Dia menarik daguku "kenapa?" Tanyanya sembari menghapus air mataku.
Aku menatapnya kemudian menggeleng lemah dan aku memejamkan mataku untuk mencegah air mata yang terus keluar namun aku tak bisa.
Lagi, dia menghapus dengan lembut air mata di pipiku "siapa yang membuatmu menangis hm?" Tanyanya lembut
Aku tidak habis fikir dengan pria di hadapanku ini, dia benar-benar aneh. Setelah seharian di sekolah bersikap dingin padaku, saat ini malah sangat bersikap manis padaku. Iya, dia ka Fahrul, Fahrul Pratama anak kelas 12 Ipa yang orangnya menyebalkan.
"Aku kira wanita cerewet, lebay, cantik, dan selalu ceria ini tidak bisa menangis" katanya sembari terus menatap wajahku
Entahlah sejak kapan dia tahu aku ini cerewet dan lebay, padahal aku baru mengenalnya kemarin.
Kenapa bukan Arby yang berdiri di hadapanku, dan menghapus air mataku saat ini ? Batinku yang terus menginginkan kebodohan ini.
"Rul, lo anter dia pulang gih ga tega gue lihat cewe nangis kaya gini" kata ka Aldi yang ternyata ada di samping ka Fahrul.
"Aku anter kamu pulang ya, udah nangisnya. Ini idung udah kaya badut lho jadi jelek keliatannya" godanya sambil mencolek hidungku dan kembali mengusap pipiku lembut.
Aku cemberut, setidaknya ada orang yang berhasil menghiburku walau hanya sedikit.
Di depan rumahku, aku segera turun dari motor ka Fahrul dan ka Fahrul langsung pergi mungkin menyusul ka Aldi.
"Ta" panggil seseorang di belakangku
Aku segera berbalik menghadapnya "Rey?" Kataku gugup rupanya dia menungguku sejak tadi di depan rumah , aku baru menyadari ada motor Rey disini.
"Siapa barusan?"
"Ka Fahrul"
Rey mengangguk kelu "lo habis nangis?"
Aku menggeleng
"Gue minta maaf"
"Buat apa?"
"Perasaan gue ke elo. Gue janji bakalan buang perasaan itu, tapi lo masih mau temenan sama gue kan?"
"Lo masih temen baik gue Rey, maaf gue gabisa balas perasaan lo"
Rey tersenyum "gapapa, gue ngerti kalau lo sangat menyayangi Arby sahabat gue. Gue hanya menyukai lo sebatas kagum ga lebih"
"Makasih lo udah baik sama gue Rey"
***
Arby POV
Hari kedua setelah putus dengan Fita. Gue yakin dia sangat benci sama gue begitupun kedua sahabatnya, mereka sangat membenci gue. Gue akui, semua salah gue. Gue tertarik pada Yurina dan gue mulai melupakan cewe unik yang selama ini mencuri semua perhatian gue.
Gue gatau harus apa sekarang, Rey sahabat guepun seakan menjauh dari kehidupan gue. Semua orang menjauh, ya semuanya menjauh.
Sudah pukul 2 siang, dan sudah bubaran sekolah beberapa menit yang lalu. Gue dan Irvan memilih nongkrong terlebih dahulu di cafe JN yang menjadi tempat favorit para remaja modal paspasan seperti kami. Irvan teman sekelas gue , dia juga satu smp dengan gue dulu namun beda kelas.
"Ar, mau kemana?" Tanya Yurina
"Cafe JN"
"Nanti gue nyusul yaa" katanya
Gue hanya mengangguk dan mulai melajukan motor yang ibu berikan untuk gue.
Di depan pintu masuk, gue tertarik duduk di pojok ruangan yang dulu selalu menjadi tempat favorit gue dan Fita. Ya dulu.
"Itu bukannya si Fita ya" Irvan menunjuk seorang wanita berseragam putih abu-abu berambut panjang yang duduk di bangku pojok ruangan
Gue menautkan kedua alis dan berjalan ke arahnya. Sungguh demi apapun, perasaan gue terasa hancur, gue seperti lelaki paling buruk di sini , dia memang Fita dan dia sedang menangis pilu. Gue melihat layar ponselnya menampilkan vidio call dengan Firna. Fita mengatakan bahwa gue menyakitinya, dan gue melihat Firna ikut menangis disana. Gue memang berengsek, gue menyakiti orang yang dulu sangat gue perjuangkan. Ingin gue berlari kearahnya , memeluknya dan menjelaskan semuanya namun Firna telah memperingati untuk gue menjauhi Fita.
Tiba-tiba dia menghadap ke arah gue, gue melihat tatapannya sangat hancur, namun bukan hanya dia yang terluka , disini gue juga sangat terluka. Gue memilih pergi darinya karena gue tidak sanggup menahan rasa sesak melihatnya sangat terpuruk seperti itu. Gue menyayanginya, sangat menyayanginya. Namun gue sadar gue bukan siapa-siapa lagi di hidupnya.
"Lo gila sumpah lo gila Ar, lo malah ninggalin Fita yang nangis gara-gara lo. Dia sendiri Ar, sahabatnya jauh, come on Ar, dimana perasaan lo" kata Irvan dengan nada marahnya sembari terus mengikuti langkah gue
"Ar, gue tahu perjuangan lo dapetin dia gimana dulu. Lo lepas dia gara-gara Yurina ? Oke gue tahu Yurina cantik tapi lo inget waktu lo cedera saat lo futsal lawan kelas gue dulu, siapa yang paling depan bantu lo ? Fita Ar, dan argh lo biarin dia nangis ? tatapannya penuh harap Ar, tapi lo anggap dia batu!" Sambung irvan
Gue diam. Irvan tidak tahu bagaimana sulitnya gue menahan rasa ingin memeluknya, gue ingin menghapus air matanya tapi gue gabisa untuk saat ini.
"Ar, setidaknya lo hapus air matanya minta maaf sama dia jangan gini" Irvan tidak bosan terus mengoceh di telinga gue.
Gue memejamkan mata, terlintas di benak gue saat Fita sangat mengkhawatir gue, saat dia tertawa lepas dan saat dia mengatakan bahwa dia tidak ingin jauh dari gue. Irvan benar tidak seharusnya gue seperti ini. "Lo bener van, gue harus minta maaf" gue putar balik untuk kembali ke ruangan pertama cafe ini diikuti irvan yang menepuk pundak gue salut.
Gue mematung melihat ada seorang pria yang menghapus air mata Fita. Gue tidak di butuhkan , Fita tidak membutuhkan gue. Sungguh perasaan gue terasa sakit. Untuk apa gue kembali berniat menemuinya ?
***
Jelaskan, bagaimana bisa kamu dengan orang baru ?
-Arby-
*****
Makasih gaes:'
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Merubah Segalanya
Teen FictionPernahkah kamu berfikir bahwa kita akan bersama ? Dan Saat kita memulai awal kisah, saat itu aku berharap bahwa kita tidak akan bertemu akhir kisah.. Terimakasih Pernah Ada.. (Cerita perdanaku, maafkan banyak typo bertebaran, ceritanya yang mungkin...