32

28 9 33
                                    


Bisakah kau jujur dengan perasaanmu sendiri? Tolong, buat aku puas dengan penjelasanmu.

***

Semua menoleh ke sumber suara, mendapati Dyfal yang sedang menatap Swara datar.

Semuanya terdiam, bahkan mbak-mbak pelayan juga ikut terdiam. Swara hanya menatap Dyfal sekilas, lalu kembali menatap embun dijendela. Lebih tertarik dengan hujan ketimbang melihat sahabatnya sendiri.

Nggak bisa, aku sudah terlalu sakit untuk mengulang semuanya.

Zara menyusul Dyfal, diikuti Aqda yang masih sibuk dengan payungnya. Zara mematung, menatap Swara—yang kini tampak cuek seperti orang idiot.

Benar, apa yang dilihat Zara tadi benar. Zara berlari dan memeluk Swara, entah apa yang dikatakan Sabila tadi benar atau tidak, dirinya hanya bisa mengerti perasaan Swara saat ini. Sakit.

"Baju lo agak basah." Swara menatap penampilan Zara.

Aqda mendekat. "Tau ah, tadi disuruh pake' payung dulu langsung lari." Aqda mengedikkan bahu, semua sekarang beralih menatap Aqda.

Dyfal, masih bertahan berdiri diambang pintu, menatap Swara yang kini banyak diam.

Apakah benar yang diucapkan Sabila?

Dyfal mendekat, duduk persis dihadapan Swara. Sedangkan gadis itu hanya terus menatap jendela, suasana tiba-tiba menjadi sangat canggung.

"E-eh, gimana ini, jadi ngerayakin hari jadian gue sama Ali gak?" Naden memutus suasana canggung.

Semuanya tersenyum, dan berebutan mengambil buku menu. Swara tak tertarik, Dyfal hanya menatap Swara. Keduanya saling terdiam.

Jua menyenggol lengan Swara, gadis itu sedikit terkejud. "Lo nggak mau makan?" Tanya Jua.

"Nanti." Swara tersenyum, Jua hanya mengangguk sekilas, lantas meninggalkan mereka berdua.

Keduanya mesih terdiam.

"Lo habis kemana aja?" Dyfal to the point langsung menanyakan rasa penasaranya. Swara tak terkejud, malah tersenyum simpul.

Swara menatap Dyfal sekilas, lalu pergi meninggalkan Dyfal yang masih tercengang dengan kelakuan Swara.

"Mana nih, aku juga udah laper." Swara menemui teman-temannya.

Mengobrol ringan dan sesekali terdengar tawa Swara. Dyfal menatapnya datar. Mungkin Swara masih butuh waktu.

Semuanya sudah kembali duduk ditempat masing-masing, makanan sudah dipaesan, tinggal menunggu saja. Kami mengobrol, sesekali ada yang menyelutuk, sontak semuanya tertawa.

"Heh, gimana sama pacar lo itu, Da." Tanya Zhafia. Semuanya langsung menoleh kearah Aqda, penasaran. Hanya Dyfal yang sibuk dengan pikiranya sendiri.

"Gue nggak punya pacar." Jawab Aqda ketus. "Gue, cuma, punya, calon, istri." Aqda mengeja setiap kata-kata.

Wahyu gemas. "Siapa sih bro?"

"Calon lo namanya siapa nyet?" Rangga ikut gemas.

"Udah beritahu aja sayang." Zara langsung menyahut, terlalau lama jika disembunyikan.

Yang mendengar ucapan Zara, sontak melotot. Tak percaya. Bingung. Apakah benar?

Naden tertawa. "Gimana bisa lo kecantol sama gemol?" Naden tertwa, semuanya juga ikut tertawa.

"Heh, itu calon istri gue. Habis lulus SMA gue bakal ngelamar dia."

Zara cemberut. "Tapi aku mau kuliah dulu—"

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang