37

147 9 0
                                    

"Gue suka sama lo"

Hening. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Fita. Yang terdengar hanya suara derungan motor dan semilir angin yang mengibaskan rambut panjang Fita yang tergerai. Fita cukup kaget dengan pengakuan Rey yang bisa di bilang tidak tepat waktu. Rey tahu Fita baru saja putus dengan Arby tapi mengapa Rey mengatakan hal itu ? Lagi pula Fita tidak menyukai Rey. Cukup sebagai teman tidak lebih.

"Gue mau turun" pinta Fita saat terdiam cukup lama.

"Kenapa?"

"Berhenti Rey"

Rey menghentikan motornya, setelah itu Fita turun dan terburu-buru melangkah menjauh. Namun Rey berhasil menarik tangan Fita saat mengejarnya.

"Lo kenapa?" Tanya Rey "maaf kalau lo ga suka sama apa yang gue katakan tadi"

Fita melepaskan genggaman tangannya , lalu masuk ke dalam angkot yang berhenti di depannya. Fita tidak habis fikir Rey akan mengatakan hal itu saat Fita masih sangat terluka oleh Arby, Fita kira Rey benar-benar tulus berteman dengannya selama ini namun ternyata tidak.

***

Fita POV

Di dalam cafe JN , aku hanya memesan satu gelas ice chocolate untuk menemaniku berdiam diri disini. Setelah turun dari motor Rey, aku tidak ingin langsung pulang ke rumah karena pikiranku sungguh sedang tidak baik. Tempat ini , tempat yang sering aku kunjungi saat aku dalam keadaan sedih, sebuah bangku paling pojok ruangan menghadap dinding yang menjadi tempat terfavorit ku. Sebuah cafe kecil yang biasa di kunjungi remaja, tidak ada yang mewah disini, semuanya sederhana namun indah, menu hargapun sangat pas untuk anak seusiaku.

Selain tempat ini yang menjadi pilihanku saat sedih, tempat inipun mengingatkanku kepada kekasihku Arby, mungkin lebih tepatnya Mantanku. Bagaimana tidak ? Dulu Arby sering mengajak ku ke tempat ini. Arby, andai saja aku tidak melihatmu dengan Yurina saat itu, mungkin saat ini aku masih bersamamu.

Aku tidak tahu , aku tidak mengerti mengapa semua harus seperti ini. Ini yang aku takutkan sejak awal. Aku hanya ingin bersahabat dengan Arby agar aku tidak kehilangan Arby seperti saat ini.

Jujur, aku benci perasaan sakit ini, rasa dimana hanya aku yang merasakannya dan aku malah harus pura-pura seakan aku baik-baik saja di depan mereka. Aku benci !

Aku menatap lurus dinding di hadapanku setelah cukup lama mengamati kursi kosong di sampingku yang biasanya duduk seseorang yang sangat membuatku berarti.

Flashback on

"Tunggu dong jangan ninggalin aku" rengekku saat kesulitan turun dari puncak kecil sedangkan yang lainnya terlihat sangat mudah melewati jalan ini.

Arby tertawa "takut banget di tinggalin aku nih"

"Ish, awas aja kalau ninggalin beneran" kesalku

"Mau di apain?" Tanyanya sambil mengulurkan tangan kanan untuk membantuku

"Maunya di apain?"

"Hem.. Bebas sih, orang aku gaakan ninggalin kamu, aku akan selalu ada buat kamu, dan kamu akan jadi satu-satu nya orang yang punya peran penting di sini" tangan kirinya menunjuk dada nya sendiri

"Males deh gombalnya" pipiku berdesir malu

Arby terkekeh dan mengajak ku segera menaiki motornya saat sudah sampai bawah. Di atas motor yang sudah mulai melaju, aku menempelkan kepalaku di punggung Arby

"Makasih untuk hari ini byy, aku beneran mau jadi satu-satunya" Bisikku

Arby tersenyum dan mengangguk.

"Aku seneng" Lanjutku dengan mata terpejam di belakangnya.

"Tugas aku emang bikin kamu seneng" kata Arby yang berhasil membuatku kembali merasa malu namun bahagia

Flashback off

Aku segera membersit air mata yang dengan lancang keluar tanpa permisi. Ternyata aku bukan satu-satunya peran penting di hati Arby, ada orang baru yang berhasil membuatnya berubah.
Hpku bergetar, ada vidio call masuk dari Firna sahabatku yang pergi jauh dari tempatku hidup saat ini.

"Itu muka jelek banget sih di tekuk gitu"

Ledeknya membuatku kesal bukan main

"Apaan sih Fir, baru nongol udah nyebelin"

Firna tersenyum di layar ponselku "apa kabar?"

Entah kenapa mendengar pertanyaan yang sudah biasa itu justru membuatku meneteskan air mata saat ini. Sudah lama aku ingin meluapkan semuanya di hadapan sahabatku Firna dan Seni. Aku membutuhkan mereka, sungguh kabarku sangat buruk.

"Eh kenapa?" _Firna

"Gue kangen sama lo" lirihku

"Lo udah janji gabakalan nangis lho ta"

Aku semakin terisak, jika saja Firna ada di sini, aku akan memeluknya dan menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Aku rapuh tanpa kedua sahabatku apalagi Arby yang ku kira akan selalu ada justru dengan mudah menyakitiku.

"Hey taa.. Udah dong" disana Firna meneteskan air mata

"Arby ninggalin gue Fir" aku menenggelamkan kepala di lipatan tanganku karena hpku dibiarkan bersandar di vas bunga di meja ku ini.

"Taa.."

Aku menatapnya "pulang Fir, gue butuh kalian" isakku lagi

"Gue pasti pulang, kita kumpul lagi ya. Entar gue kabarin Seni. Udah jangan nangis"

Aku menghapus air mata yang masih membasahi pipiku dan memaksakan untuk tersenyum sebisa mungkin "janji yaa"

Firna tidak menjawabnya namun kulihat tatapan Firna tajam disana, ku ikuti arah tatapanya kebelakangku. Dan aku mematung melihat sosok Arby yang sedang berdiri di belakangku. Dia dengan irvan teman smp kami dulu. Tatapannya sendu, seakan ada rasa bersalah disana.

Aku berdiri dari dudukku dan segera menghadapnya, mata kami saling menatap, perasaanku terasa menyakitkan karena dia tidak kunjung mengatakan apapun padaku padahal sungguh aku ingin dia menjelaskan semuanya, aku ingin Arbyku yang dulu. Mataku mulai berkaca-kaca melihat dia seperti orang asing di hadapanku. Setelah itu dia pergi tanpa sepatah katapun. Ku gigit bibir bawahku untuk menahan rasa yang sungguh aku benci. Lagi, air mataku kembali menetes tanpa permisi, perasaanku kembali terasa sakit. Untuk apa dia datang ?

Aku segera menutup panggilan vidiocall dengan Firna dan pergi mengambil tas sekolahku, aku sedikit berlari pergi dari tempat ini. Namun seseorang menabrakku mungkin bahkan aku yang menabraknya.

"Maaf" kataku

Dia menarik daguku "kenapa?" Tanyanya sembari menghapus air mataku.

***

Katakan, bagaimana bisa kamu menganggapku seperti batu ?

-Fita-

*****













Sayang kalian:'

Ketika Waktu Merubah SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang