41. Yang Sebenarnya

535 40 0
                                    

Sebelum membaca, tekan tombol bintang nya terlebih dahulu.

Jangan lupa follow aku.

Don't be a silent reader.

Selamat Membaca.

-----

FLASHBACK ON.

Suara dering ponsel berbunyi.

Hafi yang saat ini sedang berkumpul bersama teman temannya, mengambil ponsel di saku jaket yang ia kenakan.

Siska.

Nama itu yang terpampang di layar ponsel Hafi.

“Halo, Siska?” Tanya Hafi setelah mengangkat telepon itu.

“Hiks hiks hiks.” Tangisan terdengar di ujung sana.

“Sis, kamu kenapa?” Tanya Hafi yang bingung mendengar tangisan teman nya itu.

Hafi memilih untuk menyingkir dari teman temannya.

“Hafi.. hiks hiks.. aku… aku hamil, Fi.”ucap Siska dengan terbata bata.

“HAH?! Sis, kamu bercanda kan?! Kamu hamil anak siapa,Sis? Siapa yang hamilin kamu?” Tanya Hafi bertubi tubi.

“Aku ngelakuin ‘itu’ sama pacar aku, Fi. Tapi saat aku bilang kalau aku hamil, dia menghilang gitu aja, Fi. Dan mama aku udah tau keadaan aku, Fi. Aku.. aku diusir sama mama aku, Fi. Aku bingung, aku gak tau lagi harus gimana?” jelas Siska yang masih tersedu sedu.

“Terus sekarang kamu dimana?” Tanya Hafi.

“Aku ada di rumah teman aku, Fi. Tapi, aku berniat untuk ke Jakarta karena aku gak bisa lama lama di sini, aku mau cari pacar aku. Aku dapat info kalau dia ke Jakarta dari temannya.” Jawab Siska.

“Yaudah kalau gitu, besok saya jemput kamu, ya?” tawar Hafi.

“Beneran, Fi?”

“Iya, Siska. Sekarang kamu tenangin diri kamu di rumah teman kamu ya. Besok saya jemput kamu.”

“Iya, Fi. Makasih banyak ya, Fi. Aku beruntung banget punya teman kayak kamu.”

“Iya, Siska. Yaudah saya tutup dulu ya.”

FLASHBACK OFF.

-----

“Dan besoknya, saya jemput dia. Saya gak bermaksud sama sekali untuk ninggalin kamu, Bil. Saya benar benar lupa, kalau saya harus jemput Siska, makanya saya ngajakin kamu jalan waktu itu.”

Hafi menceritakan yang sebenarnya kepada Nabila.

“Jadi, Siska bukan hamil anak kamu?” Tanya Nabila.

Hafi menggenggam kedua tangan Nabila.

“Bukan, Bil. Saya sama Siska cuma teman,kami sudah berteman dari lama, saya tau kalau saya cowok nakal, bandel, tapi saya gak mungkin ngelakuin hal kayak gitu ke cewek, Bil. Kamu percaya kan sama saya?”

“Iya, Fi. Nabila percaya kok sama Hafi. Tapi, Fi, kenapa waktu itu Siska ngakunya dia hamil anak kamu?”

“Jadi, waktu itu dia bilang sama saya, kalau dia udah nemuin pacarnya itu. Tapi, Bil, dia gak mau tanggung jawab ke Siska. Terus Siska bener bener kacau saat itu, saya mencoba nenangin dia, saya bilang sama dia kalau saya akan terus dampingi dan selalu ada buat dia, tapi dia salah paham sama omongan saya, Bil. Makanya waktu itu dia bilang kalau itu anak saya.” Jelas Hafi.

“Saya benar benar gak ada maksud untuk ngasih harapan ke dia, Bil. Saya cuma mau nenangin dia, saya gak tega ngeliat keadaan dia, Bil. Di saat kayak gitu, gak ada satu orang pun di samping dia, bahkan kedua orang tuanya pun enggak ada.” Lanjutnya.

“Ya Allah kasihan banget ya, Siska. Nabila gak bisa ngebayangin kalau Nabila ada ada di posisi dia.” Ucap Nabila.

Sstt kamu gak boleh ngomong gitu, kamu gak akan sendirian, Bil, inget kamu punya saya di sini.” Balas Hafi.

Nabila melepas kedua tangannya yang digenggam oleh Hafi.

GREP.

“Maafin Nabila ya, Fi. Nabila tau Nabila salah, karena Nabila gak mau dengerin penjelasannya Hafi dulu, Nabila harusnya percaya sama Hafi dari awal, bukannya menghindar dari Hafi.”

Hafi membalas pelukan cewek itu. Jujur, Hafi sangat terkejut dengan perlakuan Nabila itu, tapi ia mengerti bahwa Nabila sedang berada di masa dia merasa bersalah.

“Saya maklumi Bil, kalau kamu bersikap kayak gitu. Ini juga salah saya, karena harusnya dari awal saya ceritain ini semua ke kamu. Maafin saya juga ya, Bil.” Ucap Hafi.

Nabila mengangguk di sela sela pelukannya itu.

“Ini gak mau dilepas, nih?” ledek Hafi.

Nabila menggeleng “Nabila masih kangen sama Hafi.”

Hafi terkekeh dan beralih mengusap pelan kepala Nabila “Siapa suruh gak mau ketemu saya?”

“Ihh Hafi..”

“Hahahaha… lucu banget sih kamu, pacarnya siapa?”

“Gak tau, gak punya pacar.”

Hafi terdiam. Ia lupa jika waktu itu Nabila memutuskan hubungan mereka.

Tanpa sepengetahuan Hafi, Nabila tersenyum geli setelah tidak mendengar balasan apapun dari cowok itu. Tentu saja Nabila masih ingat, bahwa saat itu ia memutuskan Hafi, dan walaupun dia dan Hafi sudah berbaikan, tetapi belum ada kata “balikan” di antara mereka.

Suara dering ponsel berbunyi,
Hafi melepaskan pelukannya dan mengambil ponsel di saku jaketnya.

“Siapa Fi?” Tanya Nabila yang penasaran melihat Hafi terdiam melihat penelpon di ponselnya.

Bukannya menjawab, Hafi malah menunjukkan ponselnya ke hadapan Nabila.

Siska.

“Angkat aja, Fi. Siapa tau penting, kan kamu sendiri yang bilang kalau saat ini dia lagi sendirian, mungkin dia lagi butuh kamu, Fi.” Ucap Nabila.

“Tapi Bil---“

“Kenapa? Takut Nabila cemburu?”

Hafi mengangguk.

“Nabila percaya sama Hafi, dan lagipula kan Nabila udah tau semuanya. Jadi, angkat aja ya teleponnya.”

“Yaudah saya loud speaker ya biar kamu juga ikut denger.”

Haaafiii.”

Nabila dan Hafi kaget bercampur cemas mendengar nada ucapan Siska yang terbata bata itu.

“Sis, kamu kenapa?” Tanya Hafi.

Fi too-loong aku Fi. Sa—aakiiit Fi.”

“Sis kamu kenapa, Sis?”

Hafi dan Nabila semakin panik karena mendengar rintihan Siska. Setelahnya tidak ada lagi suara dari Siska.

“Fi, kita harus samperin Siska, Fi. Dia lagi butuh pertolongan kita.” Ucap Nabila panik.

“Iya Bil, tapi saya sendiri aja, kamu di sini. Saya gak mau kamu kenapa kenapa, inget kamu juga baru sembuh.” Ucap Hafi.

“Enggak Fi, enggak. Pokoknya Nabila mau ikut kamu, lagian Fi, apa kamu gak denger kalau tadi Siska kesakitan, kalau Siska kenapa kenapa nanti, aku yang bakal bawa Siska naik mobil online, gak mungkin kan kalau kamu bawa dia naik motor.” Jelas Nabila.

“Yaudah tapi kalau ngerasa sakit atau apa, kamu langsung bilang ya sama saya. Jangan diem aja.” Ucap Hafi.

“Iya Fi, iya. Yaudah ayo cepetan nanti Siska keburu kenapa kenapa.”

Setelah izin ke Mama dan Mbah nya Nabila, Hafi dan Nabila pun bergegas keluar rumah dan menuju ke tempat tinggal Siska saat ini.

-----

“Fi, aku pesen mobil nya sekarang aja ya, biar nanti pas sampe, kita bisa langsung bawa Siska ke rumah sakit.”

“Iya, Bil.”

Di kontrakan Siska.

“Pak, tunggu sebentar ya.” Ucap Nabila pada supir mobil yang ia pesan.

Hafi dan Nabila pun masuk ke dalam kontrakan Siska.

“SISKAA!!”

Hafi dan Nabila berteriak bersamaan setelah melihat Siska yang sudah tergeletak di lantai bawah tangga dengan darah yang mengalir di kedua kakinya.

“Cepet gendong dia, Fi. Bawa dia ke mobil.” Ucap Nabila.

Hafi pun menggendong Siska dan membawanya ke mobil yang sudah siap di depan rumah itu.

Nabila segera menyusul Hafi setelah mengambil ponsel yang terletak tak jauh dari Siska tadi.

“Pak bawanya cepetan tapi tetep hati hati ya, Pak. Inget, Bapak bawa orang sakit dan pacar saya.” Pesan Hafi kepada supir itu.

“Iya Dek, saya akan tetap hati hati.”

-----

Di rumah sakit.

“Fi aku takut…” ucap Nabila.

Setelah keduanya membawa Siska ke rumah sakit, perempuan itu langsung mendapat penanganan dari pihak rumah sakit. Saat ini, Nabila dan Hafi sedang berada di luar ruangan menunggu dokter yang menangani Siska keluar.

Hafi merengkuh Nabila yang terlihat sangat ketakutan melihat keadaan Siska tadi.

“Kamu yang tenang ya, kita berdoa sama sama biar Siska baik baik aja.” Ucap Hafi.

Tak lama kemudian dokter pun keluar dari ruangan.

“Dok gimana keadaan teman saya?” Tanya Hafi.

“Teman kamu mengalami keguguran karena kandungannya masih sangat muda dan rentan.” Jawab dokter.

Hafi dan Nabila kaget mendengar ucapan dokter itu.

“Lalu bagaimana keadaannya sekarang, Dok?” Tanya Nabila.

“Kami harus segera melakukan tindakan untuk mengeluarkan janin di dalam kandungannya. Jika tidak, maka keadaan pasien akan semakin parah.” Jawab dokter.

“Tapi, kami butuh persetujuan dari keluarga pasien sebelum melakukan tindakan. Apa kalian punya kontak keluarganya? Saya yang akan menghubungi dan menjelaskan ke keluarga pasien.” Lanjutnya.

Nabila langsung teringat akan ponsel Siska yang ia ambil tadi. Ia merogoh tas nya dan menyerahkan ponsel Siska kepada Hafi.

“Ini ponsel Siska, Fi. Coba kamu telepon orang tuanya baru nanti kasih ke dokter biar dokter yang jelasin.” Ucap Nabila.

Hafi mengangguk. Ia pun mencoba mencari kontak orang tua Siska, untung saja ponselnya tidak dikunci.

“Assalamualaikum.” Ucap Hafi setelah telepon itu diangkat oleh ibu nya Siska.

Wa’alaikumussalam. Maaf tapi kamu siapa ya? Ini ponsel anak saya, tapi kenapa ada di kamu? Dimana anak saya?”

“Halo Tante, ini saya Hafi, temannya Siska. Anak tante jatuh dari tangga dan keguguran, sekarang lagi ada di rumah sakit, untuk lebih jelasnya, tante ngomong langsung sama dokternya ya, Tante.” Ucap Hafi.
Hafi menyerahkan ponsel Siska kepada dokter.

“Selamat siang Bu, saya dokter yang menangani anak Ibu.” Ucap dokter.

Bagaimana keadaan anak saya,Dok?"

“Kami dari pihak rumah sakit harus segera mengambil tindakan untuk mengeluarkan janin dari kandungan anak Ibu, tetapi kami butuh persetujuan dari pihak keluarga pasien Bu.” Jawab dokter.

Lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok. Saya juga akan segera ke sana. Saya mohon Dok, selamatkan anak saya.”

“Baik Bu, saya akan melakukan yang terbaik.”

Panggilan berakhir.

“Gimana, Dok?” Tanya Nabila.

“Pihak keluarga sudah setuju dan akan segera ke sini. Kami akan segera melakukan operasi untuk mengeluarkan janin dari kandungan pasien.” Jawab Dokter.

“Lakukan yang terbaik untuk teman saya, Dok.” Ucap Hafi.

“Baiklah, kami akan mempersiapkan semuanya.  Saya permisi dulu.” Pamit dokter.

Hafi dan Nabila kembali duduk di kursi tunggu.

“Kita ke kantin dulu yuk, Bil. Kamu belum makan dari tadi.” Ucap Hafi.

“Tapi Siska gimana, Fi?”

“Siska udah ditangani sama dokter, Bil. Ayuk, Bil, saya gak mau kamu kenapa kenapa.”

“Iya iya, yaudah yuk.”

Kedua insan tersebut pun beranjak dari kursi tunggu dan menuju kantin rumah sakit yang menjadi tujuan mereka.

-----

To be continued.

-----

HAFI & NABILA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang