27

117 6 3
                                    

Aku sudah berusaha selama ini.

✈️✈️✈️

Diinjaknya kembali tanah kota kelarihannya ini. Selama penerbangan, senyumnya tak pernah padam. Matanya berbinar karena bisa menghirup udara yang sama dengan pujaan hatinya.

"Ciee, yang nggak sabar ketemu sama pacar?" goda Raisa yang sedikit mengejutkan Rayhan. Tiba-tiba saja dirinya merangkul bahu adiknya itu.

"Jangan senyum terus dong, Han! Nanti malah kecewa lagi." goda Raisa sekali lagi.

"Ah, apa sih kak?" Rayhan terus melanjutkan jalannya. Ditariknya koper bersamanya. Mereka hanya berdua, pasalnya ayah dan bundanya sudah pulang kemarin sore. Ayah ada reuni dengan teman-temannya.

Terlebih ayahnya juga akan mendaftarkannya ke sekolah penerbangan di Jakarta Utara. Tak ingin jika kehabisan kuota lagi.

"Han, nanti kamu langsung ke rumah Saras, nih? Nggak mau pulang dulu?" tanya Raisa setelah sampai di mobil jemputan mereka.

"Iya deh, kak. Soalnya aku mau ngasih kejutan buat dia. Dan malam ini pasti prom night. Kali aja mau ngajak Rayhan." Rayhan tertawa karena ucapannya sendiri. Terasa menjijikkan jika ia terlalu percaya diri.

"Yaudah, deh." pasrah Raisa.

"Hati-hati, Han. Nanti pulangnya mau dijemput atau,"

"Aku jalan dulu, kak. Nanti pulang pake taksi aja." teriak Rayhan kepada Raisa.

Sesaat sampai di depan rumah Saras, Rayhan terlihat gugup. Ia memberanikan diri untuk memencet bel rumah itu.

"Assalamu'alaikum!" seru Rayhan.

Selang beberapa menit, seorang lelaki membukakan pintu. Kak Pram.

"Wa'alaikumsalam." sahut Pram. Ia merasa sedikit bersalah karena kedatangan Rayhan. Jujur, ia sangatlah bodoh untuk hal ini.

"Masuk dulu, Han!" titah Pram kepada Rayhan. Rayhan hanya menurut, detak jantungnya seakan berdetak tidak normal.

"Han, maaf ya." ucap Pram terus terang. Ia tak ingin membuat pemuda di depannya itu kecewa.

"Untuk apa, Kak? Saya merasa kakak nggak punya salah sama saya."

"Maaf, jika saya tak bisa mencegah kepergian Saras, Han. Maafkan saya."

Rayhan berkeringat. Apa maksud dari ucapan Pram itu. Yang dipikirannya hanyalah kejadian buruk yang membuatnya akan kehilangan Saras selamanya.

"Ma-maksud kakak apa? Saras kenapa, kak?" tanya Rayhan panik.

"Saras sudah pergi, Han. Dia pergi ke Surabaya untuk melanjutkan kuliahnya di sana. Dan saya minta maaf. Sesaat ketika kamu mengirimkan pesan, Saras sudah naik kereta, Han." jelas Pram.

Rayhan termenung. Sekian lama ia menunggu untuk bertemu pujaan hatinya, mengapa takdir selalu seperti ini.

"Oh, nggak papa, Kak. Saras patut melanjutkan study-nya. Saya permisi, kak. Sebisa mungkin saya akan mencoba untuk menghubunginya." pamit Rayhan. Ia pergi meninggalkan rumah itu dengan rasa kecewa.

✈️

Rayhan menyegerakan untuk pulang. Berharap dia bisa pindah sekolah ke Surabaya. Yang ia fokuskan saat sampai di rumah hanya mencari keberadaan ayahnya.

"Kak, ayah mana?" tanya Rayhan sedikit tergesa.

"Di ruangannya. Lo kenapa sih?" Raisa bingung dengan sikap Rayhan itu. Seperti orang yang harus mengungsi akibat tsunami.

Pintu ruangan itu dibukanya, terlihat ayahnya sedang berada di depan laptop.

"Han, biasakan salam dulu!" tegas Handoko.

"Maaf, Yah. Yah, apa Rayhan bisa pindah sekolah ke Surabaya?" tanya Rayhan terus terang.

"Maksudmu apa, Han! Ayah tidak menyetujuinya! Ayah hanya akan menyekolahkanmu di Eagle Air Indonesia saja, Han! Itu adalah sekolah terbaik." bantah Handoko.

"Tapi, Yah. Ini menyangkut masa depan Rayhan. Tolong, Yah." mohon Rayhan kepada ayahnya.

"Han, yang tahu masa depanmu itu hanya ayah! Ayah lebih tau mana yang baik dan buruk buat kamu! Sekali lagi jangan membantah ayah, Han! Keputusan ayah untuk menyekolahkanmu disana sudah bulat!" bentak Handoko. Lalu ia berlalu meninggalkan Rayhan.

"APA HANYA AYAH SAJA YANG TAHU APA YANG BAIK BUAT RAYHAN?! RAYHAN SUDAH BESAR, YAH! RAYHAN BISA MEMILIH APA YANG TERBAIK UNTUK RAYHAN SENDIRI!" ucap Rayhan dengan nada yang meninggi.

Handoko benar-benar geram. Rayhan sudah berani membentaknya. Handoko menghampiri Rayhan.

"APA YANG KAMU BILANG TADI, HAN?!" tanya Handoko dengan sedikit menahan emosinya.

"RAYHAN LEBIH TAU APA YANG TERBAIK UNTUK RAY,-"

Ucapan Rayhan terhenti. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanannya. Lalu, tonjokan dari ayahnya mengenai sudut bibirnya.

"AYAH, CUKUP!!" teriak Laras dari balik pintu. Ia terus terisak akibat melihat suaminya memukuli putranya.

Teriakan itu sama sekali tak digubris oleh Handoko. Ia masih saja menonjoki Rayhan.

"AYAH TAK PERNAH MENGAJARIMU MEMBENTAK KEPADA ORANGTUA, HAN!" seru Handoko sambil menonjoki Rayhan.

Laras mengambil tindakan, ia memeluk suaminya itu dari belakang. Sedangkan Raisa hanya bisa menangis. Ia sangat takut.

"Ayah cukup!" seru Laras lagi. Handoko tersadar, lalu menghentikannya. Ia dan Laras segera menuju kamar. Sedangkan Rayhan, ia sudah terkapar di lantai sambil memegangi lukanya.

Belum sempat Raisa menghampirinya, ia sudah berlari ke kamarnya. Ia mengambil beberapa baju dan kunci mobil.

Raisa sudah mencoba untuk menahannya, namun nihil. Kekuatan Rayhan terlalu kuat. Rayhan memilih untuk meninggalkan rumah.

"Setidaknya aku sudah berusaha demi kamu, Ras." gumannya di dalam mobil.

"Maaf, yah. Rayhan perlu waktu untuk sendiri. Rayhan akan pulang jika semuanya sudah baik-baik saja." guman Rayhan lagi.

Ia meruntuki perbuatannya. Pikirannya sudah tak bisa dikendalikan. Ia hanya perlu waktu untuk sendiri. Waktu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Masih ada waktu sekitar dua minggu untuknya sebelum masuk sekolah.

✈️✈️✈️

Sebenarnya author tak tega:(
Nulisnya aja ngilu.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang