20

138 9 1
                                    

Melemah atau bertahan?

**

Saras sibuk memilih nomor ponsel baru. Ia masih dilanda keraguan antara menghilang atau bertahan dengan Rayhan. Menyakitkan.

"Masih lama, Ras? Ini kakak keburu ke kampus," bisik Pram yang sejak tadi menunggu Saras mencari nomor baru.

"Iya, kak. Ini sudah." Saras segera menjawab. "Kak, tolong yang ini." Saras meminta penjaga konter itu untuk mengambilkan nomor pilihannya.

"Ayo pulang!" Ajak Pram.

"Saras ada latihan, kak. Hihi." Saras menyengir kecil.

"Kebiasaan bikin kakaknya kesel," Pram mengendus sebal. "Tau gitu kan tadi nggak usah nungguin!"

Saras mencubit lengan Pram. "Jangan ngambek, ah! Udah lama nggak godain juga,"

"Auah. Duluan, ya!"

"Iya. Hati-hati, kak!" Saras melambai ke arah Pram yang mulai menjauh dengan motornya.

Saras melangkah meninggalkan konter menuju tempat latihan orkestra.

"Saras!"
"Bareng gue yuk!"

Saras tersenyum, lalu naik ke jok belakang motor Bayu. Ya, walaupun tinggal sedikit lagi, tapi lumayan kalau dapat boncengan.

"Nggak sama pacar lo?" Tanya Bayu saat mereka sampai di parkiran.

Saras menggeleng sambil berusaha tersenyum.

"Ada masalah?"

"Nggak, kok. Dia lagi ada acara aja, jadi nggak bisa nganterin."

"Kirain udah putus."

"Ati-ati kalau ngomong!" Saras berusaha membela, ia tak mau Bayu tau kalau Rayhan sudah di Semarang. Dia pasti akan mulai menjelek-jelekkan Rayhan.

"Udah yuk!" Ajak Bayu. Saras mengikuti langkah di belakang Bayu.

✈✈

Puluhan lembar sticky note menjadi pemandangan baru di kamar Saras. Banyak kata-kata motivasi yang tertulis di sana. Ada juga beberapa jurusan kuliah yang tiba-tiba tercatat di sana pun dengan kampus-kampus yang diinginkannya.

Sejak pulang dari latihan orkestra, Saras tiba-tiba mendapat sentuhan untuk mulai menata masa depannya. Ia merasa tak selamanya bisa bergantung pada celo, mengingat di Indonesia kurang ada wadah khusus untuk hal seperti itu.

Sejujurnya, ini juga salah satu caranya untuk sedikit melupakan perihal kepergian Rayhan.

"Saras?! Kakak pulang! Kamu mau makan tidak?" Teriak Pram yang baru saja pulang. Saras segera berlari keluar kamar.

"Kamu mau nasi goreng?" Tanya Pram.

Saras segera duduk di kursi sofa untuk menikmati nasi goreng yang dibawa Pram.

"Tumben semangat banget?"

"Oh, iya, kak." Saras menjeda kalimatnya untuk menelan sisa makanannya. "Aku mau diajarin gambar dong,"

"Hah?!" Pram nyaris tersedak.

"Aku mau masuk arsitektur."

"Kamu bahasa, lho?"

"Iya. Makanya mulai sekarang aku mau mulai belajar lintas jurusan. Boleh, ya?"

Pram menatap Saras dengan dalam. Ia merasa ada yang aneh dari Saras. "Kamu ada masalah?" Tanya Pram.

Senyum Saras berubah jadi getir.
"Ras?"

Saras menggeleng pelan.

"Kamu nggak mau masuk seni?"

"Arsitektur juga seni, kak." Jawab Saras.

"Katanya kamu mau jadi pemain celo profesional?"

Saras diam sebentar. "Iya. Tapi, tiba-tiba aku pengen yang lebih gitu, kak." Jawab Saras. "Kakak mau ya ajarin aku gambar?"

"Iya, deh. Nanti, kakak ajarin. Asalkan kamu serius, kakak mau bantu."

Saras tersenyum senang. Arsitektur Undip. Ray, setelah aku lulus, akan kucari kamu di Semarang.

✈✈

Malam berganti pagi, pagi pun kembali menjadi malam. Terus, hingga tiba waktunya perlombaan yang sudah lama Saras tunggu. Bagas datang bersama Pram, itu adalah kado terindah untuk Saras.

Sayangnya, seseorang yang dianggapnya sebagai pelengkap tak hadir. Di balik panggung, Saras memegang erat amplop hitam yang beberapa waktu lalu ingin diberikannya pada Rayhan. Saras masih berharap. Sangat berharap.

"Ras, cantik banget." Puji Bayu yang baru saja selesai menggunakan seragam lombanya.

"Makasih,"

"Ayah lo datang?"

"Iya."

"Jadi, nggak ada alasan buat lo sedih, kan?" Tanya Bayu.

"Harusnya,"

"Rayhan?"

Saras mengangkat bahunya. "Gue nggak ngasih tau dia kalau hari ini gue lomba."

"Why?"

"Nggak papa, sih. Nggak mau aja."

Bayu mengangguk. "Ke depan, yuk? Udah mau mulai." Ajak Bayu. Saras mengangguk, lalu melangkah mengikuti Bayu untuk mendengarkan instruksi pelatih.

Kelompok ABO-Muda keluar menjadi juara kedua. Peluk haru terjadi di atas panggung. Setidaknya mereka berhasil mengalahkan empat belas kontestan.

Saras diam-diam menangis. Ada perih yang menyayat hatinya. Ia ingat saat menceritakan keinginannya pada Rayhan. Ia ingat saat Rayhan duduk di tribun untuk melihatnya berlatih. Saras ingat semua, sampai ia tak bisa melupakannya.

"Ras, lo mau gabung ABO-Inti, kan?" Tanya Bayu sambil menyodorkan selembar formulir dengan logo khas ABO di sudut kirinya.

"Nggak tau," Saras menerima formulir itu dengan ragu.

"Kenapa? Kita dapat juara dua lho, kita bisa lebih mudah gabung ABO-Inti."

"Gue pengen fokus sekolah,"

"Kita masih kelas dua, Ras. Ini waktunya kita berekspresi."

"Mungkin lo bener. Dan gue akan pertimbangin," jawab Saras tersenyum.

"Gue harap lo mau gabung ABO-Inti karena lo punya bakat yang bisa dikembangin."

Saras mengangguk.

✈✈

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang