38

1.1K 114 11
                                    

Rasa pusing terasa bersemangat menjajah kepala Lidya, telah dua hari penuh ia membantu Oxy mengumpulkan dana dari setiap proyeknya. Ia melangkah lunglai menaiki tangga dan masuk ke rumahnya.

Dua kali dia hampir menabrak orang dan ditabrak, malam tadi ia tidak tidur dan memasuki kamarnya sama sekali. Semalaman di perjalanan domestik.

"Aku merindukan kasur empukku," gumam Lidya terdengar sangat lelah. Sesekali ia menguap, matanya lelah menatap layar laptopnya.

Lelaki itu kini tidak pulang bersamanya, ia baru pulang besok pagi. Berusaha meminjam banyak modal di sebuah perusahaan ternama, tapi sayang Oxy tidak mengizinkan Lidya untuk ikut.

Pintu dibuka, terasa mengganjal ketika dibuka. Lidya menekannya kuat.

"Aduh," ringis seseorang. Mata Lidya membulat kaget, ia menyondongkan kepalanya lebih dalam dan melihat Aluna sedang terbaring di lantai.

"Kau? Mengapa kau di sana? Kau tidak kebagian tempat tidur lagi?" heran Lidya. Aluna langsung menatap Lidya heran sambil cengengesan.

"Aku menunggumu!" teriak Aluna sangat bersemangat. Aluna langsung berdiri dan memeluk Lidya dengan erat. "Sepertinya aku akan mati sebentar lagi."

Tulang-tulang Lidya terasa lepas dari sendinya. Ia meregangkannya lagi namun pelukan Lidya semakin kuat dan menyesakkan nafas.

Aluna langsung melepaskannya. "Tenang, kau tidak akan mati dan aku akan membuat tubuhmu lebih bernutrisi sebelum kematianmu."

Aluna langsung menarik Lidya masuk dan menutup pintunya rapat. Dengan semangat Aluna menarik Lidya dengan lincah, sementara itu Lidya ibaratkan orang yang sedang mabuk. Terombang-ambing di lautan yang luas.

"Kau akan membuatku mati dengan kondisi kekurangan gizi, mungkin gizi buruk." Aluna terkekeh dan semakin gencar menarik Lidya ke lantai dua.

Beberapa anak tangga terasa membanyak berkali-kali lepat di kaki Lidya. "Ayolah! Semangat!"

Lidya menyerah dengan sikap kakak beradik ini, memang menyenangkan tetapi sangat mengarah untuk mempercepat kematiannya.

Pintu kamar mereka berdua dibuka. "Lalu kau mau apa? Kasurku terasa sangat menggoda."

"Lupakan soal kasur, kau harus makan! Aku ingin berbicara serius denganmu, kak." Aluna menarik Lidya untuk duduk ke kasurnya. Tanpa diminta Aluna menyuapkan beberapa sendok makan agar Lidya makan dengan kenyang.

Lidya tersedak dan dengan telatennya Aluna mengambilkan minun untuk kakak angkatnya. "Kau ingin istirahat? Aku tidak butuh jawabanmu, aku ingin kau istirahat sekarang!"

Lidya langsung berbaring agar telinganya tidak sakit ketika berkontaminasi dengan teriakan Aluna.

"Ada apa?" tanya Lidya terdengar serius. Aluna menatap Lidya teramat dalam, sedetik waktu terlewat mata Aluna menjadi berkaca-kaca.

"Semua ini gara-gara aku," lirih Aluna.

"Semua?"

"Iya, sakitmu. Kakakku akan menderita kerugian yang besar, jika tidak kakakku akan dipenjara. Aku telah salah karena telah membuat Bianca menjadi dendam dengannya, dan kau semakin buruk. Kondisi kesehatanmu memburuk, itu juga karenaku."

Aluna beranjak pindah dan duduk di lantai dengan kepala menyandar di tempat tidur Lidya. "Aku merasa sangat bersalah! Aku bodoh! Aku egois karena memikirkan diriku sendiri!"

"Sudahlah lupakan itu, nasi juga telah menjadi bubur. Kakakmu tidak menyalahkanmu sekalipun, kau sangat beruntung mempunyai kakak sepertinya, walaupun terkadang aku harus mengutuknya," tukas Lidya mencoba menenangkan.

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang