4. camilan

52 12 6
                                    

Hari ini aku pulang nggak bareng sama Dyfal, karena aku ada rapat untuk klub pecinta alam. Sebenarnya dulu aku iseng ikut klub ini, tetapi lama- kelamaan jadi tertarik dan suka.

Kami akan melakukan kemah, dan juga keliling di hutan untuk lebih dekat dengan alam. Hari sabtu besok kami akan berangkat, kak Ferdian yang menjadi ketua klub memutuskan untuk berangkat pagi. Dan juga menyuruh kami untuk membawa beberapa keperlun lainya.

Setelah setengah jam lebih kami rapat, akhirnya rapat dibubarkan. Semua memutuskan untuk pulang lebih cepat karena hari sudah mulai gelap.

Tinggal aku disini, sendiri menunggu angkot terdekat. Aku tak berani mengunakan jasa ojek online, Dyfal yang melarangku. Akhirnya cukup lama aku menunggu, tapi tak juga menemukan satu kendaraan umum yang melintas.

Matahari sudah tumbang beberapa menit yang lalu, aku tetap sendiri. Hingga seseorang memanggil namaku.

"Gue anter pulang aja, udah malem. Bahaya kalo pulang sendirian, apalagi pakai kendaraan umum." Kata seseorang dibelakangku. Aku menoleh, sedikit terkejud karena seorang cowok menatapku tajam.

Aku masih menatapnya bingung. Bego banget gue ya?

"Lho, kak Faiq belum pulang juga?" tanyaku sedikit gugup.

Kak Faiq, kakak kelasku yang cukup populer, dan dulu sering keluar masuk ganti klub. Tinggi, kulitnya putih—beda banget sama kulitnya cowok-cowok yang lain—matanya agak sipit.

"Udah masuk ke mobil gue dulu." Sahutnya, aku mengikuti langkahnya menuju parkiran mobil. Lalu masuk kedalam mobil X-pander putih itu.

Didalam mobil kami diam, tak ada yang mau untuk membuka pembicaraan dahulu. Aku sedikit canggung jika dalam situasi seperti ini. lalu dengan tekad, kubuka mulutku.

"Btw, tadi lo belum jawab pertanyaan gue." Ucapku memulai obrolan.

Kak Faiq menoleh, lalu kembali fokus pada kemudi. Tatapanya seperti tidak tertarik untuk bicara. Akupun menatap pemandangan malam yang sedikit gerimis lewat jendela. Tak apa jika dia tak mau menjawab.

"Tadi gue mampir ke ruang musik buat main gitar. Eh, jadi betah." Jawab kak Faiq akhirnya. Mungkin dia juga tak tahan dengan suasana didalam mobil.

Aku mengangguk, lalu kembali menatap jalanan. Rintik germis tadi suduh menjadi hujan deras. Membuat suasasana dalam mobil makin dingin.

seketika aku teringat sesuatu. aku belum membeli stok camilan diruamah.

"Kak, boleh anterin aku ke supermarket dulu nggak?" Tanyaku ragu ke kak Faiq.

Kak Faiq tak menjawab, membuatku malu. Tetapi kak Faiq memutar setir, mengubah arah dan melaju menerobos hujan. Aku terdiam.

Sesampainya di rak jajanan, aku memilih beberapa camilan micin. Melihat, memilih lalu mencari camilan yang lain. Trollerku penuh, tapi aku tak peduli, mengambil beberapa camilan lagi.

Kak Faiq yang melihatku sedari tadi hanya tertegun. Lalu mengikuti langkahku menuju rak yang lain.

"Berapa hari kamu habisin camilan sebanyak itu?" Tanya kak Faiq.

"Hm." Aku menoleh, masih sibuk dengan Mi instan yang kupilih beberapa.

"Mungkin sekitar, dua atau tiga hari." Jawabku 

Kak Faiq sedikit terkejud, tetapi kemudian ikut memilih dan mengambil beberapa Mi instan.

"Buat apa?" Tanyanya lagi.

"Ya, buat dimakan."

"Emang kamu setiap hari makan micin. Siang dan malam?"

Aku mengangguk. Lalu berjalan menuju rak buah-buahan dan sayur. Mumpunglah udah ada disini, mau borong.

"Kenapa gak makan makanan berat?" Kali ini kak Faiq memasukkan beberapa buah apel.

"Di rumah nggak ada orang, nggak ada yang masak. Aku juga males keluar rumah, lagian nggak ada yang anter. Jadinya kalo ke supermarket langsung borong." Jelasku, lalu melirik kek kak Faiq.

Kak Faiq menoleh, sehingga mata kami saling beradu. Aku membuang muka, kembali menyibukkan diri.

"Aku mau beli ini. Titip." Katanya meninggalkan ku.

                                                                              ***

Holllaaa kecup manjah dari author, hahaha salam online loh ya. 😘😘😘

Jangan lupa teken tombol bintangnyaaaaa!!!!

Maap klo banyak typo yah, namanya juga cerita pertama akuh hehe 😁😁😁

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang