3

1.5K 153 18
                                    

"Siapa wanita yang kau bawa ke sini? Aku tidak pernah suka orang baru disini," sergah lelaki yang berdiri di sudut ruangan. Lidya memastikan jika pisau itu berasal dari tangan lelaki itu, terdengar amarah di setiap intonasinya. Lidya berusaha membuka mulutnya namun Aluna mencegahnya.

"Dia adalah kakak angkatku, aku baru saja menemukannya di tengah jalan dan sayangnya dia tidak punya tujuan untuk pergi. Jadi, aku putuskan untuk membawanya kesini." Aluna menarik lengan Lidya agar segera duduk di sofa, ia membisikkan sesuatu ke telinga Lidya. "Kakak harus diam aja di sini, jangan membantah atapun mengeluarkan kata apapun. Kau akan tinggal bersamaku, apapun yang terjadi."

"Mengapa kau tidak bicarakan hal ini kepadaku terlebih dahulu?! Ini bukan hanya rumahmu!" tiba-tiba suara menjadi lebih mencekam dari sebelumnya, aura panas dan dingin terasa bergantian.

"Ya. Memang ini bukan rumahku saja, tetapi kau tau? Di sini ada bagianku. Pada bagianku, terserah aku mau ngrekrut siapa saja di sini." Aluna bergerak membelakangi lelaki tersebut. Lelaki itu melayangkan pisau ke arah Aluna, namun dengan cepat Aluna menghindar.

"Terserah kau saja! Dari mana kau menemukannya? Jalan? Apa kau tidak ragu jika dia adalah salah satu jalang dari sana?!" lelaki itu membalik lalu menatap tajam ke arah Lidya. Sejujurnya, Lidya tidak suka jika ia harus mendapatkan tatapan tajam dan membuat kedua orang di depannya berada dalam masalah.

"Pikiranmu terlalu murahan!" desis Aluna.

"Pikiranmu yang tertutup semuanya! Kau memungutnya di jalanan pada malam seperti ini, apa ia tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari sekumpulan jalang? Ia mungkin kini hanya memasang wajah polos untuk menipumu!"

"Bagaimana bisa kau menyimpulkan jika dia adalah seorang jalang? Karena dia berada di tengah jalan tidak dengan siapa-siapa? Lalu, kau anggap aku apa? Bagian dari mereka!" Aluna berbalik arah dan menatap tajam lelaki itu.

"Bisa saja!" lelaki itu kini menyunggingkan senyumnya.

"Terserah kau saja! Apapun yang terjadi, dia akan tetap tinggal di sini bersamaku. Lagipula, aku lihat dia begitu pintar dan terlihat becus untuk merawatku!"

"Apa maksudmu?!"

"Ya, kau telah mengetahui semuanya. Kau tidak becus merawatku! Dan untuk mengajariku, kau telah membuat guruku memutar kepalanya lalu berhenti karena sikapmu ini." Suasana menjadi lebih mencekam, Lidya terbakar emosinya. Ingin sekali ia berdiri lalu menengahi mereka, tetapi tidak bisa. Ia dalam keadaan dilema.

"Ini hidupku, aku mau mengambil keputusan apapun itu hakku!"

Lelaki itu semakin mendekat ke arah Aluna, Aluna hanya tersenyum.

"Dan ini juga keputusanku, kau tidak berhak membantahnya!  Jika kau tidak mau dia berada di sini maka kau harus tinggalkan bisnismu itu dan tetaplah di sini untuk merawatku dan mengajariku! Nanti, kita akan menjadi gelandangan dan akupun begitu sudi untuk melakukan itu!" Sergah Aluna dengan nada yang berat.

"Berani-beraninya kau?!"

"Aluna, Oxy hentikan pertengkaran kalian! Kalian itu saudara, kita harus bersatu untuk selamanya. Ada apa ini? ... Dan siapa ini?" tanya wanita yang baru saja datang dari atas—lantai 2— lalu bergegas mendekati mereka.

Lidya baru saja mengerti sebuah hal, jika wanita dan lelaki yang telah berada di hadapannya adalah kakak beradik. Sebuah hal yang bertentangan.

"Dia adalah jalang yang dibawa oleh Aluna dari tengah jalan!" ketus Oxy lalu duduk di salah satu sofa yang begitu jauh dari Lidya.

"Berhenti memanggilnya sebagai seorang jalang! Jika kau tidak mau aku keluar dari batasan sikapku! Ma, dia adalah  wanita yang aku temui di tengah jalan, ia tidak mempunyai  keluarga di sini. Aku mengajaknya ke sini, lagipula mama tau bagaimana diriku. Aku begitu mendambakan saudara perempuan, dan dia juga pintar. Setidaknya, Aku mempunyai saudara yang mempunyai rasa kemanusiaan yang kuat." wanita yang Aluna panggil dengan sebutan mama kini mengangguk seakan mengerti.

Wanita itu kini mendekati Lidya, ia memilih duduk di sebelah Lidya. "Namamu siapa?"

"Lidya Vanessa, Bu." Lidya sedikit menunduk lalu melalukan kontak mata dengan orang yang kini tengah berbicara kepadanya.

"Kau tidak punya keluarga di sini? Di mana keluargamu?" selidik wanita itu.

"Aku tidak punya keluarga satu pun, Bu. Sebab aku dari kecil dibesarkan di panti asuhan," jelas Lidya dengan hati-hati.

"Oh seperti itu. Baiklah, kamu dibolehkan untuk tinggal di sini bersama Aluna. Maafkan kami, mungkin penyambutan kami sangat jauh dari suasana yang bersahabat. Kau bawa barangmu ke kamar Aluna, di sana ada dua tempat tidur. Kau pasti lelah." Seorang lelaki tua membawa koper Lidya ke arah lantai dua. Begitupun Aluna, ia kini melambaikan tangan agar Lidya mengikuti langkahnya.

"Aku permisi ke kamar dulu, Bu." Lidya melangkahkan kakinya ke arah Aluna, Aluna menyambut Lidya dengan riang. Hal yang berbanding terbalik dengan suasana mencekam yang Aluna buat bersama saudaranya, Oxy.

Mereka akhirnya tiba di suatu ruangan, ruangan itu berukuran lumayan besar dan dua tempat tidur berada di tengah ruangan ini.

"Kakak istirahat saja dulu di sana, aku ingin mandi dan menyegarkan tubuhku rasanya terasa sangat gerah." Aluna memasuki kamar mandi yang tidak jauh dari posisinya. Seperti apa yang dikatakan Aluna, Lidya duduk di salah satu tepian tempat tidur dan mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. Layarnya begitu retak dan hancur mungkin hampir sama dengan kondisi hati sang pemiliknya.

Air matanya lolos terjun dari kelopak matanya. Ia menelan salivanya, kerongkongannya terasa sangatlah kering.

"Gimana kabar kalian? Gue gak bakal ngelupain kalian. Farhan, Gimana keadaan lo? Gue harap lo ga ngekhawatirin gue lagi, sebab gue udah aman di salah satu rumah. Walaupun gue gak tau apa hidup gue aman di sini. Gue harap kalian bisa jaga diri baik-baik, gue ga bakal lupa cara kalian buat ngejaga dan ngerawat gue sampe gue ngerasa kalo gue bener-bener berarti."

"Ada apa ini kak? Kakak menangis? Jangan menangis di sini, karena aku begitu mudah terharu. Ada baiknya kakak menyegarkan tubuh dan pikiranmu, aku bisa memastikan jika perkataan Oxy begitu menyakitkan. Oh iya, soal handphone kakak. Nanti kita akan servis," ujar Aluna yang baru saja datang mendekati Lidya.

"Baiklah..."

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang