Sampai bertemu di potongan hari selanjutnya.
***
"KAK PRAM!!" Teriak Saras ketika melewati pintu depan rumahnya. Ia langsung berlari menuju kamar kakaknya.
"Kak Pram!" Teriak Saras lagi sambil mengetuk keras pintu kamar Pram.
Perlahan, pintu kamar lelaki itu terbuka. "Ada apa, Ras?" Tanya Pram dengan wajah lesu dan senyuman yang dipaksakan.
"Saras sekarang punya pacar!" Seru Saras penuh semangat.
"Hah? Pacar?" Pram berucap tak percaya. "Serius nggak salah mau pacaran sama lo?"
"Ih, Kak Pram serius! Sumpah nggak nyangka ada orang yang nembak Saras kaya tadi." Seru Saras bahagia.
Pram bergerak untuk menatap Saras lebih dekat. Ia mengunci bahu gadis itu. "Kalau dia memang suka sama kamu, ajak dia ke rumah. Kakak harus tau orang seperti apa yang menjadi pacar Saras."
Saras tercengang. Ia tak mungkin mengatakan bahwa ia pun belum mempunyai nomor ponsel kekasih barunya. "Harus, kak?" Tanya Saras.
Pram mengangguk tegas. "Ya, harus. Kapan pun kalau dia yakin suka sama kamu suruh dia ke rumah ketemu kakak, oke?" Jawab Pram.
"Kakak adalah pengganti Ayah. Kakak nggak mau kamu bergaul dengan orang-orang yang nggak bener. Oke?"
Saras mengangguk pelan. Ia pun melangkah tanpa semangat menuju kamar. Satu pertanyaan muncul di kepala Saras, mengapa Rayhan mau menjadi kekasihnya?
✈✈✈
Alunan merdu suara Cello menggema di ruang musik pribadinya. Gadis itu dengan sangat piawai menggesek senar cello.
Saras menghentikan permainannya. Ia tak menyangka perlakuan Rayhan tadi bisa mempengaruhinya sampai seperti ini. "Ah! Kenapa, sih?!" Serunya kesal sambil melemparkan bow-nya.
Ia beranjak dari kursinya, lalu melangkah menuju ranjang. Tangannya segera meraih ponsel yang tergeletak di atas bantal.
"Oke, marilah kita cari tau siapa Rayhan sebenarnya," Saras berucap sembari membuka akun instagramnya.
Berulang kali Saras menghapus nama akun di pencarian instagramnya. "Raihan, Rayhan, Rehan, atau gimana, sih?"
"Dia anak kelas apa, sih?" Tanya Saras pada dirinya sendiri.
"Oh, Tuhan. Siapa lelaki itu sebenarnya? Dia mau apa, sih, jadiin gue pacarnya? Atau jangan-jangan dia suka sama sahabat gue? Atau ada apa sih sama gue sebenarnya?!" Saras berucap frustasi.
"Kalem aja, Ras. Mungkin dia lagi sedikit mabuk. Dan besuk Rayhan pun akan lupa kalau sempat nembak gue hari ini." Saras berucap dengan bangga.
"Oke! Selamat malam, Rayhan. Sampai berjumpa di potongan hari selanjutnya."
✈✈✈
Saras turun dari angkot dengan susah payah. Ya, begitulah pagi Saras. Meskipun Pram bersedia dengan senang hati mengantarnya, ia memilih menggunakan angkot karena menurutnya itu bisa menurunkan tingkat polusi udara.
"Akhirnya udara segar!" Seru Saras bahagia. Ia melangkah masuk ke halaman sekolah.
Tiba-tiba, sebuah motor melaju melewatinya. Ia sontak menghentikan langkahnya ketika melihat sepeda motor yang cukup dikenalnya. Motor itulah yang membawanya pulang kemarin.
Tak berselang lama setelah parkir, si penunggang kuda besi itu melepas helm yang melekat di kepalanya. Wajah tampan yang terlihat lebih segar itu membuat Saras semakin terpaku di tempatnya.
Beberapa detik saat Rayhan menyadari kehadirannya, Saras segera melanjutkan langkahnya. Ia berusaha untuk tidak memperdulikan Rayhan. Ia mencoba membuang muka saat lewat di sebelah Rayhan.
"Saras,"
Saras menghentikan langkahnya, lalu mengalihkan tatapannya dengan ragu ke arah Rayhan. Ia tersenyum untuk membalas panggilan Rayhan.
"Selamat pagi," sapa Rayhan dengan suara lirih.
"Apa?" Tanya Saras memastikan pendengarannya.
Rayhan tersenyum tipis, "Selamat pagi, Saras. Apa kabar?" Tanyanya dengan hangat.
Saras kaku seketika, ia tidak menyangka Rayhan akan memperlakukannya begini. "Oh, saya baik." Jawab Saras dengan ragu.
Rayhan kembali tersenyum. "Nanti pulang dengan saya lagi, ya? Tapi, hari ini saya ada eksul dulu. Kamu mau nunggu?"
Saras diam sebentar. "Hari ini saya ada latihan dengan klub musik. Mungkin kita pulang bersama lain waktu saja."
Rayhan tersenyum kecut. "Kalau begitu, saya duluan."
"Eh? Rayhan." Cegah Saras ketika Rayhan hendak melangkah meninggalkannya sejujurnya itu adalah reflek dari tanggapan Rayhan atas jawabannya. Mungkin Rayhan kecewa?
"Ada apa?"
"Boleh tau kamu kelas apa?" Tanya Saras ragu.
Rayhan melihat raut ragu Saras yang begitu menggemaskan, ia pun kembali tersenyum. "Saya kelas IPA 5. Kamu bisa bertamu ke kelas saya kapan saja." Jawab Rayhan.
"Oh, begitu. Saya kelas Bahasa 2."
"Iya. Saya tau."
"Tau darimana?"
Rayhan tersenyum lagi. Dan untuk kesekian kalinya Saras merasa tekanan darahnya naik semakin tinggi. "Kamu nggak perlu tau." Jawab Rayhan. "Kalau kamu mau cari tau akun instagram saya, kamu bisa tanyakan langsung."
"Hah?" Saras terbelalak mendengar ucapan Rayhan. Darimana lelaki itu tau kalau ia ingin mencari tau akun instagramnya?
"Nanti saya beri nomor ponselku."
"Sudah, ya. Saya harus ke kelas." Ucap Rayhan. Dan kali ini Saras membiarkannya melangkah meninggalkannya sendirian.Mungkin hal baik yang bisa Saras lakukan saat ini adalah percaya. Karena sejak awal ia tak bisa menemukan kebohongan dari sorot mata Rayhan
✈✈✈
Sekian. Mungkin ini bisa sedikit menghibur :v
Jangan lupa voment yaaa ❤With Love,
darklatte_ 🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Teen FictionBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...