Mungkin ini kepastianku untuk rasa ini.
✈️✈️✈️
Disinilah Rayhan sekarang, ibukota Jawa Tengah, kota Semarang. Ayahnya sengaja menyewa apartemen khusus untuk Rayhan selama tinggal disini. Sekarang mereka mencoba mengistirahatkan raga mereka karena lelah setelah penerbangan.
Karena bingung akan melakukan apa, Rayhan iseng memainkan handphone nya. Tertera akun @sarasagrn_ yang mengirim pesan lewat DM Instagram.
Ia membuka roomchat nya, ia terkejut. Saras, batinnya. Ia baru ingat jika memiliki seorang kekasih di hidupnya. Anehnya, mengapa ia lupa.
Mata Rayhan tak berhenti untuk selalu fokus dengan ponselnya itu. Pantas saja jika sedari kemarin ia tak tenang. Bahkan, ia tak berpamitan atau mengatakan sesuatu pada Saras.
Benar kata Saras, jika tak ada yang memulai pasti tak akan timbul kepastian.
"Gue bego banget sih!" gerutunya.
"Kamu kenapa, Han? Istirahat! Ini sudah malam!" titah Handoko.
"Iya, Yah." pasrahnya. Lalu ia masuk ke kamarnya, sembari memikirkan jawaban yang tepat.
@sarasagrn_
Maaf tidak mengabarimu selama ini. Saya sedang ada urusan yang tak bisa saya ceritakan padamu. Saya akan selesaikan segera dan kembali lusa.
Itulan balasan yang Rayhan kirimkan, berharap sesegera mungkin Saras membacanya. Rayhan menghembuskan napasnya kasar.
"Saras, andai kamu tahu, jujur saya bingung dengan rasa saya sendiri. Saya ingin memilikimu, Saras. Namun, disisi lain saya tak bisa memaksamu dengan keadaan saya sekarang. Saya takut kita tak bisa berkomitmen." gumannya, lalu mencoba memejamkan matanya, bergerilya di alam mimpinya.
✈️
Keesokan harinya, Rayhan sudah bergegas dengan seragam lamanya lengkap. Ia akan mendaftar ke sekolah itu. Namun, tidak langsung masuk. Ia masih harus mengurus urusannya di Jakarta, di sekolah lamanya. Mungkin, sekitar seminggu.
"Han, lebih cepat! Ayah tidak ingin terjebak macet." titah sang Ayah.
"Iya, Yah. Sebentar lagi!" serunya.
Rayhan langsung bergegas keluar dari kamarnya. Ia tampak rapi dan tampan. Tak lama, mereka segera bergegas dan masuk ke mobil mereka.
Di perjalanan terlihat hening. Bahkan tak ada yang memulai pembicaraan. Sampai mereka tiba di sekolah itu. Rayhan bergegas keluar, menganggumi sekolah yang akan ia tempati.
"Ayo masuk, Han!" titah Handoko. Mereka segera masuk. Dan langsung menuju ruang kepala sekolah.
Hanya sebentar Rayhan di dalam, ia tak betah. Lalu memutuskan untuk berkeliling. Ia tak pernah menyangka akan sekolah di sekolah khusus penerbangan. Sebuah langkah awal untuknya mengejar cita-cita yang ia dambakan.
"Hey! Lo siapa?" tanya seorang lelaki yang gagah.
"Saya Rayhan. Saya akan menjadi murid baru disini." jawabnya.
"Orang mana? Kok logat lo kaya bukan orang sini." tanyanya lagi.
"Orang Jakarta. Kamu sendiri juga."
"Gue orang Bandung. Oh ya, gue Radit , Radit Raka Permana." Radit mengulurkan tangannya.
Lalu disambut Rayhan. "Rayhan, Rayhan Asyraff." balasnya.
Sejak itu, mereka menjadi teman baik. Rayhan berharap akan sekelas dengan Radit nantinya.
✈️
Mereka segera pulang karena telah selesai mendaftar. Ayahnya mengajak Rayhan makan sebelum kembali ke apartemen. Karena sedari pagi, perut mereka belum diisi apapun.
Baru saja ingin menyantap makanan. Ponsel Rayhan berdering. Rayhan meminta izin untuk menerima telfon itu.
"Halo, Bunda! Ada apa?" tanya Rayhan.
"Kakakmu, Han! Kakakmu masuk rumah sakit!" ucap Laras disertai isakannya.
"Bagaimana bisa, Bun?"tanya Rayhan tak kalah panik.
"Kakakmu menyakiti dirinya sendiri." balas Laras masih dengan isakannya.
"Baiklah, Bunda beri alamat rumah sakitnya. Rayhan dan ayah akan segera pulang. Bunda yang tenang." Rayhan langsung memutus sambungannya.
Rayhan duduk tak tenang.
"Ada apa, Han?" tanya Handoko dengan tenang.
"Kak Raisa masuk rumah sakit, Yah. Bunda butuh ayah. Kita pulang ya, yah!" ajak Rayhan.
"Bagaimana bisa kakakmu masuk rumah sakit?" tanya Handoko menjadi panik.
"Kak Raisa menyakiti dirinya sendiri, Yah. Makanya setelah ini kita pulang." ajak Rayhan lagi.
"Iya, kita pulang." jawabnya.
....
Mereka mendapat penerbangan malam, tak ada pilihan lain. Hanya itu yang mereka dapat asalkan mereka kembali hari ini juga.
Rasa panik selalu menghantui Handoko, tak ingin terjadi sesuatu kepada putrinya itu. Banyak masalah yang sudah dihadapi oleh Raisa, ia tak ingin anaknya itu memiliki gangguan mental mendalam.
Hanya doa yang bisa Rayhan panjatkan, semua ini juga gara-gara dia. Dia yang berambisi masuk sekolah penerbangan yang sama sekali tak disukai kakaknya.
✈️
Sesampainya di rumah sakit, Handoko langsung memeluk tubuh gemetar istrinya. Rayhan hanya bisa melihat tubuh kakaknya yang lemah.
Namun, ia sangat asing melihat pria bersama dokter yang menangani kakaknya di dalam.
"Bunda, pria itu siapa?" tanya Rayhan kepada bundanya.
"Itu psikolog, katanya Raisa mengalami trauma yang hebat." ucap Laras yang masih menangis.
Mendengar penuturan istrinya, hati Handoko remuk. Putrinya telah mengalami trauma karena masa lalunya. Air matanya tak bisa dibendung lagi, sama seperti Rayhan. Ia menyalahkan dirinya sendiri.
Psikolog itu keluar, menghampiri keluarga dari Raisa.
"Bagaimana, pak?" tanya Handoko.
"Begini, saya bisa membantu anak bapak dan ibu keluar dari rasa takutnya. Kalian hanya perlu mengantarnya untuk kontrol dengan saya. Saya cukup kasihan, dia masih cukup muda." jawab psikolog itu.
"Baiklah, terima kasih, pak." ucap Handoko.
"Jangan memanggil saya pak, panggil saja Pram." jawabnya. Lalu ia pergi meninggalkan keluarga Rayhan.
✈️✈️✈️

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Ficção AdolescenteBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...