Acara sudah berlangsung dua puluh menit yang lalu, aku masih setia menunggu penampilan dari klubku dan klub Hilfi, juga Rangga. Sebentar lagi penampilan mereka akan ditampilkan, setelah penampilan dari klub sastra ini selesai. Sedari tadi aku tak melihat sesama umat, hanya saat tampilan mereka saja aku melihatnya.
"Wuuuh! Beri tepuk tangan yang meriah untuk klub sastra!" ucap MC cowok tersebut, dia adalah Zuban, adik kelasku yang super duper kepedean. Dan yang menjadi MC perempuannya adalah Finda, walau dia juga tampil saat waktu klub nya tiba.
"Tampilan yang memuaskan yah pastinya. Dan setelah ini, ada tiga klub yang bakal kolaborasi loh! Gimana nih kira-kira drama yang mereka buat?" Seru Finda dibuat-buat agar para penonton penasaran. Aku gemas sekali dengan acara ini, entahlah kenaapa, padahal aku gak kebagian tampilan.
Hilfi, Rangga disusul yang lainnya, memberikan salam kepada para penonton. Mereka diberi waktu sejenak untuk memasang properti yang dibutuhkan. Aku menatap mereka takjub, takut dan gugup, gak tahu juga kenapa. *author bingung gimana bilangnya wkwkwk*
Dan berjalan lah cerita itu, dimana Hilfi meringis kesakitan dan digendong dengan Rangga. Banyak yang tertawa melihat acara gendong-menggendong itu. Semua pasti tahu kalau Rangga dan Hilfi itu musuh, tapi mereka sebenanrnya juga bukan musuh. Kayak memendam cinta gitu loh, ah apaan sih bahasanya.
Dan waktu adegan dimana Wahyu bertanya. "Dek! Lo punya perawan gak?" Hilfi lupa dengan dialog yang kubuat, sehingga menatap Wahyu kesal.
"Perawan? Apaan lo! ngeres banget otaknya." Hilfi menimpuk Wahyu yang berdiri dibelakangnya dengan daun kering. Sehingga Rangga yang kurang seimbang menggendong Hilfi, terhuyung.
Tubuh Rangga menindihi Hilfi, dan tubuh Hilfi menindihi Wahyu. Dan Rendra? Malah ikut-ikutan tiduran dipanggung. Hilfi segera bangkit setelah sadar dengan apa yang dia lakukan, para penonton sudah tertawa terbahak-bahak, kecuali aku. Aku memasang muka kesal, gawat nih, malu-maluin nih bocah.
Tapi ada keajaiban di otak Rangga, otak yang sekian lama terpendam kegoblokan. Akhirnya otak itu bangkit lagi. "Ngomong apaan lo! ke cewek jangan ngomong kayak gitu! Gue sengaja buat lo celaka nih." Rangga berakting baik, dia membantu Hilfi berdiri. Baik Hilfi dan Wahyu, belum mengerti apa maksudnya.
"Gue jatuhin Hilfi ke elo! Biar lo sakit dan Hilfi nggak, karena dia ada diatas tubuh lo." Hilfi langsung mengerti apa yang Rangga lakukan.
Aku tersenyum, terharu dengan otak Rangga yang akhirnya berfungsi.
"Aku kan, cowok normal." Wahyu menimpali, mungkin juga sudah mengerti apa maksud dari Rangga tadi. Tinggal Rendra yang memasang muka bingung, menatap Rangga, memberi kode.
"Kuy tiduran lagi ditanah, empuk anjir." Ucap Rendra sambil menepuk-nepuk panggung, ibaratnya sebagai tanah di drama ini.
"Eh, udah. Jangan bercanda mulu! Ini kasihan si Hilfi, kakinya nanti malah bisa tambah memar." Rangga mengulurkan tangannya ke Hilfi, lalu kembali menggendong Hilfi di belakang punggungnya.
Dan, selesai lah drama ini.
Saqi disebelahku bertepuk tangan sambil ber "Yuuuhuuuu, keren keren!" Teriaknya yang membuat telingaku pengak.
"Tampilan kita, kayaknya yang dapet sambutan paling meriah deh." Celutuk Raeyken yang duduk dibelakangku, aku menoleh, mengangguk setuju dengannya.
Tampilan kami ini adalah tampilan terakhir dari setiap klub, selanjutnya akan ada tampilan-tampilan dari klub musik.
Raeyken hilang dari pandanganku, tadi sempat diajak Bima dan Lucky untuk mengambil makanan. Aku membiarkannya, juga Saqi yang kumpul dengan geng nya.
Jadilah aku sendirian disini, melihat panggung dengan kesibukan baru. Dimana Dyfal membantu Gilang membawakan beberapa gitar dan alat-alat drum. Aku menatap panggung itu dengan datar, ralat! Maksudnya aku menatap Dyfal dengan tatapan datar. Sedatar perasaan ikatan persahabatan yang tak lagi tumbuh di kedua hati.
Dan saat selesai merapikan panggung, dimulailah alunan musik yang pas dengan dinginnya malam ini. Aku masih setia menatap kesibukan diatas panggung, dengan mendengarkan musik selow yang dinyanyikan oleh Jua.
Hingga Dyfal mengobrol sebentar dengan Faiz, lalu dia turun dari panggung dengan senyum mengembang. Aku ikut beranjak, ingin mengikuti langkah Dyfal, apa yang selanjutnya terjadi? Jua yang juga menyadari kejanggalan, menatap Gilang disampingnya.
Raeyken tiba-tiba saja menghentikan langkahku yang hendak menyusul Dyfal. Aku menoleh, berdecak kesal, lalu kembali menoleh dimana terakhir Dyfal kulihat. Tapi setelah aku menoleh, nihil. Tak ada siapa-siapa, aku menatap Raeyken bingung.
"Kenapa siiihhh?" Tanyaku kesal, kembali duduk dibangku setelah disuruh Raeyken.
"Aku yakin dia bakalan ke taman samping, dimana banyak kakak kelas yang duduk-duduk disana. Tadi sebelum Dyfal naik panggung, aku lihat dia sembunyiin buket bunga disana. Deket bunga bugenvile pojok kantin."
Mataku seketika membulat, tempat itu dekat dengan bangku yang biasa kami semua tempati saat istirahat.
Raeyken menatap sekitar. "Dikantin ada Dyana sama Hilman, mereka yang bakal hubungin aku nanti kalo dugaanku bener." Ucapnya antusias.
Waktu ini memang pas, dimana semua murid asyik menikmati makanan yang disediakan, juga hal-hal tak berguna lainnya. Apalagi bangku kantin yang sepi, mungkin ada beberapa yang duduk di sana, kan Raeyken bilang banyak kakak kelas disana.
"Trus? Kita sekarang harus diem mulu gitu, nungguin kabar dari mereka?" Tanyaku sedikit dengan nada kesal.
Raeyken menghelap napas. "Kalo gitu, kita langsung ke kantin aja."
Aku tercengang, Raeyken langsung menarik tanganku, berjalan menuju kantin. Aku mengikuti langkahnya yang mendahuluiku, lalu aku menatap tangan Raeyken yang menggenggamku. Tangan hangat yang kelak akan aku miliki.
***
Jeeeng jeng jeng.... eng ing eeenng
Hayo hayok gimana nih, jangan lupa vote ya, entar kelupaan gara2 keasyikan baca ini. Heheh
Yaudah, maap kalo ada typo yah dahh.