35. Keluarga & Sahabat

573 43 0
                                    

NOTE!!!

Sebelum membaca cerita ini, harap untuk memencet bintang nya lebih dulu.

Jangan lupa follow aku.

Don't be a silent reader....

Selamat membaca!!!

-----

Dark Café

Suasana di dalam kafe yang tak begitu ramai membuat kafe ini menjadi sangat nyaman bagi siapa aja yang mengunjunginya.

Beragam aktivitas yang dilakukan oleh para pengunjung di kafe ini. Seperti berkumpul dengan teman-teman, makan bersama dengan gebetan atau pacar, bahkan ada pula yang menyendiri dengan berfokus pada laptop yang ada di hadapannya.

Dari sekian banyaknya opsi aktivitas itu, ada sekelompok remaja perempuan yang berjumlah sepuluh orang itu tampak tengah memilih opsi pertama.

Mereka adalah Nabila, Putri, Ira, Ziya, Salsa, Nita, Dinda, Mela, Riska, dan Aulia. Para sahabat Nabila dari SMP dan SMK ini berkumpul, jangan terheran karena memang mereka semua sudah saling mengenal bahkan ini sudah pertemuan ketiga bagi mereka.

Hanya saja ada yang kurang di pertemuan kali ini karena tidak ada Aurel, April, Yuni, dan Novi. Mereka tak bisa hadir karena alasannya masing-masing.

“Jadi dia beneran nembak lo,Bil?"
Pertanyaan itu berasal dari Putri setelah mendengar penuturan cerita dari Nabila.

Nabila menceritakan tentang Hafi yang menyatakan perasaannya dan meminta Nabila untuk menjadi pacarnya kemarin.

Tatapan kaget dan tak percaya itu semua terlihat dari para sahabat Nabila ini. Memang sih Nabila sudah dekat dengan Hafi tetapi mereka tetap saja merasa terkejut mungkin karena Hafi yang begitu tiba-tiba ini.

Nabila mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan Putri.

“Terus sampe sekarang lo beneran belum jawab?” kini giliran Ira yang bersuara.

“Belum, kayak yang tadi gue ceritain. Gue bakal ngasih dia jawaban itu lusa, hari Senin pas dia jemput gue.” Jawab Nabila.

“Dan nyokap lo setuju?” Tanya Dinda

“Iya, semalem sih nyokap gue katanya gak keberatan. Asalkan Hafi dan hubungan ini gak membawa pengaruh buruk buat gue, terutama sekolah gue.” Jawab Nabila.

FLASHBACK

Pukul 21.45 WIB.

Nabila terlihat sudah siap untuk tidur tetapi pikirannya seperti belum mengizinkannya untuk tidur.

Dia masih memikirkan tentang ucapan Hafi tadi. Rasanya masih seperti mimpi, cowok yang selama ini dia suka sekarang memintanya untuk menjadi pacarnya. Tentu Nabila tak munafik bahwa dia sangat bahagia karena kini cintanya tak bertepuk sebelah tangan lagi.

Tetapi di sisi lain, Nabila juga masih bingung untuk menerima Hafi menjadi pacarnya. Banyak hal yang ada di otak nya yang menganggu pikirannya dan seolah menyuruhnya untuk tak terburu buru mengambil keputusan.

Besok Nabila akan berkumpul dengan para sahabatnya dan ia akan menceritakan semua hal ini kepada mereka lalu meminta pendapat mereka.

Walau Nabila tau jika sahabatnya itu tak akan keberatan jika ia berpacaran dengan Hafi, teruntuk sahabat SMP nya, mereka tak lagi seperti dulu yang seolah melarang Nabila berpacaran dengan Hafi, seiring waktu berjalan mereka sudah rela dengan itu semua asalkan Hafi tak menyakiti sahabatnya itu.

Otaknya lalu mengajaknya berpikir lagi, jika sahabatnya setuju lalu ada satu pihak lagi yang harus ikut serta dalam ia mengambil keputusan ini. Dan dia adalah Mama nya.

Lalu dengan tekad nya ia turun dari kasurnya dan turun ke bawah menuju dapur. Ia tau mama nya belum di kamar karena Mama nya masih membantu Mbah nya memasak untuk keperluan dagang besok hari.

Fyi, keluarga Nabila tak bisa dikatakan keluarga yang sangat mampu karena sejujurnya keluarganya itu tak jarang mendapat kesulitan di masalah keuangan. Sudah tak memiliki seorang kepala keluarga, yang menjadi alasan keluarga itu hidup hanya dengan sebatas berkecukupan dari hasil dagang Mbah dan Mama nya.

Mama Nabila pun tak kerja karena usia nya yang sudah memasuki kepala empat dan membuatnya sulit untuk mencari pekerjaan. Tetapi semua memang harus tetap disyukuri, walaupun hidup tak bergelimang kemewahan, keluarga Nabila masih mampu untuk hidup dan Mama serta Mbah nya masih mampu menghidupi anak cucu mereka itu karena hasil dagangan mereka yang juga cukup banyak.

“Hmm Ma…” panggil Nabila dengan ragu.

Mama nya pun menoleh ke arah putrinya itu. “Iya Kak, ada apa kok belum tidur?”

“Iya mau ngomong sama Mama, sama Mbah juga.” Ucap Nabila.

“Yaudah kamu mau ngomong apa malem malem begini?” Tanya Mama Nabila.

Lalu Mama dan Mbah nya itu menghentikan sejenak pekerjaan mereka dan duduk bersama dengan Nabila di meja makan.

“Iya boleh pacaran gak Ma, Mbah?” Tanya Nabila.

Tatapan bingung dan kaget itu pun langsung nampak dari wajah Mama dan Mbahnya.

“Kamu pacaran, Kak?” Tanya Mama Nabila.

“Belum Ma, tapi tadi pas anterin Iya pulang, Hafi nembak Iya. Dia bilang dia suka sama Iya, dia sayang sama Iya, dan dia mau Iya jadi pacarnya. Tapi Iya belum jawab karena Iya mau Tanya Mama, Mbah dan teman teman Iya yang lainnya dulu sebelum ngambil keputusan itu.” Jawab Nabila.

Mama dan Mbah Nabila itu tampak berpandangan satu sama lain dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Nabila. Lalu mereka kembali menatap Nabila yang sedang menunggu jawaban itu.

“Menurut Mama, Hafi itu anak yang baik. Ya, walaupun Mama tau dia anaknya bandel, tapi Hafi itu sepertinya orang yang dapat dipercaya. Walaupun dia bandel, itu wajar karena dia cowok. Mama dan Mbah gak larang kamu untuk pacaran, asalkan kamu harus tetap mengutamakan kewajiban kamu, jangan sampai ganggu sekolah kamu. Itu pesan Mama dan Mbah. Ya kan Ma?”

“Iya Kak, kamu harus tetap jadi anak yang baik. Jangan setelah kamu pacaran nanti, kamu berubah menjadi lebih buruk, kamu harus menjadikan hubungan kamu itu membawa pengaruh baik untuk kehidupan kamu.” Tambah Mbah Nabila.

Nabila tersenyum lega mendengar ucapan Mama dan Mbah nya itu.  Ia lantas bangkit dari kursinya dan memeluk kedua orang yang sangat ia sayangi itu.

“Makasih ya Ma, Mbah. Iya janji Iya gak akan melalaikan kewajiban Iya untuk belajar.” Ujar Nabila.

FLASHBACK OFF

“Gini Bil, lo suka kan sama Hafi?” Tanya Salsa.

“Iya.”

“Lo sayang kan sama dia?”

“Iya.”

“Jujur dari hati lo yang paling dalam. Lo mau kan jadi pacar dia?”

“Iya, mau.”

“Terus apalagi yang harus lo pikirin Bil. Perasaan lo sama dia udah gak usah diragukan lagi, nyokap lo juga udah setuju, terus apalagi? Pendapat kita kita?”

“Iya, gimana pun kalian sahabat gue. Gue juga mau denger pendapat lo lo pada juga.”

Sembilan sahabat Nabila itu terlihat menatap satu sama lain lalu tertawa secara tiba-tiba secara bersamaan.

“Kok malah pada ketawa sih?” Tanya Nabila yang bingung melihat tingkah para sahabatnya itu.

“Lo mau tau pendapat kita?” Tanya Mela yang langsung diangguki antusias oleh Nabila.

“Beneran?”

“Ishh iya seriusan.” Jawab Nabila dengan sedikit kesal.

“Sekarang lo telepon Hafi, minta dia untuk jemput lo nanti selesai kita dari sini. Dan lo kasih jawab IYA ke Hafi. Itu pendapat kita. Ya kan gengs?” ujar Mela yang disambut persetujuan dari sahabat nya yang lain.

“Kalian seriusan?” Nabila seakan masih tak percaya dengan ucapan Mela itu.

“Ya serius lah Bil. Bagi kita tuh kebahagiaan lo yang penting. Kalau emang lo bahagia sama Hafi, ya gak mungkin kita larang lah. Tapi nih ada tapi nya.” Ucap Aulia.

“Apa?” Tanya Nabila.

“Beda urusan kalau nantinya Hafi bawa pengaruh buruk ke lu. Jangan salahin kita kita, kalau Hafi bakal berubah menjadi buruk rupa akibat perbuatan kita. Paham?"

Sangat bahagia dan merasa beruntung. Itulah yang tengah Nabila rasakan berada di antara para sahabatnya yang sangat baik dan peduli kepadanya. Dan jangan lupakan keluarganya yang selalu mendukungnya.

Ahhh gue jadi terhura gini kan.” Ucap Nabila yang memang benar karena terlihat matanya yang sudah berair.

“Ihh jangan nangis dong Bil, kan bentar lagi lo gak jomblo lagi.” Ucap Ziya.

“Makasih ya kalian udah peduli sama gue. Sayang banget deh gue sama kalian.” Uacap Nabila.

Lalu mereka semua pun tertawa bahagia.

“Udah gih cepet telepon Hafi nya. Kesian nunggu hari Senin kelamaan.” Suruh Nita.

Nabila mengangguk lalu mengeluarkan ponsel nya dari dalam sling bag nya itu.

“Halo Bil, kenapa?” Tanya Hafi di ujung sana.

“Hmm… Hafi bisa jemput Nabila gak nanti abis maghrib?”

“Bisa, kamu emangnya lagi di café mana?”

“Di Dark Café.”

“Oh iya saya tau. Yaudah nanti saya jemput ya, kalau saya belum datang jangan kemana mana ya.”

“Iya, makasih ya Hafi.”

“Iya sama sama. Apasih yang engga buat calon pacar saya.”

”Ihh apasih Hafi, yaudah Nabila tutup ya. Kamu nanti hati hati jalannya.”

“Iya sayang, makasih loh perhatiannya hehehe.”

“Ihh Hafi, apasih sayang sayang an. Udah ya, dahh.”

Terdengar Hafi masih terkekeh di ujung sana “Iya dahh sayang.”
Nabila mencak mencak sendiri setelah menutup telepon nya.

“Ciee udah sayang sayang an aja nih.” Ledek Riska.

“Ihhh udah ah jangan ledekin, malu tau Nabila.” Ucap Nabila
Dan keluarlah tawa dari semua sahabatnya itu.

----

To be continued....

HAFI & NABILA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang