36

29 8 2
                                    

Apa yang perlu direlakan untuk mimpi buruk ini?

***

Menjeang malam, Dyfal mengantar kan ku pulang. Swara melambaikan tangan, menatap Dyfal yang hilang dikeokan jalan.

"Huf, lelah." Swara memasuki rumah, melangkah 'kan kakinya menuju lantai atas.

Setelah beberapa saat menghilangkan letih, aku memutuskan berendam sebentar dengan air hangat. Rasanya sangat nyaman, seakan-akan air itu meresap dan bercampur dengan darah.

Kugunakan kaos lengan pendek dan celana selutut. Tak ada kegiatan selain noton tv. Tak lama aku turun menuju lantai bawah dan menyalakan tv diruang keluarga, sambil membawa beberapa camilan.

"Gak bosan yah, sama sinetron terus." Kuhempaskan tubuhku di sofa. Rasa bosan langsung menggelayuti tubuh.

Kupejam 'kan mata, dan...

Bunyi panggilan telefon dari handphone membuat ku terbangun. Dengan malas, ku angkat telefon tersebut, tanpa melihat nama pemanggil.

"Pleas jangan ganggu kesibukan ku." Ucapku dengan malas.

Terdengar tawa dari seberang telfon, tunggu. Aku mengenal suarannya. Kuhindarkan handphone itu dari telingan dan melihat nama si pemanggil. Gawat, kak Faiq.

"Haha, aku tahu kau akan mati kebosanan dirumah." Kak Faiq masih tertawa, membuatku malu.

"Nggak gitu juga kok. Kakak nih, yang ganggu ritual pemakaman."

"Kamu udah makan malam?"

"Belum, males masak. Entar aja nunggu Dyfal kesini, kalo kesini."

Tak ada jawaban dari seberang sana. Swara sedikit kebingungan. "

"Dasar. Menunggu yang tak pasti. Sudah, nanti aku jemput kau dirumah."

Sambungan telefon terputus. Kuhembuskan nafas perlahan, lalu menuju kamar kembali, mengamnil sweter.

Kutunggu kak Faiq di teras depan, menunggu memang sangat membosankan. Tapi entah kenapa kali ini Swara bersikap biasa saja, seolah-olah sedang menunggu giliran masuk surga.

Terlihat lampu menerangi halaman depan, kukira itu kak Faiq. Ternyata...

"Dyfal?" Swara menatap tak percaya.

"Halo, Ra. Lo udah tanya ke mbak Nilta?" Dyfal memasuki rumah. Swara dibuat melongo, lupa dengan janjinya dengan Dyfal.

"Lo mau pergi kemana, Ra?" Tanya Dyfal. Swara tak menjawab, malah menatap satu lagi mobil yang datang ke rumahnya. Kali ini Swara sudah tahu siapa yang datang.

"Udah siap, Ra—eh Dyfal." Kak Faiq menepuk bahu Dyfal. Dyfal yang sedikit terkejud dengan kehadiran kak Faiq, hanya tersenyum.

"Gue mau keluar sebentar." Ucapku berpamitan kepada Dyfal. "Lo tunggu kekamar gue aja." Swara melambaikan tangan, memasuki mobil milik kak Faiq.

Dyfal balas melambaikan tangan, menatap mobil milik kak Faiq yang lamat-lamat menghilang dari pandangannya.

"Bye." Dyfal memasuki rumah Swara, menghela nafas dan menghembuskannya dengan kasar.

"Mau kemana kak?" Tanya Swara mengisi obrolan. Kak Faiq tak menjawab, malah tersenyum.

"Mau ke rumah makan. Lo sendiri belum makan 'kan?" Tanya kak Faiq kembali.

Sebagai jawaban yang sopan, aku hanya mengangguk. Menatap jalanan Jakarta yang mulai macet.

"Lo tadi ke sekolah nggak?" Tanya kak Faiq, berusaha mengusir suasana canggung.

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang