jam menunjukkan pukul 06.37 WIB, sekarang gadis itu sedang menunggu kehadiran sosok Dyfal. Janjinya bakal dijemput jam enam tepat, tapi sekarang malah jam enam lebih.
Sedari tadi, aku hanya mondar-mandir macam singa yang sedang menjaga hasil buruannya. Bang Akfa, hanya melihat kelakuanku, sesekali mengingatkan untuk menunggu di dalam rumah saja. Dingin.
"Ini udah di rumah, Bang." Begitulah alasan yang dilontarkan Swara. Bang Akfa menghela nafasnya, sabar. "Udah, sana Abang masuk ke dalam aja!" perintah Swara saat Bang Akfa akan mengingatkanya kembali.
06.59 barulah saat itu terdengar deru mesin mobil. Swara beranjak dari duduknya. Menatap sosok yang datang dengan muka gugupnya. Pukul delapan tepat nanti, Dyfal dan Jua akan mengikuti kontes musik.
Perjalanan yang cukup lama jika ditempuh dari rumahku. Dyfal kemarin memaksa ku untuk ikut. "Sekali-kali, Ra. Tingal temein doang kok, lagian ada Jua juga nanti." Alasan Dyfal saat aku ingin menolak ajakannya.
"Telat." Aku tak menatap wajah Dyfal yang sekarang hanya nyengir tak berdosa. Segera aku masuk dan duduk di bangku panumpang depan. Dyfal menyusul dan perlahan mobil melaju, melesat cepat membelah kemacetan Jakarta.
Hening, di dalam mobil kami saling diam. Dyfal yang sibuk bersenandung—untuk latihan kecil katannya. Sedangkan jemariku sibuk mengetuk kaca mobil, dan telinga yang fokus mendengarkan musik di bantu earphone.
Kemacetan tak kunjung mereda, benar kata Dyfal. "Kalo berangkat pagi, macet masih belum seberapa." Yang ini aja masih belum seberapa, bayangkan aja sendiri waktu yang luar biasa. Bakal mati duluan sebelum macetnya reda.
"Kita udah lama nggak pergi jauh berduaan kayak gini loh, Ra." Dyfal memecah keheningan, tapi telinga ini saat mendengar kata-kata Dyfal barusan, rasanya kayak angin lalu gitu.
Aku tak mengubris kata-kata Dyfal barusan, Dyfal cengo melihat diriku yang hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ra, lo masih nggak ikhlas gue ajak?" Dyfal menatap Swara cukup lama.
"Huh!" Tiba-tiba saja, Dyfal terkejud dengan kelakuan Swara. Masih sambil menggeleng-gelengkan kepala, Swara kali ini juga sedikit berteriak dengan bahasa yang tak jelas.
"Ra, please. Kita balik lagi ke rumah deh, dari pada lu jadi gila kayak gini." Dyfal melajukan mobilnya sedikit, karena mobil didepan sudah melesat mendahului.
"Eh, kaget. Hehehe..., kaget gue hahahaha." Sekarang sudah jelas bahwa Swara sudah gila, ketawa nggak jelas. Dyfal takut-takut menatap Swara yang kini menggaruk tengkuknya.
"Terus gimana ini.., kalo gue ditanya Bang Akfa, gue jawab gimana?" dyfal mulai berpikiran yang tidak-tidak. Swara bingung, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Dyfal. Kutatap Dyfal dengan tatapan tajam.
"Lo sakit, Dyf?" Swara menyentuh punggung tangannya ke kening Dyfal, mengecek suhu tubuhnya.
"LO YANG SAKIT!" Dyfal mecubit pipiku, tapi gerakanku lebih gesit darinya. Menghindar.
"Ngomong apa barusan?" Ku lepas earphone yang masih nempel kayak lem di telinga. Memastikan bahwa Dyfal barusan benar membentaknya atau hanya latian nyanyi Rock.
"Kuping lo dimana barusan, heh?!" Kembali Dyfal berteriak, agak kesal dengan kelakuan Swara yang tak seperti dulu. Berubah.
"Apaan sih? Gue salah apa, wong dari tadi dengerin musik kok." Kini Swara menatap Dyfal dengan tatapan datar. Dyfal menelan ludah, ini gimana sih? Kok suasana jadi agak canggung gini.
"Lo sekarang udah gedhe yah, nggak kayak dulu lagi yang selalu bawel." Dyfal tersenyum, membuatku tambah dibuat bingung.
"Sekarang jadi cuek, kadang tiba-tiba marah-marah. Terus tiba-tiba jadi alay gitu." Jelas Dyfal, lalu tertawa cekikian.
Swara terdiam, berusaha membenarkan ucapan Dyfal barusan. Benar kah? Dari apanya yang berubah. Lalu Dyfal nggak ngerasa juga kah? Bahwa dia yang lebih banyak berubah sekarang.
"Seberapa derastis gue berubah, tapi hati dan rasa ini tetap sama bertahan menyendiri." Swara menatap datar pandangan di depanya. Dyfal menoleh, mobil berhenti mendadak.
***
Masih ngenes bhank...
Wayahe wayaheee, wayahe nge-Vote...
maap klo ada typo okay