Semangat menikmati lembaran baru tanpa aku.
️✈️✈️✈️
"Akhirnya kamu pulang!"Rayhan menampakkan senyuman di wajahnya. Mendengar sambutan dari bundanya yang selama ini ia rindukan. Terlebih ia tak pulang ke rumah karena harus menginap di mess maskapai.
"Iya, Bun. Capek banget, perjalanannya juga lumayan sih." ucap Rayhan dengan sedikit kekehan.
"Ada tamu ya, Bun?" tanya Rayhan sambil celingukan melihat ke arah dalam.
"Iya. Nanti aja ngobrol barengnya, kamu cepat ke kamar, mandi, abis itu ke ruang tamu temenin bunda ya!" suruh Laras sambil mengusap lengan putranya itu.
Rayhan mengangguk, lalu ditarik koper miliknya ke dalam kamar. Ketika melewati ruang tamu dirinya dibuat terkejut dengan kedatangan Saras.
Masa bodoh dengan hal itu, dirinya lebih memilih untuk pergi ke kamarnya. Mengingat dirinya yang bau keringat.
Flashback on
Farida mendengus sebal karena perbuatan Rayhan. Dirinya yang baru saja keluar rumah sakit langsung diminta untuk kembali ke Jakarta. Alasannya sangat mudah, Rayhan mendapatkan dinas keesokan harinya.
"Kenapa nggak pulang malam nanti aja?" gerutu Farida sambil menghentakkan kakinya sebal.
"Nggak bisa. Kalo nanti malam, aku nggak dapet persiapan buat tidur dulu. Aku harus fit buat flight besok pagi." jelas Rayhan sambil menarik koper miliknya.
"Tapi kan kita belum sempat ke Gresik! Terus di Surabaya juga sebentar doang! Kamu ikhlas nggak sih, Ray!?" protes Farida dengan sedikit emosi.
"Far, kamu bisa diem nggak sih! Masalah liburan besok juga bisa! Kapan sih kamu bisa lebih dewasa!?" seru Rayhan karena geram dengan ucapan Farida yang baginya sangat tak masuk akal.
"Terserah!" balas Farida dengan ketus. Ia mendahului Rayhan agar segera masuk ke dalam pesawat.
Di dalam pesawat tidak ada yang membuka obrolan. Rayhan cukup tenang akan hal ini, namun tidak untuk Farida yang memasang wajah lusuhnya.
Sampai di depan rumah masing-masing pun tidak ada yang membuka obrolan. Rayhan memilih masuk rumahnya tanpa berpamitan terlebih dahulu dengan Farida.
Flashback off
️✈️
Rayhan masih mengurungkan diri di kamarnya. Ia bingung harus turun ke bawah atau tidak. Ia takut terjebak masa lalu lagi, apalagi ia masih ada masalah dengan Farida yang marah pada dirinya.
"Han? Kok nggak keluar, sih?" gerutu Laras yang tiba-tiba membuka pintu kamar Rayhan.
"Iya bun, bentar lagi. Baru juga selesai mandi." jawab Rayhan dengan sedikit cengengesan.
"Yaudah ayo! Ikut bunda sekarang." Laras menarik tangan Rayhan untuk memaksanya turun.
Suasana yang tadinya hangat menjadi canggung karena kehadiran Rayhan. Sampai akhirnya Saras meminta izin untuk pulang dengan alasan takut dimarahi oleh kak Pram.
"Bunda! Saras pamit pulang dulu ya?" ucap Saras dengan tiba-tiba.
"Loh kok malah pulang? Kan Rayhan baru aja sampai, Ras." protes Laras.
"Ya nggak papa bunda. Saras takut dicariin kak Pram. Nanti malah kak Pram marah lagi sama Saras." Saras tersenyum.
"Oh begitu? Biar Rayhan antar kamu pulang ya." tawar Laras sambil memegang kedua tangan Saras. Seakan berharap Saras mengiyakannya.
"Nggak usah bunda. Kan Rayhan baru pulang, biar dia istirahat saja. Saras bisa pulang sendiri kok."
"Nggak papa, biar saya yang antar kamu pulang, Ras." ucap Rayhan menengahi.
"Mau naik mobil atau motor?" tanya Rayhan dengan santai.
"Terserah."
Rayhan manggut-manggut, lalu mengambil kunci mobilnya yang berada di nakas dekat tempat tidurnya.
"Ayo!" ajak Rayhan yang masih memperhatikan Saras yang mematung di tempat.
"I.iya" ucap Saras malu-malu.
Tak ada percakapan di dalam mobil, keduanya larut dalam kecanggungan masing-masing.
"Ekhm." Rayhan berdehem, ia mendapatkan perhatian Saras yang langsung menoleh padanya.
"Kamu kuliah dimana?" tanya Rayhan sedikit canggung.
"Di UNAIR, fakultas Antropologi." jawab Saras dengan seperlunya.
"Oh, emm...saat di Surabaya makasih ya."
"Makasih untuk apa?" Saras menyeritkan dahinya bingung.
"Waktu di festival budaya."
"Oh itu. Iya."
"Gimana di Surabaya? Enak?" tanya Rayhan lagi.
"Ya gitu. Kamu sendiri udah jadi pilot?" tanya Saras balik, ia merasa bodoh padahal sudah diberitahu oleh bunda.
"Udah." singkatnya.
"Oh, selamat ya."
"Iya, makasih. Kamu sudah punya pengganti posisiku?" tanya Rayhan setengah gugup.
"Maksud kamu apa? Aku sendiri kok." balas Saras dengan menundukkan kepalanya.
"Maaf ya,"
"Nggak ada perlu dimaafin, aku udah lupa kok. Oh ya, selamat sekali lagi, kata bunda kamu udah ada pengganti aku." Saras memaksakan senyumannya. Ia tak ingin terlihat buruk di depan lelaki masa lalunya ini.
"Udah sampai Ray, aku turun ya. Makasih." ucap Saras sambil membuka pintu mobil Rayhan.
"Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya, Ray. Makasih udah repot-repot nganterin aku, kamu semangat ya kerjanya." ucap Saras dengan senyum yang mengembang.
"Iya, kamu juga semangat skripsinya, Ras!" seru Rayhan dalam kecanggungan.
"Dan juga semangat melanjutkan lembaran kehidupan barumu, Ras, tanpa aku." guman Rayhan ketika Saras sudah memasuki rumahnya.
Rayhan menatap sekilas rumah itu, lalu melajukan mobilnya. Membelah jalanan ibukota lagi. Ia sedikit merasa kalut dengan kenangannya. Ia merasa menjadi lelaki paling buruk karena telah mencampakkan wanita seperti Saras.
Sesuatu bergetar di saku celananya, ia segera merogoh benda itu.
"Halo?"
"..."
"Kamu dimana sekarang?"
"..."
"Iya, aku ke sana sekarang. Kamu bertahan ya!"
"...."
Rayhan segera memutuskan sambungan telefon itu. Ia segera pergi ke rumah Farida, harap-harap gadis itu tidak kenapa-kenapa.
✈️✈️✈️

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Teen FictionBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...