Perdebatan ku dengan Hafi semalam tidak berujung pada kata sepakat. Aku yang tetap pada pendirian ku tidak ingin memberikan surat itu di kelas dan Hafi yang tetap pada keinginannya untuk menagih surat itu di kelas.
Dan pagi ini aku sangat gugup karena terus berpikir tentang surat yang saat ini ada di saku seragam ku. Jujur aku menyesal karena sudah memberi tau Hafi tentang surat ini, seharusnya surat ini hanyalah aku dan Allah saja yang mengetahuinya.
Langkah kaki ku berhenti karena kini aku sudah berada tepat di depan pintu kelas ku. Aku berdoa dalam hati semoga Hafi belum datang atau bahkan hari ini dia tidak masuk sekolah. Aamiin.
Aku masuk melangkah ke dalam dengan kepala yang ku tundukkan ke bawah. Aku tidak sanggup jika harus melihat Hafi yang ternyata sudah datang dan duduk di tempatnya. Untung saja tempat duduk ku berada paling depan dan dekat dengan pintu masuk jadi aku tidak perlu bersusah payah untuk duduk.
Setelah duduk di singgasana ku ini aku langsung menyibukkan diri dengan mempersiapkan buku buku untuk mata pelajaran jam pertama. Padahal waktu bel masuk masih lama karena saat ini waktu masih menunjukkan pukul 06.10 WIB. Masih ada 20 menit sebelum bel masuk dibunyikan.
"Rajin banget sih lu Bil di meja udah banyak buku begitu." ucap Putri yang baru saja datang dan langsung menempatkan diri di tempat duduk sebelahku.
"Gapapa biar rapi aja keliatannya. Oh iya Put tulisin jurnal dong." pinta ku pada Putri.
Aku meminta Putri untuk mengisi jurnal kelas di depan karena aku sudah terlanjur pw di tempat duduk ku sedangkan buku jurnal itu ada di meja guru depan.
"Engga ah tulis sendiri sana." tolak Putri
"Yaelah Put plisss sekali aja." Aku kekeh untuk meminta Putri menuliskan buku jurnal hari ini.
"Kenapa sih Bil biasanya juga lu yang nulis?" tanya Putri
"Yaudah dah. Tapi lu liat ke belakang si Hafi udah dateng belum?" Aku berbalik bertanya kepada Putri.
"Udah. Dari awal gue dateng juga tuh anak udah duduk di tempatnya. Kenapa emangnya?" jawab Putri
"Gapapa nanya aja. Yaudah gue nulis jurnal dulu." Ucapku
"Aneh lu mah. Emangnya lu gak liat si Hafi pas dateng?" tanya Putri.
"Engga." jawabku singkat lalu aku berdiri untuk menulis buku jurnal di meja guru.
Aku duduk di kursi guru untuk menulis jurnal kelas hari ini. Dari awal aku menulis hingga selesai, aku tidak sanggup untuk menatap ke depan karena posisi meja guru ini membuat ku sangat leluasa untuk melihat Hafi yang duduk di bangku paling belakang sana.
Setelah menuliskan jurnal kelas, aku kembali duduk di tempat duduk ku dan mengobrol dengan Putri untuk mengisi waktu sebelum bel berbunyi. Sesekali aku dan Putri juga mengobrol dengan Mela dan Nita yang berada di belakang tempat duduk kami. Sejujurnya rasa kecewa ku masih tersisa tapi entah kenapa aku tidak ingin menjadikan rasa kecewa ini sebagai alasan pertemanan kami terancam nantinya, jadi biarlah aku pendam sendiri saja.
"Pagi.." ucapan salam dari guru yang mengajar mata pelajaran IPA di kelas ku itu membuat aku dan Putri memutar badan kami untuk kembali menghadap depan.
Sedikit aku ceritakan jika bapak guru IPA kelas ku ini orangnya sangat santai,selalu bercanda,tingkahnya aneh,dan tidak pernah marah marah. Bahkan kami jarang sekali belajar serius dengannya. Tetapi pernah dimana saat itu dia marah kepada kelas ku karena sebuah masalah lalu dia memukulkan gagang sapu ke meja hingga patah. Tapi anehnya setelah itu dia langsung mencair lagi dan malah bercanda tentang gagang sapu yang dia patahkan seolah olah itu memang hanya bercanda. Aneh bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
HAFI & NABILA [REVISI]
Teen Fiction• Based on true story • Don't copy my story, please be creative. Happy reading. ------ Aku hanya seorang perempuan yang menyayangimu dalam diam,dalam pandangan,dan dalam doa. ---- Dia Hafi, laki-laki yang membuat hati ku jatuh dengan sikapnya yang t...