"Baca ini aja dah jijik ih." Hilfi menaruh lembaran kertas yang berisi dialog-dialognya untuk nanti malam. Aku nyengir melihat muka masamnya, kini Hilfi berada di rumahku.
Aku yang menyuruhnya untuk mampir dulu sebelum berangkat kesekolah. Aku meminjamkan sweterku yang kugunakan saat acara pecinta alam waktu itu. Hilfi lagi-lagi dan lagi, terus saja protes.
"Kan sederhana. Cuma ngomong asal juga gak apa-apa, kok." Ucapku sambil melipat-lipat beberapa sweter yang tadi dicoba Hilfi.
Hilfi rebahan di kasurku, menatap langit-langit kamar. "Bukan gitu, gue... gimana ya bahasanya."
Aku mengangkat bahuku, keluar kamar dan turun menuju dapur. Bang Akfa sedang bermain handphone dimeja makan sambil meminum teh hangat. "Lah, mana Hilfi?" Tanyanya ketika aku membuka kulkas, lagi-lagi aku mengangkat bahu. Bang Akfa geleng-geleng melihatku yang meminum soda, lalu kembali sibuk bermain handphone nya.
Malam ini, acara ulang tahun sekolah akan dimulai. Malam ini, semua akan terjadi. Malam ini, cerita-ceritaku akan selesai. Malam ini, aku sudah siap dengan yang namanya sakit hati. Malam ini, aku sudah siap menuju bandara besok. Ya, besok! Aku akan ke Jepang secepatnya.
Apapun yang terjadi malam ini, aku yang akan merasakan semuanya. Bersiap-siap rindu dengan teman-temanku, bersiap memulai hidup baruku.
Aku menaiki tangga dengan sesekali meneguk soda yang kubawa. Hilfi masih asyik rebahan saat aku masuk ke kamar, aku duduk di atas kasur, disebelah tubuh Hilfi.
"Cepet ya, Ra. Lo duluan yang ninggalin kita. Jangan lupain gue sama yang lainnya kalo lo dah bahagia sama temen baru lo." Hilfi menyenggol lenganku, membangunkanku dari imajinasiku. Aku menatapnya heran, tak mendengarkan kata-katanya tadi.
"Yeee, lo mah budeg! Yaudah ah, Raeyken kok gak jemput-jemput sih? Nanti yang lainnya pada nunggu." Aku menatap Hilfi yang bangkit, lalu menengok halaman depan lewat balkon.
Aku ikut berdiri, menuju meja rias dengan berbagai alat-alat makeup nya. Aku memoleskan bedak tipis, sedikit pewarna bibir yang terlukis indah di bibirku. Aku tersenyum menatap diriku sendiri, kalo percaya diri pakai apapun, pasti jadi cantik.
"SWARA!!! ADA RAEYKEN NIH!!" teriak Bang Akfa tiba-tiba dari bawah, cepat-cepat aku dan Hilfi berbondong-bondong keluar kamar. Dan benar saja, Raeyken berdiri di dekat meja makan dengan kedua tangannya dimasukkan ke saku celananya. Aku menatapnya risih.
Setelah berpamitan dengan Bang Akfa, segera kami memasuki mobil milik Raeyken, dengan kecepatan rata-rata manuju sekolah SMA Permata. Aku dan Hilfi asyik mengadakan rapat 'kursi' di dalam mobil.
"Nah, entar malem tampilin yang serius. Duarius deh." Aku menyemangati Hilfi yang lagi-lagi dan lagi-lagi protes.
Tak lama, sampailah kami di halaman parkir sekolah, aku menuruni mobil, disusul Hilfi dan Raeyken. Kami beralan beriringan, kali ini nggak mampir ke taman dulu, langsung ke tempat biasa kami berkumpul dengan anggota klub masing-masing.
Aku menyapa mereka, memberikan sekantong plastik ranting kayu yang kubawa. Biasalah, untuk drama malam ini, aku bagian membawa kayu-kayu berukuran kecil dan sedang.
"Oke bos! Nanti aku yang atur deh, beres." Ucap Saqi sambil menerima kantong itu, aku tertawa geli melihatnya. Raeyken dibelakangku menatap sambil tersenyum, entah senyuman seperti apa, aku tak menoleh ke belakang. Hilfi terpaksa latihan dengan Rangga, tak lupa dibimbing oleh Rendra dan Sabila.
Aku menatap sekeliling, dimana tiga klub sekaligus dapat akrab. Basket putra-putri, voli putra-putri dan klub pecinta alam menjadi satu. Pandangan terakhi nih, lihat kebersamaan temen-temen.
Malam ini, aku sudah siap dengan apapun yang akan terjadi. Apapun itu, entah drama kami yang kurang bagus atau yang lainnya. Yang pasti, aku sudah siap.
Malam ini.
***
Sebelum maghrib datang, aku sudah bersiap-siap dengan kedatangan Kak Faiq dan Raeyken yang akan menjemputku. Dan persis saat adzan maghrib menggema di seluruh dunia, mobil milik Kak Faiq terparkir rapi di depan rumahku. Membuatku yang membaca majalah di ruang tamu berseru-seru, membuka pintu depan untuk mereka berdua.
Aku tersenyum. "Sholat maghrib dulu ya." Aku mengajak mereka menuju mushola di dalam rumah, sudah ada Bang Akfa disana.
Jadilah kami berempat sholat bersama, setelah itu aku bersiap-siap berangkat menghadiri acara ulang tahun sekolah. Dengan baju yang sederhana dan nyaman dipakai, aku menghadiri acara tahunan sekolah itu.
"Baik-baik kalian, jagain adik aku loh ya. Awas kalo pulang-pulang lecet." Raeyken memberikan hotmat atas perintah Bang Akfa, aku cekikian melihatnya.
"Yaudah, gue berangkat dulu ya Bang." Aku memberikan salam, lalu segera menyusul Kak Faiq dan Raeyken menaiki mobil.
Saat mobil milik Kak Faiq hendak tancap gas, mobil dari arah belakang memberi klakson. Menyapa mobil kami, mungkin begitulah bahasanya, aku menoleh. "Mantannya Kak Faiq tuh." Celutuk Raeyken yang membuatku tertawa.
Kak Faiq berdecih kesal. "Gausah banyak omong dah." Akhirnya dengan kecepatan penuh, kami berangkat menuju sekolah. Dengan hati yang sudah tertata dan siap dengan segala kejadian nantinya. Sudah siap.
Kami banyak bercanda selama perjalanan, terutama Raeyken yang bahkan berusaha membuat kami tak saling diam. Sesekali kami semua tertawa terbahak-bahak, atau bahakan Kak Faiq yang sampai ngerem mendadak karena tertawa.
Dan tak terasa, kami sudah memasuki gerbang sekolah, Kak Faiq membuka kaca jendela, menyapa Mas Yudi. "Monggo." Sapanya yang kami balas dengan anggukan.
Aku pamit ke Kak Faiq, bilang bahwa ingin duluan ke gudang olahraga, tempat dimana Hilfi dan yang lainnya berkumpul. Raeyken terus membuntutiku, mungkin nggak mau juga ikut temen-temen nya kak Faiq.
"Lah, ini Swara dah dateng." Rendra menunjuk diriku yang berdiri didepan pintu sambil ngos-ngosan, sedikit berlari tadi. Raeyken santai melakukan tos dengan cowok-cowok basket, lebih tepatnya Wahyu dan Rangga.
Aku tersenyum menatap Hilfi dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilannya benar-benar memuaskan. Sweter milikku cocok ditubuh Hilfi, membuat nya semakin cantik, jika dipandang positif sih. Aku melakukan tos dengan Sabila, berbincang-bincang sebentar tentang properti sederhana yang kami buat.
"Tampilan kita masih lama nih, masa iya keluar pakai baju yang ada rumput ijonya gini?" salah satu cowok dari klub basket yang menjadi pohon protes. Aku tertawa melihat kostum yang dia pakai.
"Yaudah, yang nggak dapet tugas buat bantu-bantu, mending siapin tangan buat tepuk tangan yang keennnceeng banget!" aku mengepalkan tangan, memberikan semangat pada yang lainnya.
"Acara yang kita tunggu-tunggu, akan segera dimulai dalam tiga menit kemudian." Suara sang MC menggema samapi gudang olahraga, segera aku mengajak teman-temanku yang ain ke depan panggung.
Aku beri tahu nih, kita bakalan nampilin drama yang nggak lama ini terjadi di aku. Jadi waktu itu, tiba-tiba aja ada ide muncul buat nampilin adegan, dimana Kak Faiq bantu aku yang kakiku keseleo, waktu ada diacara pecinta alam. Ya, acara itu, dimana keesokan harinya aku menjadi keyua klub pecinta alam, entahlah aku mengusulkan drama itu.
Yang ditampilkan hanya saat rombongan Hilfi dan Sabila berjalan dihutan, Hilfi menjadi ketua timnya. Dan sama sepertiku juga saat itu, Hilfi beristirahat dan ditinggal rombongan. Dan kalian pasti tahu adegan selanjutnya, dimana aku dibantu sama Kak Faiq dengan cara digendong!
Hilfi akan menjadi aku, dan yang menjadi Kak Faiq adalah Rangga. Rendra dan Wahyu menjadi Kak Ghata dan Kak Fiyan, dan Sabila yang menjadi Hilfi.
Dimulailah malam ini. Malam dari akhir ceritaku ini.
***
maap yah kalo banyak typo hihi...
jangan bosen baca ini, dan jangan lupa juga votenya wkwkwk makasih