10. Nabrak Tukang Kerupuk (Nabila)

819 43 0
                                    

Waktu sudah berjalan hampir dua jam sejak aku dan kelompok ku mulai mengerjakan tugas PKn kami. Seperti kerja kelompok pada umumnya, nama nya saja kerja kelompok padahal yang mengerjakan hanya beberapa dari anggota kelompok saja. Sedangkan yang lain ada yang hanya bantu doa, bantu liatin, dan bahkan hanya ada yang numpang nama saja alias tidak kerja sama sekali.

Materi yang sedang dikerjakan kelompok kami adalah sejarah tentang perumusan Pancasila. Aku,Putri,dan Dinda bertugas mencari materi di internet lalu kami copy paste ke dalam powerpoint kelompok kami. Sedangkan Aurel,Nita,dan Mela mencari materi tambahan di buku paket dan mengedit powerpoint nya. Lalu Fadli juga membantu untuk mengetik dan untuk Hafi.. dia membantu ya walaupun hanya sedikit sekali. Sisanya dia hanya tiduran di sofa sambil bermain ponsel dan menyanyi nyanyi tidak jelas.

"Eh ayuk makan dulu semuanya baru nanti lanjut lagi." ucap Mama Aurel yang sudah menyiapkan hidangan nasi goreng untuk kami.

"Iya Tante." sahut kami.

Akhirnya aku dan teman teman menunda kerja kelompok kami untuk makan terlebih dahulu. Lalu sesudahnya kami mengobrol,bercanda,bergurau bersama sebelum benar benar menyelesaikan tugas kelompoknya.

Kini waktu sudah menunjukan pukul 15.00 WIB dan itu artinya kami sudah menghabiskan waktu kurang lebih empat jam di rumah Aurel.

Setelah merapikan perlengkapan perlengkapan yang kami gunakan saat mengerjakan tugas tadi, kami pamitan dengan Mama Aurel.

"Tante pamit ya." ucap Nita

"Iya Tante pamit ya, maaf ngerepotin." ucapku

"Pamit Tante." ucap Putri yang diikuti oleh Mela,Fadli,dan Hafi.

"Iya hati hati ya bawa motornya." Ujar Mama Aurel

"Iya Tante. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Setelah pamit dengan Mama Aurel, kami pun berjalan ke luar rumah yang tetap ditemani oleh Aurel dan Dinda.

"Yaudah kita pamit ya Rel. Thanks ya." Ucap Nita

"Iya sama sama. Hati hati ya." Ucap Aurel.

Lalu kami yang lain pun pamit kepada Aurel. Dan setelahnya kami mulai meninggalkan rumah Aurel yang dipimpin oleh motor Fadli di paling depan dan motor Hafi yang bersama dengan ku berada di paling belakang.

Lagi lagi Hafi memilih jalan yang berbeda dengan jalan yang dilalui oleh Fadli dan Nita. Aku tidak mengerti mengapa Hafi harus memilih jalan yang berbeda.

"Fi, ini mau lewat mana sih?" tanya ku pada Hafi karena kini jalanan yang aku dan Hafi lalui berada di pinggir sungai alias kali.

"Lewat jalan cepet. Udah jangan bawel deh." jawab Hafi

"Yaudah sih kan gue nanya. Awas aja kalo malah bikin kesasar." ancam ku

"Iya bawel." balasnya

Aku sedikit takut karena Hafi mengendarai motornya dengan kecepatan yang cukup tinggi ditambah lagi saat ini kami sedang di jalan yang sebelahnya jelas jelas adalah kali.

"Fi pelan pelan ih bawanya." ucap ku

"Kalo pelan gak nyampe nyampe nanti." jawabnya

"Ya gak pelan banget juga tapi biasa aja gitu, gak usah ngebut ngebut kayak gini." ucapku

"Ini gak ngebut Nabila. Udah jangan bawel, pegangan aja yang kenceng." ucapnya

Aku mempererat pegangan ku pada tas Hafi, sebenarnya aku tidak sepenuhnya memegang tas Hafi karena aku merasakan tangan ku pun menyentuh pinggang Hafi. Tapi aku hiraukan saja, aku pikir juga Hafi tidak sadar akan hal ini.

Brakk

Aku terkejut karena motor Hafi ternyata menabrak tukang kerupuk yang muncul dari tikungan arah sebelah kanan. Tukang kerupuk itu tidak sepenuhnya jatuh tapi tetap saja aku merasa tidak enak karena sudah menabraknya.

"Maaf ya Pak." ucap Hafi

"Iya dek. Lain kali bawanya pelan pelan aja." ujar bapak tukang kerupuk itu.

"Iya Pak." Jawab Hafi

"Maaf ya Pak." ucap ku yang diangguki oleh tukang kerupuk itu.

Setelahnya aku dan Hafi kembali melanjutkan perjalanan kami.

"Ih tuh kan nabrak tukang kerupuk. Lu sih dibilang bawanya pelan pelan aja." kesal ku kepada Hafi.

"Yaudah kan udah minta maaf tadi." jawabnya

"Iya tapi kan tetep aja kasihan tau bapaknya. Untung aja gak jatuh bapaknya." Lagi lagi aku mengeluarkan kekesalan ku pada Hafi.

"Iya Nabila." balasnya yang seperti nya memang tidak mau berdebat dengan ku.

Di perjalanan akhirnya aku dan Hafi kembali bertemu dengan motor Nita dan Fadli. Kami sepakat untuk berhenti dulu di depan gang sekolah.

"Jadi kita pisah disini ya, gue mau nganter si Mela dulu." ucap Nita

"Yaudah hati hati ya." Ucap ku

"Iya. Yaudah duluan ya. Hafi, Fadli anterin tuh sampe rumah." ujar Nita sebelum benar benar meninggalkan aku, Putri,Fadli,dan Hafi.

"Lo mau gue anterin sampe rumah Put?" tanya Fadli

"Engga usah. Anterin gue sampe lampu merah depan aja, gue mau ketemuan sama Ardhan soalnya." jawab Nita

Oh iya untuk Ardhan. Fyi, Ardhan itu pacarnya Putri. Dia satu sekolah dengan aku dan Putri tetapi tidak satu kelas. Putri dan Ardhan sudah berpacaran kurang lebih satu tahun ini. Mereka sangat cocok sama serasi, ditambah Ardhan adalah sosok yang cukup sabar untuk menghadapi perempuan galak kayak nan aneh kayak Putri. Hehehe.

"Oh yaudah gue anterin sampe depan ya." ucap Fadli

"Iya." jawab Putri

"Bila, gue sama Fadli duluan ya. Lo hati hati nanti pulangnya." Lanjut Putri

"Iya Put, hati hati juga ya." ucapku

"Iya." Jawab Putri

"Bila, Hafi duluan ya." Ucap Fadli

"Iya Fadli." Jawabku. Sedangkan Hafi hanya mengangguk singkat

Dan kini hanya tersisa aku dan Hafi.

"Lo mau gue anterin sampe rumah?" tanya Hafi

"Engga usah, rumah gue jauh kasihan lu nya nanti baliknya ribet." Jawabku

"Yaelah, emang dimana sih rumah lu?" tanya nya lagi

"Di otista,deket kampung Melayu." Jawabku

"Buset jauh juga ya." ucap Hafi

"Emang jauh. Udah makanya lo anterin gue sampe lampu merah depan aja biar gue nanti lanjut naik angkot." jelasku

"Seriusan gapapa?" tanya Hafi

"Iya gapapa santai aja." jawabku

Akhirnya aku pun diantarkan Hafi hingga lampu merah. Lalu aku turun dari motor Hafi untuk lanjut naik angkot ke arah rumah ku.

"Makasih ya Hafi." ucap ku setelah turun dari motor Hafi.

"Iya sama sama. Lo hati hati ya, gue duluan." Ucap Hafi

"Iya. Hati hati juga." balasku

Setelahnya Hafi pun kembali melajukan motornya, sedangkan aku berjalan ke arah pinggir jalan raya untuk mencari angkot yang akan aku naiki. Dan setelah menaiki angkot, aku melihat Hafi dari kaca angkot. Ya Hafi belum menghilang dari pandangan ku karena memang saat ini aku dan dia sama sama sedang terjebak lampu merah walaupun berbeda arah.

Tapi tak lama setelahnya lampu merah di Hafi lebih dulu berganti hijau hingga dia lebih duluan jalan dibanding angkot ku. Aku terus memandangi nya hingga ia benar-benar menghilang dari pandanganku. Jujur hari ini aku merasa sangat senang karena berkesempatan untuk dibonceng oleh Hafi. Sesekali aku senyum senyum sendiri tak karuan jika mengingat saat dibonceng Hafi tadi. Ah, rasanya baru tadi aku dibonceng Hafi lalu saat ini kami sudah berpisah saja. Waktu memang berjalan begitu cepat saat di masa masa bahagia seperti ini.

HAFI & NABILA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang