Sebuah motor itu memasuki kediaman Lathfierg, wajahnya sedikit pucat, lebih pucat dari waktu ia menyetujui pernikahannya.
Ia menerobos lubang kecil dari semen yang terlepas, motornya sempat oleng ke kanan dan ke kiri.
Jantungnya kini berdegup lebih kencang.
Berhasil, ia kini memarkirkan motornya. Tubuhnya lunglai, rasanya tulang tungkainya melepas sedikit demi sedikit.
Kaki kanannya melemas, hampir saja ia terjatuh jika sebuah tangan tidak menopangnya. "Kau kemana saja?"
"Kau?"
"Aku mengikutimu sedari pagi." Oxy menopang tubuh Lidya sembari membantunya untuk masuk.
Aluna langsung menuruni tangga dengan langkah yang besar ketika melihat Lidya datang dengan kondisi yang buruk. "Kakak kenapa?"
Lidya tidak menjawab sedikitpun pertanyaan Aluna, kondisinya membuatnya untuk tetap diam. Oxy mengamati saudaranya dengan tatapan yang teramat iba, wajah dan bibirnya tidak berwarna.
Mereka mendekati sebuah sofa mewah, Lidya terlepas dan terjatuh sambil terbatuk memuntahkan cairan berwarna merah ke lantai.
"Aluna! Cepat ambilkan air!" Aluna langsung panik, ia berlari lekas ke dapur dengan air mata yang mengalir.
"Apa yang terjadi denganmu?" Oxy mengangkat Lidya dengan hati-hati untuk duduk dan mengelapkan aliran darah yang masih saja mengalir.
Lidya hanya menggeleng dan tersenyum. Aluna datang dengan tergesa-gesa membawa segelas air putih dan sepiring makanan.
"Minum ini," pinta Oxy dengan telaten memberikannya kepada Lidya. Lidya menenggak air putih itu sedikit demi sedikit, urat lehernya menegang, tangannya kuat mencengkeram lengan Oxy sampai mengeluarkan titik-titik darah.
Oxy tidak mempedulikan darahnya, tetapi kondisi Lidya seperti itu benar-benar membuatnya sakit.
"Ada apa semua ini?" tanya Oxy ketika gelas yang berada di tangannya ditepis keras oleh Lidya. Nafas Lidya menjadi terengah-engah, ia menarik sedikit bibirnya, goresan panjang tepat di bibir bawahnya.
"Siapa yang melakukan ini kepadamu kak? Biar aku yang membalasnya! Dia sangat keterlaluan!" amuk Aluna menggenggam pangkal pisaunya.
"Aku tidak tau," lirih Lidya. Ia mengamati Oxy dengan dalam. "Kau benar mengikutiku?"
"Hampir," gumam Oxy melirih. "Aku kehilangan jejakmu di sebuah persimpangan, lalu memutuskan untuk pulang karena ku pikir kau telah pulang, namun kau tidak ada di rumah dan aku mencarimu lagi."
"Sebelum persimpangan itu semuanya membaik. Tetapi beberapa orang mencegatku dan semuanya terasa gelap. Aku kembali, dengan kondisi seperti ini," jelas Lidya matanya meredup.
"Kalian tenang, cuma pedih. Tidak terlalu membuatku mati, setidaknya pedih sebelum kematianku. Kalian bisa duduk? Aku lelah mendongakkan wajahku menatap kalian," gumam Lidya dengan tersenyum. Lidya berusaha kuat dan berdiri ketika mereka berdua duduk di sampingnya.
"Apa yang kau lakukan?! Kau belum terlalu pulih," cegah Oxy. Lidya menghiraukannya dan memilih tetap melangkah.
"Kau tidak akan tau begitu bersemangatnya aku menjemput kematianku," tukas Lidya dengan senang.
Oxy menatap gadis itu heran, beberapa saat yang lalu gadis itu terjatuh lemas dan memuntahkan darah. Kini, gadis itu tengah bersenang hati melangkah ke arah tangga.
"Cepat jelaskan kepadaku, apa itu benar adikku dan apakah dia memang manusia sejati?" gumam Oxy, namun suaranya tetap terdengar di telinga Lidya.
"Oh ayolah, aku hanya terluka dan akan mati. Lebih baik aku menikmati hidupku sebelum aku terpenjara dalam tanah," kekeh Lidya masuk ke kamarnya bersama Aluna.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Ficção AdolescenteBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...