58.

16 4 3
                                    

Esok harinya, kami bertiga bangun kesiangan. Aku tertidur di kursi sambil tetap memeluk lutut. Untung kedua sohibku belum bangun ketika aku sendiri terbangun.

Segera aku bersih diri, lalu membangunkan Hilfi dan Sabila. Dengan santainya Hilfi mengeliat. "Bentar mak! Sepuluh menit!"

"Woy, lu kira gue mak lo apa?!" Kutarik selimutku, Sabila sudah bangun, menata rambutnya di depan cermin. Aku masih bersikeras membangunkan Hilfi yang seketika menjadi tuli.

Akhirnya Hilfi bangun, tak seperti Sabila yang langsung menata rambutnya. Hilfi malah mengusap air liur yang membentuk pulau di pipinya.

"Waduh, kayak pulau kalimantan. Gede amat." Celutukku menggoda Hilfi. Aku langsung lari terbirit ketika Hilfi hendak memukulku.

Dibawah sana, terdengar Bang Akfa sibuk di dapur. Mungkin sedang menyiapkan sarapan. Aku turun untuk membantu, selepas berdamai dengan Hilfi. Kami berdua sepakat tak membahas soal pulau itu nanti.

"Ku taruh mana mukaku? Heh." Aku tertawa, mengangguk dan bersepakat.

Sabila nyusul turun ke bawah, menyapa Bang Akfa dan membantu menata piring. Hilfi sepertinya seadang berkaroke di kamar mandi.

Akhirnya kami sarapan dengan tenang, sesekali mengobrol santai. Hilfi juga sesekali menatapku galak, berusaha memberi kode agar aku tak ember. Aku menahan tawa.

Sabila menawarkan bantuan kepada Bang Akfa untuk membersihkan piring dan gelas. Hilfi membantu membuang sampah ke depan rumah. Sedangkan aku, pagi-pagi langsung minum soda.

"Cewek tuh pagi-pagi beres-beres. Bukan minum kayak ginian." Sindir Bang Akfa sambil melempar botol soda yang akan di buang Hilfi. Aku dengan santainya berjalan menuju taman belakang.

Menghirup udara pagi.

***

Raeyken menyapa kami bertiga, mempersilahkan kami masuk kedalam mobilnya. Hilfi dan Sabila langsung ngeloyor masuk ke bangku tengah. Aku mengikuti mereka, hendak menaruh pantat di mobil, tapi sudah dihentak Hilfi.

Aku mendelik, Raeyken hanya menatap kami dari kaca spion dalam mobil.

"Duduk depan sana! Kasihan ayang Raeyken nggak ada yang nemenin di depan." Hilfi mendorong tubuhku hingga keluar dari mobil. Cepat-cepat aku menarik gagang pintu mobil, tapi Hilfi lebih cepat menutup pintu mobil dan menguncinya dari dalam.

Dengan malunya aku masuk ke bangku depan, bersebelahan dengan Raeyken. Cepat-cepat aku memalingkan wajah ketika Raeyken tersenyum jahil kearahku.

***

Kami akan menuju sekoah, walaupun ini hari libur, tapi wajib untuk ketua klub. Dan terserah untuk murid lainnya. Kebanyakan sih, datang hari ini. Mungkin hari ini rapat-rapat dengan klub sudah di mulai. Seperti aku dan Hilfi yang memutuskan membicarakan rencana kolaborasi kita hari ini.

Sekolah tampak ramai, aku membuka pintu mobil. Menunggu Hilfi dan Sabila yang masih ribet dengan barang bawaanya. "Udah, titip aja dulu di situ. Entar kalau kalian mau pulang, ambil barangnya." Ucap Raeyken membuat Hilfi kembali meletakkan tasnya kedalam mobil. Begitu juga dengan Sabila.

"Lo punya calon yang baik." Bisik Hilfi saat kami berjalan menuju tempat biasa, taman. Hilfi lari terbirit-birit saat aku hendak menimpuknya dengan sepatu.

"Halo, friend." Raeyken melakukan tos ala anak SMA. Dengan senang hati teman-temanku melakukannya, kecuali Dyfal yang berusaha menghindar dariku.

"Ini mau langsung rapat sama klub masing-masing atau nongkrong dulu?" Tanyaku membuka kembali percakapan yang terputus karena kedatangan kami.

"Gua kan, udah nggak ikut osis. Dapet cewek cantik kayak Dyana, nggak ikut klub. Jadi..., kita party di kantin aja yuk yang?" Hilman langsung menggandeng tangan Dyana menuju kantin. Dyana balas menggandeng tangan Hilman.

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang