Pulangnya, Raeyken kembali mengantarku, sempat mampir sebentar untuk bertemu dengan Bang Akfa. Bang Akfa meminta pendapat kami tentang reuni akbarnya dengan teman SMA nya dulu.
Aku dan Raeyken mengedikkan bahu, toh yang penting gak bikin kesroh.
"Besok ini diadain. Nanti Abang bikin pesta kecil-kecilan di taman belakang." Bang Akfa menatap kami berdua yang tak peduli.
Raeyken menatap Bang Akfa bingung, sedangkan Bang Akfa menghembuskan napas tertahan. Pada akhirnya Raeyken pamit setelah lama kami terdiam. Aku mengantarnya sampai depan gerbang.
"Besok aku jemput lagi buat ke supermarket." Raeyken tersenyum, kubalas juga dengan senyuman. Mengangguk, lalu melambaikan tangan saat mobil milik Raeyken hilang di kelokan jalan.
Kembali aku masuk rumah, langsung menuju kamar untuk membersihkan diri. Bang Akfa sudah masuk ke kamarnya lebih dulu, menyiapkan daftar bahan-bahan yang akan aku dan Raeyken beli besok.
"Boleh ajak temen-temen kalian kok. Temen sekelas juga nggak pa-pa, Ra." Aku teringat ucapan Bang Akfa tadi. Masa' Dyfal di ajak? Kalo gak di ajak nggak enak.
Ah, udahlah. Besok mau jalan sama cogan.
***
Raeyken berjalan di depan, membaca daftar bahan-bahan yang akan kami beli. Sedangkan Raeyken sibuk membaca, aku sendiri sibuk membeli stok camilan untuk minggu ini. Tinggal dua minggu lagi gak akan ke supermarket di Indonesia.
Raeyken menatapku, lalu mendorong troller mendahului rak lain.
"Ra, ambilin daging tuna itu!" Raeyken mendorongku agar maju mengambil beberapa daging ikan tuna yang sudah terbungkus rapi.
Aku mendekat, mengambil beberapa bungkus, lalu memasukkan nya di troller. Raeyken kembali berjalan di depan, mengambil beberapa bahan-bahan lain.
"Ken! Beli ini yuk, ayoook siniii." Mataku membulat seketika saat melihat promo minuman soda. Lumayan buat nonton entar malem sama temen-temen. Apalagi Hilfi sama Sabila mau nginap.
Raeyken pasrah kutarik lengan bajunya. "Jangan lari-lari, Ra. Entar jatoh." Raeyken berusaha mengendalikan Swara yang tiba-tiba hilang kendali. Lari sana-sini mencari camilan.
"Udah?" Reayken menatapku datar, dari tadi menungguku.
Aku mengangguk mentap, lalu kami kembali berjalan menuju rak-rak lainnya. Raeyken asyik memilih wortel, meminta pendapatku mana wortel yang lebih besar dan segar.
"Ra, tunggu di parkiran aja. Ini kasirnya ngantri panjang." Raeyken menunjuk antrian ular. Sudah ada beberapa kasir lain, tapi sama saja, ramai.
"Nggak pa-pa nih? Gue ikut nunggu aja nih, nggak enak. Kan ini belanjaan Abang gue." Jawabku sembari memeluk camilan yang kubawa—tak muat jika di taruh di troller.
Raeyken berdecak kesal. "Nanti kamu capek, ini panjang banget antriannya. Sana! Ke mobil duluan, ini kuncinya." Raeyken sudah berlalu, membentuk barisan.
Aku melotot, ikut di buat kesal. Akhirnya aku memutuskan ikut maju. Sayang, sudah ada orang duluan yang baris di belakang Raeyken, membuatku salah tingkah.
Raeyken menatapku sinis, aku balas melotot. "Ngapain lagi?! Sana, balik ke parkiran." Raeyken langsung maju beberapa langkah.
"Hey, apaan sih. Ini camilannya gak di bayar? Sana! Bayarin." Balasku, lalu meninggalkan tempat. Raeyken kikuk memungut camilan yang langsung aku lemparkan tadi.
"Mas, mas. Ganteng-ganteng harus sabar sama ceweknya. Langgeng terus ya mas." Orang yang dibelakang Raeyken tiba-tiba nyelutuk.
"Doain bisa langgeng sampe nikah." Raeyken tersenyum lebar, sampai matanya agak menyipit. Yah, walaupun emang agak sipit.