Kak Faiq berlalu, Swara melambaikan tangan. Lalu berlalu masuk sambil melihat tempat yang sudah dipesan. Naden dan Ali belum datang, mungkin mereka harus melakukan ritual ala-ala pasangan zaman sekarang.
Swara memutuskan duduk, mengistirahatkan tubuh yang lelah seharian bermain. Kalo misalnya orang tua gue tahu, kalau gue bolos gimana ya?
Tak lama, rintik gerimis mulai datang, Swara menatap bayangan dirinya di jendela.
Seberapa kesal dirinya kesal dengan Dyfal? Tidak, rasanya tak akan bisa menjadi dewasa jika terus seperti ini. Damai? Apa yang Dyfal lakukan, mereka tak melakukan hal apa pun. Baikan? Swara menggeleng. Sama saja.
Lebih baik terus tenangkan diri sampai datang waktunya.
Swara menatap mobil milik Ali, ya Swara sangat menghafal mobil milik teman-teman dekatnya.
Naden membuka pintu, lalu mencari keberadaan Swara, disusul Ali yang membuntuti Naden.
"Yaampun, lo habis dari mana aja sih, Ra?" Naden langsung berhambur memeluk Swara, sedangkan Swara membiarkan dirinya dipeluk seperti itu.
"Dyfal cariin lo terus Ra." Ali menatap Naden dan Swara, lalu menatap kedatangan mobil—yang mungkin itu mobil milik Dyana.
Swara terdiam, tetapi senyuman tetap terpajang di wajahnya. Dan benar saja, Dyana hadir, disusul teman sesama umat lainnya. Mereka sedikit terkejud melihat kehadiran Swara.
Jua langsung berhambur memeluk Swara, Hani dan Finda juga ikut memeluknya. Dyana lengsung duduk disebelah Naden, lalu memeluk Naden.
"Apaan lo idiot, gue udah punya kekasih ini." Naden menggerutu, sedang 'kan Ali terkekeh melihat Naden.
"Hilman nggak ikut, Na?" Tanya Ali, tentunya setelah pertarungan Naden dan Dyana selesai.
"Dia, bareng sama anak cowok katanya."
Sabila, masih tercengang menatap acara berpelukan, Sabila hanya takut jika Swara tak suka jika ia mengatakan yang sebenarnya disemua orang.
Hilfi yang melihat Sabila masih berdiri didepan pintu, langsung memukul bahunya pelan. "Yo, nggak duduk lo?"
Sabila hanya melangkah 'kan kakinya, duduk disebelah Dyana.
Swara melirik sekilas Sabila, lalu kembali melamun.
"Swara kuh, yaampun anak mama." Zhafia tiba-tiba datang dan langsung berteriak.
Dibelakangnya diikuti Lucky. Kami semua terkejud, dan tak lama kemudian anak cowok datang. Melakukan tos dengan Ali.
"Lo bareng sama anak cowok?" Tanya Swara setelah lama terdiam.
"Ya enggaklah, gue nggak kayak Hilfi, gadas." Hilfi yang mendengarnya langsung mengejar Zhafia. Yah, akhirnya mereka berkejarang didalam restoran.
Untung biaya penyewaan tempatnya dimahalin, jadi nggak bakalan diusir.
"Heh, nggak malu apa? Duduk dong. Hilfi, lo nggak capek?" Rangga membentak kedua gadis itu.
Hilfi cemberut, sementara Zhafia menjulurkan lidahnya, mengejek.
"Lo dicariin Dyfal terus lho, Ra." Ucap Wahyu basa-basi, semua sontak mengangguk dan menoleh kearah Swara—kecuali Sabila yang tak banyak bicara kali ini.
"Dyfal sama Aqda belum datang ya?" Gilang menatap jalanan lewat jendela.
"Sama Zara juga kali." Jua menendang sepatu Gilang.
"Yah, hujan." Gumam Swara, masih dengan melamun menatap jalanan. Semua sontak ikut menatap jendela, memandang rintik-rintk yang semakin banyak turun dari langit.
Naden menghela nafas. "Kok semua belum datang ya?"
"Tenang aja, mereka mungkin kejebak macet. Ditunggu aja ya, sayang." Ali menenangkan Naden, tentu saja dengan kata-kata yang muak ditelinga.
"Hujan-hujan, kok gerah ya?" Zhafia mengibaskan kaos yang dipakainya.
Dyana mengangguk. "Lumayan gerah disini. Tapi kalo aku pindah ke yayang Hilman jadi sejuk." Dyana langsung duduk disebelah Hilman.
Mereka semua mengisi waktu dengan guyonan, sedangkan Swara tak berminat mendengarkan. Lebih baik menikmati dinginya air hujan lewat balik jendela, menatap rintik-rintiknya yang seakan-akan mempunyai sihir untuk menenangkan diri.
"Tuh mobilnya Aqda bukan." Bima menunjuk-nunjuk mobil yang memasuki parkiran.
***
"Eh, itu Swara bukan?" Zara berteriak, dia benar-benar melihat wajah Swara dengan jelas.
Kepala Swara yang ditundukkan dijendela, sambil jarinya memainkan embun—menulis sesuatu disana.
Dyfal langsung panik, dirinya ingin segera menemui sahabatnya itu. Rasa khawatir, juga marah dan bingung langsung bercampur jadi satu.
Setelah Aqda selesai memarkirkan mobil. Segera Dyfal turun dan menerobos hujan, tak peduli dengan pakaian.
Zara juga ingin cepat-cepat menemui Swara, tapi Aqda melarangnya. Aqda membawakan payung untuk Zara dahulu.
Dyfal membuka pintu restoran dengan keras. KLONTANG! Bunyi bel yang ada dipintu berbunyi keras.
Semua langsung meoleh kearah Dyfal.
"Swara."
***
Biar calon istri nggak sakit, pake payung dulu ya..., sedia payung, sebelum kencan.
Next ga nih? :VO_OT_TE