39. chuhai

20 10 8
                                    

Swara melambai, menyuruh mbak Nilta untuk mampir dulu.

Mbak Nilta mengangguk. Dan tak lama kemudian, mbak Nilta mengetuk pintu kamar Swara. Segera bang Akfa membukannya.

"Koniichiwa!" Mbak Nilta menyapa bang Akfa. Sedangkan abang hanya terkekeh melihat tingkah laku tetanggan nya.

"Koniichiwa." Jawab bang Akfa dan mempersilah kan mbak Nilta masuk kedalam kamar Swara. Sedangkan bang Akfa kembali turun menuju dapur, membuatkan minuman.

Setelah bang Akfa turun, mbak Nilta duduk di sisi ranjang. Menatap kegiatan Swara yang sedang asyik menatap layar laptopnya.

"Kapan bang Akfa pulang?" Tanya mbak Nilta mengusir kesunyian. Swara menoleh, menatap mbak Nilta lamat-lamat.

"Um, lupa. Pokoknya tadi aku berangkat di Bandara, pagi." Jawab Swara sambil nyengir. Mbak Nilta tertawa pelan.

Kemudian, bang Akfa memasuki kamar sambil membawa nampan berisi minuman.

"Apaan tuh bang? Lah, kok bawa empat gelas?" Swara mengernyitkan dahinya, bingung.

"Ini aku buatin Chuhai, yang satunya buat Dyfal." Bang Akfa meletakkan nampan diatas meja belajar.

Swara semakin dibuat bingung, sama seperti mbak Nilta yang juga kebingugan. "Lha mana? Kok nggak ada orangnya?" Swara meunjuk pintu kamar yang belum tertutup.

"Masih dibawah mungkin." Jawab bang Akfa sambil mengedikkan bahu.

Swara tak memperdulikan kedatangan Dyfal, aku beranjak dan mengambil satu gelas yang tadi katanya Cuyay-cuyay apaan tuh?

"Apa ini tadi, Cuyay?" Swara memutar-mutar gelasnya, masih ragu untuk meminum. Terdapat gelembung-gelembung dari dalam gelasnya, juga irisan lemon.

Bang Akfa tertawa terbahak-bahak, mbak Nilta terkekeh pelan. "Namanya, Chuhai, dek." Ucap bang Akfa, membuat amnesia Swara tadi, seketika buyar.

"Coba lo minum." Tiba-tiba saja, Swara merasakan kehadiran Dyfal dari belakang. Sontak, Swara menoleh dan..., benar saja, ada iblis lewat.

Swara menurut, membiarkan Dyfal menghempas kan tubuhnya dikasur. Swara meneguk pelan Cuyay-cuyay itu, dan rasanya..., luar binasa!

"Hwle! Ini soda dicampur perasan lemon gitu ya? aissh!!! Rasanya gue banget." Rasa pertama di lidah Swara adalah kecut, mungkin dari lemonnya. Tapi lama-lama rasanya enak, kayak soda yang dijual di toko-toko gitu. Yah, untung kakaknya tahu kalo adiknya suka soda.

Mbak Nilta kembali tekekeh, melihat ekspresi pertama yang dikeluar kan Swara saat pertama kali meneguknya. Tapi, akhirnya mbak Nilta bangkit, dan mengambil gelas disebelah tangan Swara.

Dyfal menatap mbak Nilta yang akan meminum, minuman Jepang itu. Ingin tahu, bagaimana ekspresi pertama mbak Nilta saat meminumnya. Semua juga beralih menatap mbak Nilta, mbak Nilta yang merasa dilihati seperti ini, langsung meneguk Chuhai itu perlahan.

Dan ekspresi mbak Nilta terlihat biasa saja, tapi mukanya memerah. Tangan mbak Nilta mengibas-ibas mukanya yang merah, sambil ber "Hsss." Seperti orang kepedasan.

"Gimana?" Tanya bang Akfa meminta penjelasan.

"Kecut. Hsss." Mbak Nilta masih mengibaskan tangannya. Dyfal yang melihat itu, tersenyum miring.

"Haha, muka mbak Nilta lucu deh. Hahahahah." Aku tertawa terbahak-bahak, muka mbak Nilta sungguh merah. Seperti kepiting rebus sekarang.

Dyfal ikut tertawa mendengar tawa Swara yang menggelegar kayak toa. "Lucu ih, mbak Nilta." Puji Dyfal. Eh tunggu! Ini memuji atau mengejek?

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang