Sudah patah. Pulang saja.
**
"Kak, kita lewat rumah Rayhan, ya?"
"Katanya jangan ngasih tau Rayhan, tapi kok mau ke sana?" Goda Pram.
"Cuman mau lewat, kak."
"Kalau kangen kalah sama gengsi, ya, gini."
"Udah, ah. Jadi, mau nggak?"
Pram mengangguk. "Iya." Jawabnya pasrah. Ia pun meminta supir taksi untuk lewat daerah rumah Rayhan.
Jujur, Saras khawatir dengan kondisi Rayhan. Ia ingin sekali bertemu dengan lelaki itu, meski singkat.
Taksi itu benar-benar melewati daerah perumahan Rayhan. Saras tak bisa mengalihkan pandangannya dari kaca mobil. Ia berharap Rayhan sedang berada di luar rumah sedang mencuci motornya.
Saras tersenyum walau hanya bisa melihat rumah Rayhan. Namun, senyumnya memudar ketika ia mendapati sosok Rayhan keluar dari rumah sebelahnya sambil membopong seorang gadis. Taksi itu melaju cepat, hingga Saras berusaha untuk terus bisa menatap Rayhan, namun semakin jauh dan Rayhan hilang dari pengelihatannya.
✈✈
"Ras, nanti main ke tempat dinas Ayah, yuk?" Ajak Pram saat mereka telah sampai di rumah.
Saras menggeleng tanpa semangat. "Saras lelah, kak. Mau istirahat dulu. Mainnya besuk saja."
Pram mengangguk, lalu membiarkan adiknya beristirahat di kamar.
Saras merasa kepulangannya ke Jakarta bukanlah hal yang tepat. Bukannya merasa lebih baik, Jakarta malah membuat hatinya semakin hancur karena realita.
Saras meraih ponselnya untuk menghubungi Rayhan.
To : Rayhan A.
Minggu depan aku akan ke Jakarta. Bisa kita berjumpa? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan.Mungkin yang terbaik sekarang adalah mengalah dan memilih menyudahi segalanya.
✈✈
Selama seminggu Saras selalu menyembunyikan dirinya. Ia pun meminta Pram agar membenarkan kabar tentang dirinya yang pulang minggu depan. Sesekali, ia mendengar Rayhan datang ke rumahnya. Dan ia hanya bersembunyi di kamarnya.
Selama seminggu itulah, Saras mengulang lukisannya yang sempat disobeknya di bus menuju Surabaya kembali dari Malang.
Tepat seminggu setelah pesan itu, Saras mendapat pesan dari Rayhan.
From : Rayhan A
Kamu sampai di stasiun jam berapa? Saya jemput, ya?Jujur, Saras tak tega untuk menjawabnya. Rayhan terlihat masih begitu percaya padanya, masih begitu menjaga perasaannya. Rumit sekali. Begitulah bagi Saras. Ia ingin menyerah, sangat ingin menyudahi semuanya.
To : Rayhan A.
Aku sudah di Jakarta. Kita langsung bertemu di kafe dekat SMA saja. Pukul 10.Setelah itu, Saras mematikan ponselnya. Pukul delapan, ia sudah berangkat bersama Pram yang harus pergi ke kampusnya. Ia meminta Pram meninggalkannya di halte.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Genç KurguBagi Rayhan, Saras adalah hujan yang turun di gurun yang panas. Bagi Saras, Rayhan adalah kekhawatiran yang tak ada habisnya. Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan oleh sebuah RASA. Akankah semua mimpi dan harapan mereka bisa terwujud bersama? W...