48

1.1K 107 18
                                    

"Kau gila!" cerca Cakra dengan nada yang teramat tinggi hingga membuat beberapa pengunjung mengamati jendela ruangan dengan ternganga.

"Aku memang gila," jawab Lidya santai namun dia setiap intonasi katanya memancarkan kesedihan mendalam.

Bagaimana tidak, ia tidak bisa membuat keluarganya bersedih tetapi ia juga tidak bisa melihat Zhiro sengsara.

"Setidaknya jika aku mati maka aku meninggalkan cinta untuknya," tukas Lidya lagi.

"Aku tidak mengizinkanmu!" bantah Cakra lantang.

"Mengapa tidak? Aku telah mengecek disini jika ginjalku lumayan cocok," bujuk Lidya lagi. Ia mendekat Oxy yang kini tengah memalingkan wajahnya.

"Kau membenciku sampai tidak sudi menatap wajahku?" duga Lidya sambil mengamati lelaki itu dengan haru. Ia duduk dan menangkupkan telapak tangannya ke wajahnya, ia terisak.

"Aku tidak membencimu," lirih Oxy yang luluh dengan isakan tangis Lidya. Ia membelai rambut kembarannya.

Kepala Lidya terasa sakit, semalaman memikirkan hal ini, mencari jalan keluar untuk kesembuhan Zhiro. Hasilnya nihil, ia melemah.

"Kau gila kak!" umpat Aluna yang datang tiba-tiba. Ia mendekat ke arah Cakra sambil menggenggam pangkal belati, ia masih saja menggunakan seragam sekolah dengan senjata itu. Oxy dan Lidya tersentak kaget dan Cakra kini menatap gadis yang tengah berjalan mendekatinya seakan ingin merajamkan belati padanya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Cakra meragu, seiring langkah Aluna mendekatinya ia mundur seperlangkah.

"Jangan berpura-pura tidak tau! Kau yang membujuk kakakku untuk mendonorkan ginjal itu! Jangan bodoh, kau ingin kakakku wafat dengan cepat?!" geram Aluna sambil melemparkan tatatapan mengerikan.

Cakra menelan ludahnya, jaraknya dengan Aluna semakin menipis. Ia bimbang hati.

"Bisakah kalian tidak hanya berdiri di sana?" protes Cakra semakin pucat, ia tidak mengerti mengapa hidupnya didedikasikan dengan orang-orang yang teramat berbahaya.

Lidya dan Oxy saling menatap, Cakra berdecak kesal karena tingkah mereka.

"Sebelum kau membunuh kakakku dengan operasi itu, maka aku yang akan membunuhmu dengan belatiku!" gumam Aluna. Aluna telah mengangkat belatinya hendak memembus dada sekaligus jantungnya.

Dengan santai Lidya melangkah dan merebut genggaman pisau tersebut dengan sekali hentakan yang membuat Aluna jatuh terduduk, ia menatap Aluna dengan datar. "Bodoh!"

Lidya kembali melangkah ke sisi Oxy dengan sangatlah santai, memainkan ujung belati yang tajam ke garis tangannya.

"Kembalikan belati itu! Aku hampir saja membunuhnya, sebentar lagi dia akan wafat!" pinta Aluna dengan sedikit berteriak.

"Oh ini senjata baru yang kau asah kemarin, bagaimana jika aku mematahkannya?" gumam Lidya menghiraukan permintaan Aluna.

Cakra bernafas lega, kematiannya tidak jadi dipercepat. Ia menyandarkan tubunnya, kesan melebihi film horor.

"Kakak! Aku tidak mau jika kau wafat," isak Aluna seketika berdiri untuk memeluk Lidya. Lidya langsung melemparkan belati tersebut ke sudut ruangan yang jauh dari posisinya. Dan membalas pelukan adik tirinya.

"Aku tidak mau kau mati, jika kau mati siapa yang akan membelaku. Oxy? Lelaki ini seperti batang kayu yang berjalan, ia tidak akan membelaku. Malah ia akan menjadi musuhku, ia akan terus memaksaku belajar, baru kali ini aku menemukan kakak sepertimu. Kau tidak melarangku untuk berbuat apapun yang kau suka, seleramu dan seleranya itu sangat berbeda. Lelaki ini mungkin tidak punya saraf humoris dalam dirinya," tangis Aluna yang membuat Oxy hanya menatap datar atas keluhan terhadapnya.

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang