12. katua klub baru

33 10 6
                                    

Akhirnya pagi datang, segera aku membangunkan Hilfi yang masih memproduksi air liur. Ku goyang-goyangkan tubuhnya, kuteriaki telingannnya, sehingga Hilfi terbangun.

"Gue mau mandi dulu, nanti lo ambilin jatah sarapan gue ya?" Aku keluar tenda, menghiraukan Hilfi yang masih menguap lebar.

Segera aku mengambil antri, menunggu beberapa siswa yang juga ingin membersihkan tubuh. Kemarin Hilfi marah besar padaku, entah kenapa. Tapi setelah aku menunjukkan kakiku yang bengkak, mulutnya langsung bungkam.

"Ra! ngantri ya?" Seseorang memanggilku, aku menoleh kebelakang. Ternyata kak Ferdian yang memanggilku.

Aku mengangguk, tersenyum tipis. "Kenapa kak?" Tanyaku.

Kak Ferdian menggeleng, lalu pergi begitu saja, aku bingung. Tetapi tak kupikirkan, mungkin mau minta bantuan, atau apalah.

***

"Hil, mana makanan gue?" Aku menghampiri Hilfi yang mengunyah makanan dengan tubuh yang masih lengket. Mungkin Hilfi menunggu antrian sambil makan.

Hilfi mengangkat kepalanya, lalu melanjutkan makannya. Aku dibuat bingung oleh kelakuannya.

"Hil, lo ken-"

"Ra, ini makanan bagian lo." Teriak seseorang, aku menoleh, Gilang. Aku menghampirinya, mengambil makanna jatahku.

"Makasih." Kataku, lalu menyunggingkan senyum. Gilang, tersenyum, lalu pergi.

Aku duduk disebelah Hilfi. Membuka bungkusan yang berbau lemak ini. Aku menoleh, menatap Hilfi yang mengunyah makanan dengan malas. Aku menyenggol lengannya. Hilfi tak menoleh, biasanya kalau dia disenggol, maka dia balas dengan baku hantam.

Tak lama, akhirnya Hilfi melirikku, menoleh, lalu menatapku cukup lama. Aku menatapnya tersenyum.

"Kenapa lo?" Aku bertanya dengan mulut yang masih penuh dengan bumbu pecel.

Hilfi masih menatapku, membuat suasana menjadi canggung. Hilfi menjatuhkan makanannya, masih menatapku. Aku melotot, menatap makanan Hilfi yang masih tersisa banyak.

"Mubadzir lo, Hil." Aku mengambil bungkusan itu, mengusap bagian bawah yang terkena pasir.

Hilfi memegang lenganku, menyuruhku untuk berhenti bertingkah seperti pemulung. Aku menatapnya cukup lama. Mata kami saling bertabrak, aku membuang muka.

Mata Hilfi mendadak memerah, lalu beranjak memeluk tubuhku. Mataku juga memerah, Hilfi bahkan sudah menangis sesenggukkan. Aku tahu maksud Hilfi, setelah acara bersih diri dan sarapan, akan diadakan acara pengganti tahta. Tahta kakak kelas akan turun ke adik kelasnya.

"Lo akan merasakan nya habis ini, Ra." Hilfi berbicara, masih dengan ingus yang diusapkan kebajuku.

Aku mengangguk, Hilfi sudah merasakannya. Dulu, klub Voli pernah mengadakan acara seperti ini juga. Aku dan teman sesama umat mengikuti acara nya waktu itu. Mbak Tiffa, mengundurkan diri menjadi ketua klub, Memilih Hilfi menjadi penggantinya.

Nafsu makanku hilang, aku balas memeluk Hilfi. Kami berdua menangis, tak ada yang melihat kami, untunglah.

PPRRIIIT, Peluit terdengar keras. menandakan waktusarapan tak akan lama lagi. Hilfi beranjak, mengambil beberapa alat mandi. meninggalkan ku sendiri.

Aku ikut beranjak, aku memutuskan untuk membantu anggota klub menyiapkan acara. Kami membaut panggung kecil, akan ada pesta sebentar sebelum acara utama. Beberapa siswa dari klub musik akan mengisi acara ini. Sayang, Jua tak mengikuti acara ini.

Aku menunggu Hilfi sembari mendengarkan petikan gitar dari Gilang. Lalu yang lainnya juga berpatisipasi mengisi acara ini. Hilfi datang, tepat sebelum Rangga dan teman-temanya akan tampil.

"Lho, tiang basket tampil?" Hilfi menaruh pantat di sebelahku, ikut mendengarkan anak klub basket bernyanyi.

"Yo! kita akan menghibur kalian dengan lagu 'Stay' dari BALCKPINK!!" Semua bertepuk tangan, tak sabar dengan lagu dari bidadari korea.

Hilfi mendesisi, meremehkan Rangga. Aku meliriknya, sepertinya rasa cengengnya tadi sudah hilang.

Setelah Rangga menyanyikan beberapa lagu dari korea, acara utama akhirnya dimulai. Kami berdiri, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Setelahnya, semua anggota Pecinta Alam menaiki panggung. Kami semua salin berpelukan, memberi salam terakhir pada kakak kelas.

"Baiklah, sudah cukup perpisahan kecilnya." Kata MC, kami semua turun dari panggung, kecuali kak Ferdian.

Kulihat beberapa siswa perempuan sudah ada yang menangis, yang cowok berganden tangan, tertawa. Aku tahu, anak cowok tak mau meliahat acara tangis-menangis. Padahal mereka sendiri menutupi rasa sedih mereka dengan tertawa.

"Hey, acara ini memang tak mewah. Tetapi, aku yakin kalian akan menikamti waktu dengan baik. Janganlah menjadi seperti diriku, yang tak menikmati waktu saat menjadi ketua klub. Hari ini, akan ada pengganti yang mungkin lebih baik dari kalian." Kak Ferdian menjeda kalimatnya. menatap kami semua

Kak Ferdian menghembuskan nafas perlahan, kembali fokus pada kalimatnya. " Gue akan panggil orang pengganti gue, dan ini cewek. Ini pertama kalinya ada cewek yang menjadi ketua klub Pecinta Alam. Orangnya adalah...,"

Semua orang menatap kak Ferdian, tak sabar dengan pengumuman penting.

"..., SWARA!" Kak Ferdian menatapku, begitu juga dengan semua nya. Hilfi memelukku, sepertinya teringat dengan kejadiannya waktu itu.

Aku mematung, tatapanku kosong. Kak Nina memelukku, juga kakak kelasku semua. Adik kelas juga ikut memelukku. Aku masih mematung, dengan air mata yang tiba-tiba keluar tanpa kuijinkan.

Semua bertepuk tangan, berhenti memelukku. Hilfi mengusap air matanya, bertepuk tangan. Kak Ferdian, memegang tanganku, menyuruhku menaiki panggung untuk menyampaikan beberapa kata. Aku menggeleng, tak kuasa berbicara dengan keadaan seperti ini.

***

s w a r aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang