Rozi masih saja membalut luka dalam di lengan Gio. Gio kini menyandarkan tubuhnya ke bagian sofa yang empuk, sedangkan Lidya kini masih berusaha menghentikan air matanya yang mengalir.
"Berhentilah menangis, kau telah menangis 30 menit dan curangnya aku tidak bisa menghapus air matamu karena aktivitas Rozi kali ini," pesan Gio dengan menatap Lidya iba.
"Semuanya karena aku, jika aku tidak ada di sana kau tidak akan terluka," sesal Lidya. Lengannya tak henti basah karena air matanya.
"Tidak...."
"Tentu saja, karena kau! Hanya karena kau Gio terluka! Karena kau Gio selalu mengorbankan luka dan nyawanya! Untung saja kau telah sadar!" Alvin datang dari belakang dengan tiba-tiba. Dia adalah salah satu kepercayaan dari Gio.
"Dan semuanya lebih suram sejak kau hadir!" sambung Alvin lagi.
"Jaga perkataanmu! Harusnya kau sadar dengan siapa kau berbicara!" Gio menjadi sangat murka, Ia langsung berdiri dan membuat Rozi tersentak kaget dan berubah marah.
"Panglima, aku telah sadar! Dan lihat siapa yang belum sadar, aku atau adikmu! Sadarlah, kau hidup menjadi pengganggu!" sentak Alvin lagi.
Rozi langsung melempar perban ke sembarang tempat dan mengangkat kerah baju Alvin dengan tatapan teramat murka. "Orang yang kau sergah bukan hanya adiknya tetapi adikku! Jaga etikamu!"
"Berhenti Rozi, dia benar, harusnya aku bisa lebih sadar akan semua ini," gumam Lidya setelah menghela nafas panjang.
"Bagus jika kau sadar! Maka enyahlah dari sini! Semua kesulitan akan datang jika kau ada bersama kami!" Sebuah pukulan melayang keras di wajah Alvin, ia tersungkur jatuh.
"Sudah aku bilang hentikan!" Rozi menatap dengan murka dan nafasnya berhembus kasar.
"Rozi, antar Gio ke kamar. Aku yakin dia butuh istirahat, aku mau istirahat di kamar." Lidya tersenyum kecut lalu menepiskan aliran air matanya yang masih tetap saja mengalir. Ia berjalan lemas menaiki tangga, tepat di kamarnya yang berada di sebelah Gio.
Gio berjalan dengan cepat, berusaha menghentikan langkah Lidya namun dengan cepat Lidya berbalik dan malah menarik Gio masuk ke kamarnya. "Sudah ku bilang kau harus istirahat, penting bagi seorang Panglima dan pebisnis hebat sepertimu untuk cepat memulih. Aku ingin tidur," gumam Lidya lalu melangkah menutup pintu.
"Lidya, kau baik-baik saja?" tanya Gio sebelum pintu tertutup dengan rapat.
"Jauh lebih baik, beristirahatlah dan jangan menipuku," imbuh Lidya lalu menutup pintu rapat.
Gio menghela nafasnya. "Ini bukan salahmu, ini adalah salahku yang tidak becus menjadi Guardamu! Aku tidak memaafkanmu Alvin! Kau telah menyakiti perasaan adikku!" Gio menatap langit-langit kamarnya dengan murka.
"Dia pasti sakit, sangat sakit. Semuanya terasa, benda tajam seakan menusuk dalam dadaku," sesal Gio lalu memutuskan untuk tertidur.
***
Tubuh Gio terasa panas, dendam membakar dari dalam dirinya. Rasa amarah yang berkobar.
"Pertemukan aku dengan Alvin, minta dia untuk ke kamarku sekarang!" Gio mengomando dari sambungan telepon. Dering telepon membuatnya terkejut.
"Apa yang telah kau lakukan?"
"Kau menghajarnya?"
"Baguslah, dia memang pantas mendapatkannya. Perintahkan dia ke ruanganku!"
Dia menutup teleponnya dan mengganti kemejanya dengan pakaian serba hitam yang biasa ia pakai.
Tidak lama dari itu. Pintu kamar terbuka dan memperlihatkan wajah Alvin yang babak belur.
![](https://img.wattpad.com/cover/197795250-288-k223120.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Teen FictionBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...