Matahari terbit di atas langit yang hanya punya satu warna, begitu membosankan kadang terdapat hiasan putih setelah itu hanya abu-abu yang terlihat.
Lidya terbangun, tepat sebelum matahari belum menampilkan wajahnya ke dunia. Dunia masih sedikit gelap. Tenggorokannya tercekat, dia tidak meletakkan segelas air putih di atas nakas yang berada di dekatnya.
Sedikit keributan terdengar di telinga Lidya, semakin kuat ketika Lidya berada di tangga terbawah.
"Dia harus keluar dari sini! Atau aku yang akan mengusirnya!"
Sebuah suara dingin mencekam, tepat berada ibu dan seorang putranya yang aneh bagi Lidya. Mereka tidak berkutik dalam posisi ketika Lidya meninggalkan mereka ke kamar Aluna.
"Tapi coba pikirkan perasaan Aluna, kamu lihat Aluna begitu memohon atas kehadirannya. Lagipula kita terlalu sibuk dengan kerajaan bisnis Lathfierg hingga perhatian adikmu tidak lagi kita penuhkan," tukas Mamanya Aluna.
"Aku tidak peduli! Urusan Aluna bisa kita atasi nanti. Tetapi aku tetap saja tidak suka kehadiran orang asing di rumahku!" bentak Oxy lagi.
"Baiklah, aku akan pergi dari sini," lirih Lidya namun tetap terdengar di telinga mereka berdua. Oxy menatap sinis kehadiran Lidya yang masih berada di anak tangga terbawah.
"Baguslah jika kau sadar diri! Cepat pergi dari sini karena aku muak dengan wajahmu! Pergilah sekarang ke hotel yang tidak jauh dari sini dan jangan pikirkan kopermu itu! Kemuakan ku berada di atas tingkat paling tinggi untuk melihatmu! Nanti akan ada sopir kami yang akan menghantar barang bawaanmu! Jauhkan wajahmu dari hadapanku atau kau akan terima akibatnya!" amuk Oxy sembari menebarkan ketajaman di sudut matanya.
"Lidya, saya sarankan jangan tinggalkan rumah ini. Jangan keluar dari rumah ini, karena mau kemana kamu setelah ini? Kamu sebatang kara," cegah mamanya Aluna.
"Aluna membutuhkanmu, aku tidak pernah melihat dia seriang itu," timpal Savana—Mamanya Aluna— untuk memperkuat agar Lidya tetap berada di rumahnya.
"Walaupun Lidya sebatang kara, tetapi Lidya punya harta berharga. Ketika hp Lidya telah diperbaiki, Lidya akan menemukannya," guman Lidya dengan memberikan argumen kuat atas kepergiannya.
"Sudahlah Ma! Jangan tahan dia, aku benar-benar tidak sudi dia meninjakkan kaki di rumahku!"
"Sebuah kenajisan untuk menijakkan kaki di rumahmu!" desis Lidya dengan suara keras, amarah menyala di mata Oxy. Lidya pura-pura tidak melihatnya dan memilih meninggalkan rumah Aluna serta melupakan jika tenggorokannya tengah tercekat.
Lidya keluar dari rumah Aluna, rumahnya berkali-kali lebih megah dan besar daripada rumah keluarga angkatnya dulu, rumah kediaman keluarga Groye.
Satpam membuka pagar yang begitu besar dan tinggi, ini tidak terlalu gelap karena matahari telah menyapa di titik terufuk timur. Lidya melangkah dengan tenang, walaupun anjing tetap saja berkeliaran. Lidya berusaha menenangkan dirinya sendiri terhadap hewan-hewan itu.
Tujuannya saat ini adalah berjalan ke hotel yang Oxy sebutkan, bukan berusaha untuk menurut setidaknya sampai ia menunggu kopernya. Ia begitu muak dengan sikap lelaki itu.
Ia berjalan menembus dinginnya pagi yang tengah berusaha menembus kulitnya. Sebuah mobil Lamborghini Gallardo memotong jalan Lidya. "Apa-apaan sih nih mobil kek ga ada parkiran lain!"
Tidak lama kemudian, pintu mobil terbuka lalu mengeluarkan pemiliknya. Ia menatap Lidya dengan dingin, ia adalah Oxy.
"Bagus, lo kenapa disini lagi? Oh gue lupa lo mau nganter tuh koper gue kan? Mana koper gue? Gue mau cabut dari kota ini, sangat hampa dan sangat pahit kalo gue liat muka lo sehari aja," ujar Lidya tanpa rasa bersalah ataupun canggung sedikitpun karena telah mengatakan hal itu.
"Ikut aku pulang!" Perintah Oxy tak ingin dibantah.
"Pulang? Gue bisa pulang sendiri, lagian lo ga perlu mikirin gimana cara gue pulang karena gue bukan anak kecil dan gue bisa pulang sendiri. Cepetan mana tuh koper gue!" cetus Lidya tidak sabar dengan menengadahkan tangannya ke hadapan Oxy yang telah mendekat padanya.
"Aku perjelas, ikut aku pulang ke rumah gue!" gumam Oxy di tengah sepinya jalan.
"Gue pulang ke rumah lo? Najis!" tukas Lidya lalu berjalan menjauhi Oxy dan melewati mobilnya.
Oxy mencengkeram tangan Lidya, menghentikan langkahnya. Lidya menatap sinis dengan tangannya, Oxy menarik Lidya ke depannya. Jarak wajah mereka hanya beberapa centi. "Ikut aku atau kau akan menjadi sebab dari semuanya!"
Lidya melepas genggaman di tangannya dan mendorong agar lelaki itu menjauhinya. "Lo pikir lo siapa! Lo bisa ngatur-ngatur gue ? Tapi sayang, gue bukan babu lo jadi jaga batasan lo. Kaki gue najis buat nijakin ke lantai rumah lo!"
"Kau mau masuk ke dalam mobilku dengan baik-baik atau mau cara paksa? Cepat masuk dan jangan membantah apa yang aku katakan!" amuk Oxy mendengar perkataan Lidya. Lidya pura-pura tidak mendengar perkataan Oxy, ia berjalan menjauhi Oxy lagi.
Tiba-tiba tubuh Lidya terangkat dan mengambang di udara, ia melihat ke arah lelaki yang mengangkatnya lalu ia berdecak kesal. "Lo mau nyulik gue?"
"Aaa... TOLONG!! GUE DICULIK, SIAPA AJA YANG DENGER TOLONGIN GUE!!" teriak Lidya tanpa henti. Oxy yang tak percaya akan sikap yang ia dapatkan lebih memilih menatapnya datar lalu memutar bola matanya. Ia membuka pintu mobil lalu meletakkan Lidya di atas jok mobil yang berada di sampingnya.
"Sudah aku bilang, jangan membantah apa yang aku katakan!" tegas Oxy sambil tersenyum singkat, hampir tidak terlihat oleh Lidya.
Lidya menatap Oxy tidak percaya sambil berkata, "lo gila!"
Oxy segera masuk ke dalam mobilnya dan mengendarai mobilnya kembali ke rumahnya.
Suasana menjadi hening, semakin lama semakin hening. Mereka diam tanpa kata, Lidya masih kesal dengan sikap saudara dari Aluna dan dia tidak ingin mengawali pembicaraan apapun untuknya. Mobil telah berada di dalam pekarangan rumah Aluna.
"Turun! Atau mau aku angkat lagi?!" bentak Oxy. Lidya hanya menatapnya malas dan mendengus kesal. Ia membuka pintu mobil, lalu berjalan tetapi bukan memasuki rumah melainkan mendekati gerbang. Tangannya digenggam lagi.
"Mau ke mana? Masuk!" teriak Oxy. Lidya memutar bola matanya. Mereka memasuki rumah dan Lidya begitu tercengang dengan apa yang ia lihat. Aluna dengan pisau kecil yang berusaha merajam nadi di tangan kanannya sendiri.
"Berhenti melakukan hal bodoh itu! Aku telah menuruti permintaanmu!" bentak Oxy berusaha membuat tangan Aluna membeku dan mengurungkan niatnya.
"Aku punya tiga permintaan lagi."
"Tiga? Kau gila! Aku tidak akan menurut lagi!" tukas Oxy dengan amarah yang maksimal.
"Terserah kau saja!" Aluna mendekatkan sisi tajam pisaunya dan menggesek pergelangan tangan Aluna.
"Oxy turuti saja!" bentak Savana dengan nada yang khawatir.
"Baiklah, apa maumu?" Seketika perkataan Oxy melemah namun mematikan di setiap intonasinya.
"Pertama, Lidya harus ada disini seakan ini rumahnya sendiri. Kedua, dia harus melanjutkan kuliahnya dan yang terakhir dia harus jadi sekretarisnya Oxy!"
"Hah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Novela JuvenilBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...