11

1.4K 116 12
                                    

"Gue ke atas dulu," pamit Exel sembari berdiri.

"Lo marah sama gue juga kek yang lain?" tanya Lidya tiba-tiba, ia merasa hal yang mengganjal telah terjadi.

"Gue cuma mau ganti baju sekaligus nyegarin diri alias mandi gitu. Lagian gue gak ada dendam khusus ke Oxy. Lagian mereka juga ga marah sama lo," jelas Exel sambil tersenyum ke arah Lidya. Ia melangkah menaiki tangga menyisakan hanya Lidya bersama Gio.

"Lo ga naik juga?" tanya Lidya hati-hati.

"Kalo gue naik lo sama siapa? Disini sering ada anak jalanan yang nongkrong. Entar lo diapa-apain gimana?" tanya Gio balik.

"Gue bisa pulang, kan?" ujar Lidya larut dalam rasa bersalah.

"Entar aja, rumah Oxy jauh dari sini dan kondisi sekarang lagi hujan," tahan Gio sambil menatap ke luar jendela.

"Gue bisa naik taksi," tukas Lidya cepat. Gio menatap ke arahnya. "Tunggu disini entar gue yang bakal nganter lo."

"Lo punya dendam juga dengan Oxy?" tanya Lidya lebih hati-hati.

"Dulu, sekarang gak lagi. Kesepakatan udah buat gue damai dengan mereka," jawab Gio lebih tenang.

"Mereka?"

"Oxy dan keluarganya," tukas Gio sambil kembali menatap langit-langit kafe.

"Lo kenal dengan mereka?" heran Lidya memuncak.

"Kenal sangat. Jangan kasih tau hal ini dengan Exel dan yang lain, karena gue ga suka kalo hal ini tersebar," ujar Gio setengah berbisik.

"Ada apa sebenarnya? Kalo lo ga mau hal ini tersebar kenapa lo nyebarin hal ini ke gue?" heran Lidya.

"Lo bakal tau, apalagi lo tinggal di rumah Oxy. Semuanya bakal lebih mudah, dan gue percaya sama lo bisa dipercaya." Gio melirik ke arah hentakan kaki yang menuruni tangga, mereka berempat kembali ke posisi tempat duduknya.

"Dendam yang ga mungkin dilupain, karena dia telah membunuh salah seorang dari kami dengan sengaja," jelas Dimas tanpa diminta.

Semuanya menatap serius kecuali Gio yang kini kembali menutup wajahnya dan memejamkan matanya. "Jangan cerita kalo akhirnya sama lagi."

"Oxy udah ngelenyapin Ira!" bentak Dimas dalam kondisi kafe yang sepi.

"Aku telah menjelaskan kepada kalian tentang insiden itu." Suara wanita kali ini telah menggema  kafe. Lidya menoleh ke arah datangnya sumber suara. Aluna tengah berdiri di belakang sofa yang diduduki Lidya.

"Tapi sama saja Oxy menjadi penyebab kematian Ira!" balas Dimas tak kalah sengit.

"Kita telah menempuh jalan damai, kenapa kakak masih mengungkit hal ini lagi?" Nada suara Aluna menjadi lebih dan sangat serius.

"Damai? Itu hanya uang dan nyawa ira tidak bisa kembali lagi?!" murka Dimas dengan mata melotot marah.

"Kalian mau nyawa dibalas dengan nyawa? Sudah berapa kali aku tawarkan untuk membayar nyawa Ira dengan nyawaku. Harap kalian mengerti," isak Aluna meringis.

"Ira terikat dengan lelaki itu! Kalian tau semuanya, ia telah menjadi boneka umpan lelaki itu dan letak lelaki itu sekarang sama sekali tidak diketahui! Kenapa kalian masih menyalahkan Oxy dan tidak mencari lelaki itu?! Lelaki itu berbahaya! Ia akan mengirim semua bonekanya untuk menghancurkan keluargaku!" bentak Aluna di sela tangisnya.

"Gue berusaha ikhlas tapi susah. Kenapa Ira harus dibunuh sekeji itu?" Dimas merilekskan tubuhnya lagi.  Gio berdiri dan duduk di sebelah Lidya guna memberikan ruang untuk Aluna duduk.

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang