8

178 11 4
                                    

Di ujung kerinduan ini, akhirnya aku bisa menemuimu.

***

Saras memutuskan untuk tidak membaca balasan pesan dari Rayhan. Dua hari libur akhir pekan kemarin, digunakannya untuk meneguhkan perasaannya pada Rayhan.

Sesuai yang dijadwalkan, hari ini Ayah Saras akan pulang. Karena itu, sekarang ia sedang membujuk Pramudya untuk mengizinkannya ikut menjemput Ayah.

"Kak, ayolah! Aku kangen sama Ayah! Aku pengen banget ikut jemput Ayah," Saras memelas di hadapan Pram.

"Kakak tau, Ras. Tapi, kamu harus ingat kondisi kamu. Kakak nggak mau kamu kenapa-napa." Tegas Pram. "Kakak kan udah janji nggak akan peluk Ayah sebelum kamu. Kakak janji, Ras."

"Tapi, kak, aku pengen jemput ayah. Cuman itu."

"Ya karena itu makanya nggak boleh, ngerti?" Pram berusaha menegaskan tiap katanya. "Sekarang lebih baik kamu berangkat sekolah."

Saras tersenyum kecut. Lalu melangkah meninggalkan rumah.

Selama perjalanan, ada banyak rencana yang ingin dilakukannya. Mulai dari bolos setelah upacara selesai, minta izin BK meninggalkan sekolah, sampai tak ingin pergi sekolah sejak pagi. Namun, ia terlalu ragu untuk melakukan hal-hal itu.

Sejak sampai di sekolah, Saras masih terus memikirkan rencana terbaik yang harus dilakukannya. Akhirnya setelah menimbang baik dan buruknya, setelah upacara bendera, Saras berlari ke ruang BK untuk meminta izin meninggalkan sekolah.

Setelah mendapatkan selembar kertas izin keluar, Saras segera berlari ke arah halte. Ia harus akui ini adalah pertama kalinya melakukan hal nekat.

Hampir dua jam Saras harus menempuh perjalanan menuju Dermaga Pondok Dayung, Jakarta Utara. Keluar dari bus, Saras seperti ingin muntah karena perjalanan yang begitu panjang.

Gadis itu berjalan menuju salah satu mini market di dekat sana. Ia membeli beberapa makanan dan minuman untuk beristirahat. Menurut surat beberapa waktu yang lalu, acara kepulangan baru akan dilakukan satu jam lagi, itu artinya ia masih punya waktu untuk beristirahat.

"Ternyata jauh juga," keluhnya sambil mengoperasikan ponselnya.

Saras menghela pelan. "Masih jauh kalau jalan kaki dari sini." Ucapnya setelah mencari jalan lewat google maps.

✈✈

Saras berlari menuju dermaga karena sudah terlambat lima menit. "Ayo Saras! Sedikit lagi!" Ucapnya menyemangati diri. Penghambatnya adalah satu, tas sekolah besar yang melekat di tubuhnya.

Di depan dermaga, Saras bertemu dengan seorang lelaki lengkap dengan pakaian khas TNI AL. "Om, permisi!" Teriak Saras.

"Om?"

Saras meringis. "Maksudnya Pak. Ini saya mau tanya upacara penyambutannya sudah dimulai?" Tanya Saras.

Lelaki itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu bertanya pada seseorang di dalam pos.

"Mau jemput siapa?" Tanya lelaki itu.

"Pak Bagas. Bagas Prayoga."

"Sendirian, dek? Ibunya?"

"Ibu saya sudah meninggal. Tapi, ini saya bawa undangannya," Saras bersusah payah meyakinkan lelaki itu. Tapi, untungnya undangan itu berhasil disembunyikannya dari Pramudya.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang