17. guru IPA atau IPS?

47 14 20
                                    

Beberapa siswa melirik Naden dan Ali yang berjalan bersisian menuju kelas mereka. Beberapa dari mereka, melihat Naden yang keluar dari mobil milik Ali. Terlihat Ali didalam mobil, hanya menunjukkan wajah datarnya.

Ali mensejajarkan langkahnya dengan Naden. " Gue mau janji, kalo gue gak bakal bolos. Dan gak bakal ngejek lo lagi." Kata Ali tba-tiba.

Pandangan Ali lurus kedepan, sedangkan Naden menatap Ali dengan heran. 

masih dengan tatapan heran. "Emang hukuman yang dikasih buat lo apa?"

Ali tak menjawab, cowok itu terus berjalan. Tak memperdulikan tatapan siswa lain.

"Eh, telinga lo buat hiasan doang ya?" Naden geram, berusaha mengejar Ali yang sudah duluan.

***

Ali memasuki kelas duluan, lalu dibelakangnya disusul Naden dengan tampang kusut.

" Belum mandi ya?" Tanya Fira polos.

Naden hanya meliriknya sekilas, lalu duduk dibangkunya. Terlihat Jua sudah asyik membaca novel dibangkunya sendiri. Jua tak memperdulikan keadaan sekitar, malah asyik dengan dunia milik tuhan. Naden yang melihatnya hanya melengos, tak peduli.

AUTHOR POV

" Gimana si Naden sama Ali, mereka jadiaan nggak?" Tanyaku saat sedang berada di keas IPA-3, kelas bila,dan Zhafia. 

Mereka berdua menggeleng. "Tapi katanya si Ali dihukum buat jadi asisten Naden selama seminggu." Zhafia menyahut.

Aku dan sabila hanya mengangguk-angguk. Mempercayai omongan  Zhafia. Namanya juga biang gosip, Turah mencurahkan berita.

"Eh, yaudah deh, entar lanjut lagi ceritanya." Aku pamit, meninggalkan kelas IPA-3 dan menuju kelas sebelah, kelasku.

Bel berbunyi, Swara memasuki kelas dengan santai, atau malas. Pelajaran pertama IPS, guru yang mengajar pak Andica. Guru yang memang terkenal denagn tugasnya yang mbelibet nya minta ampun. Ngajarnya IPS, ngasih soalnya IPA.

"Ya, hari ini saya mau ada rapat komite. Jadi saya beri tugas, dan dikumpulkan diketua kelas." Pak Andica menyapu tatapan kelas, melihat jika semua siswa yang diajarnya hari ini tak ada yang absen.

"Baiklah, saya tulis soalnya dipapan." Jelasnya sekali lagi. 

Dan... dimulailah kiamat kecil. Goncangan yang tiba-tiba datang dari otak siswa, juga semburan lava dari mulut siswa, dan juga angin puting beliung dari hembusan nafas siswa kelas IPA-2.

Tak lama, pak Andica selesai memberi bencana-bencana dipapan tulis. Kami semua langsung meyalinya kembali dibuku.

"Saya tinggal dulu. Nanti dikumpulkan ke ketua kelas." Guru itu membersihkan buku-buku dimeja, lalu kembali menatap kami.

"Ketua kelasnya siapa?!" Tanya pak Andica keras nan membahana.

Hilman segera mengangkat tangan, manunjukkan tubuh sehatnya. Pak Andica menatap Hilman cukup lama, lalu mengangguk-angguk. 

"Kamu yang dikeluarkan dari osis itu kan."

Sekelas, sontak menahan tawa.

***

Teman sesama mat berkumpul di lapangan bola, melihat perlombaan antar kakak kelas dan klub Futsal. Kami semua memilih duduk dibangku dekat pepohonan, lumayan dapet oksigen lebih banyak.

Pertandingan sudah dimulai dari tadi, jadi kami hanya bisa nonton babak terakhir.

Banyak juga siswa yang datang nonton, terutama dikalangan gadis. Termasuk juga kami, kecuali Hilfi, dia buka gadis, melainkan gadas.

Aqda berlari kecil keluar lapangan, lalu menemui kami.

"Eh, gajah, ngutang air mineral." Aqda menemui Zara, meminta air mineral yang sedang dipegang oleh Zara.

Zara melengos, tetapi memberikan air itu juga.

"Ngutang lho, ya."

Sesaat kami semua melihat dua orang itu. Lalu kembali melihat lapangan, saat Aqda juga kembali ke lapangan.

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang