60. jujur aja dah

20 5 1
                                    

Raeyken mamanggilku untuk pergi ke taman samping. Aku pamit pada Hilfi dulu, meninggalkan pekerjaan sebentar. Mengikuti langkah Raeyken menuju taman samping yang sepi.

Disana, di bangku panjang-panjang dibawah pohon tua, berdirilah Ka Faiq. Ia melambaikan tangannya, menyapaku. Aku membalasnya dengan tersenyum, segera menghampirinya.

"Duduk." Perintah Raeyken menyuruhku duduk di bangku panjang-panjang itu. Aku mengangguk kecil, duduk disebelahnya yang sudah duduk lebih dulu.

Lama kami bertiga terdiam, aku menggaruk ramutku yang tak gatal. Bingung dengan keadaan yang makin lama, makin canggung.

Aku hendak beranjak meninggalkan taman, tapi urung karena Raeyken mencengkeram lenganku. Kembali menyuruhku duduk, dengan setengah hati aku menurutinya.

"Mau ngapain sih? Itu nyiapin dramanya belum kelar! Apalagi pemeran utamannya belum di tentuin." Kataku dibuat kesal dengan tampang Raeyken yang tak berdosa. Apalagi Kak Faiq yang menyenderkan tubuhnya di pohon, tangan kirinya dimasukkan ke saku celanannya.

"Nyadar nggak? Lusa kita udah berangkat ke Jepang." Raeyken menatapku datar, membuatku seketika terdiam, sadar dengan apa yang diucapkan Raeyken.

"Dan Raeyken mau bilang sesuatu." Timpal Kak Faiq.

"Heh! Nggak Cuma aku doang kok. Dasar es batu." Elak Raeyken, yang membuat Kak Faiq berusaha menahan tawanya. Melihat Raeyken yang salah tingkah didepanku. Aku menatap mereka bingung.

Raeyken mulai tenang, melipat tangannya didepan dada.

"Kamu yakin sama apa yang dilakukan Dyfal besok malam?" Tanya Kak Faiq memulai pembicaraan dengan serius.

Cepat-cepat aku mengangguk, walau sedikit tak yakin. Raeyken menghela napas. "Ya-yakin kok. Diyakinin aja sih." Aku nyengir menatap Raeyken yang telingannya mengeluarkan asap.

Raeyken diam setelah diberi kode oleh Kak Faiq. "Dia yang berhubungan sama Mbak Nilta itu." Raeyken menunjuk Kak Faiq yang masih menyenderkan tubuhnya di pohon.

Drreerd

Seketika ada petir yang menyambar tubuhku, entahlah. Aku hanaya sedikit terkejud tapi...

Lama aku terdiam, dan akhirnya aku angkat suara. "HEEEEEEEEHH? BERARTI SEKARANG KAK FAIQ MANTANNYA ATAU CA-calon?" Tanyaku lirih diakhir kalimat, Raeyken beranjak, berdiri didepanku sambil mengusap telingannya. Teriakanku cukup keras, aku sendiri kaget dengan apa yang aku ucapkan.

"Ku kira kamu akan marah. Tapi ternyata cuma terkejud aja." Ucap Raeyken sambil terus menggosokkan tangannya di telingan kanan.

Aku menatapnya penasaran, mataku berbinar seketika.

"Mantan." Jawab Kak Faiq singkat dan jelas.

Aku kembali terdiam. "Lah, berarti sekarang Mbak Nilta kembali single dong?! WADAAWWW PERIHNYA HATIKU." Raeyken menimpukku dengan daun kering, menyuruhku agar tidak berteriak. Aku menurut.

"Nggak. Aku Cuma sekedar mantannya doang. Kamu masih inget nggak, tentang aku yang ngajak kamu di hotel waktu perlomban Dyfal hampir dimulai?" Tanya Kak Faiq mendekat kepadaku, duduk ditempat yang awalnya diduduki Raeyken.

Kepalaku berpikir cepat, mecoba mengulang semua kejadian yang tersimpan apik dimemori ku. Seperti mengulang waktu dengan cepat dan...

Deg!

"Berarti dugaanku bener! Mangkannya aku kayak kenal cewek yang nutup pintu kamar hotel itu." Kataku berapi-api, berarti cewek yang waktu itu Mbak Nilta. Tapi, ngapain juga dia berduaan dikamar hotel ama Kak Faiq?

"Kita nggak berdua waktu didalam kamar itu. Tapi ada orang ketiga." Kak Faiq menatapku lamat-lamat, sambil tangannya terangkat membentuk tiga jari.

"Itu pacar gue, tadi dia minta kita putus." Kembali kak Faiq berucap datar. Wajahnya tak sedih, juga tak senang. Tapi terlihat seperti marah mungkin.
seperti waktu yang berputar cepat, aku mengingat apa yang dikatakan Kak Faiq waktu itu.

Aku sekarang mengerti dimana arah pembicaraan. "Orang ketiga itu pacar barunya Mbak Nilta? Dan Kak Faiq diputusin dihadapan pacar barunya Mbak Nilta?" Tanyaku semakin penasaran dengan arah pembicaraan ini.

Kak Faiq mangangguk, Raeyken duduk menjeplak di rerumputan. Menatap kami bergantain dengan muka malas, ini belum giliranku. Gumam Raeyken sambil terus memperhatikan kami.

"Kamu pasti kepikiran kan, tentang kenapa Mbak Nilta dan si orang ketiga itu ada di gedung yang sama? Mungkin satu gedung, tapi beda ruangan. Karena sebenarnya yang ikut lomba itu aku, bukan Dia." Kak Faiq menunjuk Raeyken yang menatapnya malas.

"HEEEEEEEEEEEEH?!" Teriakku lagi, yang membuat Kak Faiq mengusap dadanya.

"Nilta dan si orang ketiga itu mau lihat pertunjukanku. Tapi cepat-cepat aku mebatalkannya, untung ada Raeyken yang ikut denganku saat itu." Jelasnya sambil menatapku bergantian dengan Reayken.

"Ta-tapi kok—" Ucapanku terputus, bagai kabel listrik yang memang sengaja di putus salurannya.

"Kamu nggak perlu tahu alasan yang itu. Yang perlu kamu tahu sekarang.."

"... aku kesini mau liburan." Jawab Raeyken cepat sebelum Kak Faiq melanjutkan kata-katanya. Kak Faiq menartap Raeyken penuh arti, sedangkan yang ditatap, menatapku serius.

"Aku bohong tentang aku yang sekolah di deket komplek perumahan kamu. Aku bohong kalau aku sekolah di Indonesia, sebenarnya aku masih duduk dibangku sekolah di Jepang. Tapi sekarang ada liburan musim dingin, jadi aku mau liburan di Indonesia, sekalian mau kunjungin rumah-rumah saudara. Dan aku juga mau nyusul Kak Faiq buat kuliahnya di Jepang." Raeyken menghela napas, menundukkan dalam-dalam kepalanya. Aku masih mendengarkan penjelasanya.

"...Dan kita ketemu waktu itu... dan entah kita juga jadi temen yang akrab, kita juga buat rencana tentang Dyfalmu itu. Mungkin buat ini, kamu bisa marah sama aku." Aku menatap lekat Raeyken yang sekarang menatapku sendu.

Kak Faiq menepuk bahuku, membuatku menoleh.

"Kita terpaksa bohong, karena situasinya beda waktu itu. Aku yang kenalin Raeyken ke kamu, jadi kalau kamu jengkel, kamu marah aja ke aku." Cepat-cepat aku menggeleng, tersenyum ikhlas.

"Buat apa aku marah, toh aku juga lagi bohong sama seseorang sekarang. Lagian Raeyken bilang dia masih sekolah di Jepang, kenapa gak bilang-bilang waktu kita jalanin rencananya? Kan lebih mudah nantinya. Mungkin aku nanti pindah sekolah di sekolahmu." Aku menendang batu, membuat batu itu terpental kearah Raeyken yang masih setia menunduk.

"Gue nggak ada niatan marah kok, gue malah seneng ternyata dapet temen dari Jepang."

Kak Faiq tersenyum menatapku, yang kubalas dengan senyuman juga. Raeyken menatap kami berdua bergantian. "Kalo gitu, cepet kamu selesaiin drama kamu tuh. Besok lusa kita berangkat." Kak Faiq menunjuk kesibukan yang terjadi di dekat lapangan.

Kulihat Hilfi sedang berperang dengan Rangga, mereka menjadi pussat perhatian.

"Ra, kamu gak marah kan?" Tanya Raeyken saat aku ingin beranjak menemui Hilfi. Aku menatapnya, lalu memasang muka cemberut.

***

Yoyoyo gaeaeees, Swara mau berangkat ke Jepang neeh!!!

Ceritanya juga mau t***t. Ekekek nggak kok, cuma slaw apdet aja  

tombol bintangnya jan lupa kakak

see you next, maap klo ada typonya hehe

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang