29. Perasaan

598 39 0
                                    

“Bil nanti kalau PKL lu jangan kangen sama gue ya,”

“Ya walaupun gue tau, gue tuh orangnya ngangenin.”

Ucapan tiba tiba yang keluar dari mulut seorang Ira, membuat Nabila yang tadinya sedang sibuk menulis catatan yang dia contek dari punya Ira itu pun menoleh.

Nabila mendelik mendengar ucapan sahabatnya itu “Lu kali yang kangen sama gue nanti,”

“AHHH GAK KETEMU TIGA BULAAN BIILL.” Ucap keras Ira yang sembari memeluk Nabila dari samping.

“Tuh kan emang dasarnya gue ngangenin ya gini.” Nabila terkekeh.

“Auah…” ucap Ira dan melepas pelukannya itu sedangkan Nabila melanjutkan catatannya.

Nabila memang tergolong murid yang pintar dan rajin, tetapi jika masalah catatan yang di dikte, ia lebih memilih melihat punya Ira karena tulisan catatan Ira selalu rapi.

Btw Bil, lu masih chatan sama Hafi?” Tanya Ira.

Sudah terhitung sebulan ini Nabila kembali berkomunikasi terus dengan Hafi.

“Masih.” Jawab singkat Nabila tanpa melihat lawan bicaranya itu.

“Terus.. deket lagi dong lu sama dia?”

“Hmm engga tau, gue juga chatan biasa aja kok sama dia.”

“Apanya yang biasa, kalau udah chatan sama Hafi lu pasti senyam senyum sendiri dah, gak mungkin biasa aja itu mah.” Bantah Ira.

“Mungkin itu karena gue chatan sama orang yang gue suka.” Jawab santai Nabila.

“Kok bisa sih Bil lu suka sama Hafi sampai setahun gini, ya kan lu gak pernah komunikasi apalagi ketemu sama dia sejak acara graduation itu. Tapi perasaan lu sama dia masih tetep sama gitu?” Tanya Ira yang membuat Nabila menghentikan kegiatan menulisnya dan beralih menghadap teman sebangkunya.

Nabila terkekeh kecil, sepertinya ia sudah terbiasa dengan pertanyaan seperti ini.

“Lu orang kesekian yang nanya kayak gitu tau Ra.”

“Ya abisnya lu, gue gak ngerti aja sama pikiran lu. Lagian gue juga masih gak ngerti, orang kayak lu bisa suka sama yang kayak Hafi.” Balas Ira.

“Ini bukan soal pikiran Ra, tapi soal perasaan. Kalau boleh milih, gue juga maunya move on dari Hafi, bahkan sejak Hafi pacaran sama Milla, gue sudah berusaha untuk move on dari dia. Tapi itu semua susah Ra, Hafi itu cowok pertama yang memberikan gue kenangan seindah itu. Dua bulan gue deket sama Hafi mungkin bukan waktu yang lama, tapi bagi gue itu berharga, karena baru kali ini gue bisa ngerasain benar benar dekat sama cowok yang gue suka. Contohnya, Hafi itu cowok pertama yang boncengin gue, Ra. Jadi saat gue dekat sama Hafi, gue ngalamin hal-hal yang belum pernah gue rasain sebelumnya.” Jelas panjang Nabila yang membuat Ira menyimak dengan baik.

“Mungkin kalian mikir, kenapa sih gue kok mau sama Hafi? Perasaan itu bukan tentang siapa sih orang yang kita suka, tapi kalau hati udah milih, ya gue bisa apa?  Bahkan kalau gue boleh jujur, saat ini perasaan gue udah naik ke tingkat dimana gue sayang sama dia.” Lanjutnya.

“Tapi kan lu gak pernah ketemu sama dia lagi Bil, kok bisa perasaan lu malah nambah gitu bukannya hilang?” Tanya Ira lagi.

Nah kalau yang itu sih gue juga gak ngerti ya sama perasaan gue. Selama di SMK ini gue juga beberapa kali kayak kagum sama cowok di sini, tapi tetap aja saat gue merasa gue suka sama cowok itu, gue malah membandingkan cowok itu dengan Hafi. Dan gue gak bodoh kalau itu pertanda bahwa perasaan gue belum bisa lepas dari Hafi.” Jawab Nabila.

“Gilaaaa, gak ngerti lagi gue sama lu Bil, antara kagum karena lu bisa sesetia dan setulus itu, tapi juga ngerasa ya… gue kan juga pengennya lu dapetin cowok yang tulus juga sama lu Bil.” Ujar Ira.

“Iya, gue ngerti kok hehehe. Udahlah biarin semuanya berjalan aja, gue juga gak terlalu mikirin tentang hal itu ya walaupun gue juga sering galau gara-gara itu, tapi gue gak mau sekolah gue keganggu hal kayak gitu.” Ujar Nabila.

Ah lu mah udah pinter, udah tuh lanjut nyatet nya.” Balas Ira dan menunjuk catatan Nabila yang masih belum selesai.

“Lu sih ngajakin gue ngobrol mulu.” Balas Nabila lalu melanjutkan menulis catatannya yang sedikit lagi selesai.

Ira tertawa keci “Ya sapa suruh ngeladenin. Tapi gak mungkin gak diladenin sih, kan tentang Hafi, ya gak?”

“Serah lu.”

-----

Oktober.

Bulan ini menjadi bulan terakhir Nabila menjalankan kegiatan PKL nya. Tepatnya tinggal seminggu lagi PKL nya akan selesai. Tiga bulan menjadi bulan yang sangat terasa bagi Nabila, karena selama PKL ia mendapatkan posisi yang memiliki banyak tugas di kantor tempat PKL nya.

Itulah yang membuatnya sedikit tidak betah di kantornya, dan ingin cepat-cepat kembali ke sekolah. Rindu bersama teman-temannya juga menjadi alasan lain.

Hafi : Kamu udah pulang Bil?

Nabila melihat pesan yang diterimanya sejak sejam yang lalu, tetapi karena pekerjaannya baru selesai, ia baru melihatnya sekarang.

Nabila : Ini baru selesai, Nabila juga baru mau pesen ojol.

Hafi : Ya udah, Nabila hati-hati ya.

Nabila : Iya siap

Lima bulan terus berkomunikasi dengan Hafi membuat Nabila dan cowok itu semakin dekat, bahkan kedekatan mereka lebih dari yang dulu.

Dan sudah sebulan ini, Hafi merubah panggilannya, entahlah kenapa tapi dia merubah gaya bahasanya menjadi saya-kamu, tak hanya kepada Nabila, tetapi juga kepada orang lain.

Sedangkan Nabila, karena Hafi merubah bahasanya menjadi lebih sopan, merasa tak enak jika Nabila tetap menggunakan lo-gue, maka dia merubahnya juga menjadi nama. Seperti percakapan di atas Nabila-Hafi.

Hafi : Kalau udah di rumah kabarin saya ya Bil.

Pesan itu tak langsung dibalas oleh Nabila, karena abang ojol yang dipesannya sudah sampai. Dan dia pun meninggalkan tempat PKL nya itu bersama abang ojol.

---

Kedekatan Hafi dan Nabila mungkin memang hanya sekedar lewat aplikasi chat, tetapi hal itu membuat perasaan antara keduanya semakin tumbuh begitu saja.

Mungkin Hafi belum sepenuhnya suka dengan Nabila, tetapi di sana pun tanpa diketahui oleh Nabila, Hafi merasa selalu ingin bertemu dengan Nabila.

Dan mungkin hal itu akan terwujud sebentar lagi.

HAFI & NABILA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang