Udah, biar ayah yang bilang. Dia nggak akan bisa nolak kalau ayah yang minta," Bagas memotong ucapan Saras. "Kamu siap-siap aja, oke?"

Bagas menyiapkan motornya untuk mengantar putri kesayangannya. Tak berselang lama, motor Rayhan melewati gerbang rumah. Lelaki yang mengendarainya turun, lalu menyalami Bagas.

"Mau jemput Saras?" Tanya Bagas.

"Iya, Om."

"Maaf, ya, Rayhan. Hari ini Saras berangkat dengan saya. Kamu tau kan saya baru saja pulang tugas? Jadi saya harap kamu tau betapa rindunya saya mengantarkan Saras sekolah."

Rayhan sempat bungkam sejenak. Ia tak menyangka akan disuguhi kalimat begitu. "Ah, iya, Om. Tidak apa-apa. Saya nanti juga bisa bertemu Saras di sekolah. Kalau begitu saya duluan, ya?"

"Eh jangan! Kamu berangkat bareng saja. Nanti kamu yang mengendarai di depan. Maklum om lupa jalan ke sekolah. Kamu bisa bantu?"

"Baik, om."

Ya, Bagas tak ingin mengecewakan Rayhan. Setidaknya beginilah caranya untuk menghargai perjuangan remaja itu. Lagipula, bagaimana mungkin Bagas lupa jalan ke sekolah Saras? Sejak Pram sekolah di sana, Bagas-lah yang selalu mengantarnya karena kebetulan Bagas di tempatkan di daerah sekitar sini.

✈✈

Saras tak bisa fokus pada pelajaran. Rasanya detik berjalan sangat lambat. Ia berharap bel pulang sekolah segera berbunyi.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang