Sekelompok orang mendatangi mereka, beruntung Oxy bisa menarik Lidya dengan lekas menjauhi ujung pisau itu dan menerjang keras pemiliknya.
"Mau apa kalian?" desis Oxy memelan. Lidya mendengar jelas suara itu, ia sering menggunakan nada itu. Terutama Zhiro, ia kembali terjatuh, terjatuh dalam kenangan yang ia rasa tidak mungkin terulang lagi. Sejarah tidak akan terulang.
"Kau akan mati Oxy! atau serahkan wanita yang bersamamu ini kepada kami!" perintah satu dari mereka, mereka berjumlah empat orang dengan menggenggam senjata tajam.
"Jika aku menolak bagaimana?" tantang Oxy dengan penuh keyakinan.
Lidya memutar otaknya keras tentang siapa dalang dari semua ini. Ini sia-sia! Ia menatap ke arah sekitarnya, posisi tempat berdiri ialah kawasan sepi. Tidak ada yang membantu mereka, sebagian menonton dari seberang dengan saksama. "Sial!"
"Lo ikut gue karna lo bakal tenang, cantik," goda lelaki yang berperawakan tinggi dan sedikit lebih garang.
Lidya menaikkan satu alisnya dan mengedikkan bahu, ia menatap Oxy dalam. Oxy berpikir keras tentang arti tatapan itu, sekejap ia frustasi.
"Kau tidak dapat membawanya dari sini semudah itu," sanggah Oxy menghiraukan Lidya.
"Apa yang gue dapetin kalo gue ikut kalian?" tanya Lidya mempertimbangkan. Lidya tersenyum dan tatapannya teramat sangat berharap.
"Lo bakal dapet kehidupan yang tenang dan mewah, harta, rumah megah bakal bos gue kasih buat lo," jawab yang lainnya. Lidya mengangguk paham.
"Lo punya bos? Siapa?" mata Lidya terlihat sangat berbinar. Mereka berempat hanya tersenyum.
"Lo bakal tau siapa dia pas lo liat dia langsung. Dia sangat sayang dan cinta sama lo," tukas mereka. Lidya sedikit melega dan menghela nafasnya.
"Gimana?" tanya mereka lagi. Mereka menatap gadis itu yang kini lebih memilih berjalan bolak-balik di depan mereka.
"Oke gue setuju, gue bakal ikut lo." Lidya mengangguk sementara sendi Oxy terasa melemas seketika. Ia telah bersiap dalam posisinya namun ini jawaban yang ia nantikan.
Lidya melangkah ke arah kumpulan mereka berempat. "Lid, kau serius? Bagaimana Aluna?"
"Gue gak peduli," jawab Lidya singkat lalu memastikan langkah kakinya lagi.
"Kau?! Aku akan memberimu banyak harta dan menepati kesepakatan kita," cegah Oxy berharap Lidya mengalihkan keputusannya. Lidya tetap berjalan dan hanya berjarak setengah meter dari mereka.
"Uang? Harta? Ayolah Oxy otak lo bisa dipake gak? Kalo sama lo gue harus nyenengin adek lo dulu, sedangkan ini? Gue tinggal ikut mereka dan gue dapet hadiah yang besar. Lupain kesepakatan kita!" sangkal Lidya dengan lantang.
"Ayo, bos kami udah nunggu lo." Mereka berbalik serentak namun Lidya tidak mengikuti mereka. Mereka berbalik lagi dan menatapnya heran.
"Lo kenapa ga ikut jalan?"
"Gue heran," decak Lidya lalu duduk beralaskan rumput.
"Heran kenapa?"
Lidya langsung berdiri dan mengitari mereka berempat dengan wajah yang teramat bingung. Sementara itu, para pemirsa setianya masih saja mengamatinya.
"Bos lo emang sayang dan cinta sama gue?"
Mereka berempat memilih melirik ke satu sama lain, bingung sekaligus heran.
"Iya." Mereka mengangguk setelah sejurus berpikir.
"Dia ngejamin apa sama kalian?" Lidya masih saja berjalan dengan jari telunjuk di dagunya dan mata mencakar langit.
"Uang dan bayaran," jawab mereka polos secara serta-merta.
"Bukan itu, tentang gue," decak Lidya kesal lalu menghadap salah satu dari mereka. Lidya berjalan kembali ke arah Oxy dan serentak keempat orang mengikutinya.
"Lo mau ke mana?" tanya mereka heran.
"Bos lo ga sayang sama gue, liat aja dia ga ngejamin sesuatu hal tentang gue," guman Lidya dengan kesal. Seperdetik mereka langsung berpikir keras.
"Ada, dia ngejamin keselamatan lo," jawab mereka sedikit mengasal. Mereka tau, uang tidak akan mereka lewatkan dengan sia-sia.
"Lo serius?" jawab Lidya lebih riang lalu meninggalkan Oxy. Mereka mengangguk, lagi-lagi Lidya menghadap satu dari mereka.
"Dia ngejamin keselamatan gue tapi ga ngejamin gue ga ngelukai kalian," lirih Lidya. Ia menerjang keras lelaki yang tengah memegang samurai yang lebih panjang dan berwajah sangar tersebut. Tubuhnya terpental ke belakang namun senjatanya melayang ke atas, Lidya langsung meraihnya.
Mereka menatapnya heran sekaligus tidak percaya. Mereka lengah, Lidya tidak akan membiarkan kesempatan itu terbuang sia-sia. Ia langsung menerjang keras lelaki di sampingnya dan kembali merebut sebuah senjata. Ia memundurkan langkahnya, menjauh dari mereka dengan pasti.
Ia mensejajarkan letak tubuhnya dengan Oxy dan memberikan sebuah senjata ke arahnya. "Pegang ini, kita ga mungkin bisa ngalahin mereka tanpa taktik."
Oxy mengangguk dan mengambil senjata itu lekas.
Lidya tersenyum singkat dan memutar senjatanya dengan handal.
"Lo licik! Lo berani melawan kami?!" amuk lelaki tersebut dengan kasar setelah ia mendapat terjangan dan senjatanya direbut.
"Oh gue bener-bener berani sama lo. Lo siapa? Lo itu cuma anak buah seseorang. Kalo lo perlu, panggil aja bos lo karna gue gak takut sedikitpun! Lo kira gue bakal ngikuti kalian dan ninggalin Oxy semudah itu? Lo kira gue tergiur sama harta bos lo itu? Cinta gue bukan barang obral yang bisa bos lo tuker dengan rumah megah," decak Lidya iba kepada mereka.
"Hajar!"
Lidya dan Oxy bersiap dalam posisinya. Lidya sepertinya telah terlatih dari masa kecilnya dan Oxy terlihat benar-benar mahir. Sejenak Lidya terkekeh, 'mungkin tuh orang udah keseringan berantem sama Aluna.'
Kerja sama dan beberapa strategi mereka laksanakan untuk mempertahankan diri. Lidya terlihat lebih sangar dari kejadian masa lalunya, kenangannya bersama The~D terutama Zhiro benar-benar telah merobek rasa ibanya.
Ia tidak menanam rasa kesal kepada mereka, namun ia kesal dengan dirinya sendiri. Ia merasa bodoh! Ia menanam rasa dengan seseorang yang telah hilang dan terkubur dalam kenangannya. Ia kalap, ia kini berhasil melukai dua orang dalam perkelahiannya kali ini.
Dua lawannya kalah dan akhirnya terkapar di hadapannya, sejenak tercipta rasa lega. Lidya menghela nafanya panjang.
Sebuah siku tangan memukul area tengkuk Lidya dengan keras, kepalanya seketika telah berat. Dalam keremangan matanya ia melihat satu dari lawan Oxy berdiri dan menghunuskan pisau ke arah wajahnya.
Ia ingin berdiri dan melawan namun rasanya teramat berat untuk membuka mata apalagi berdiri dengan tegap. Ia menutup rapat matanya.
***
Lidya membuka matanya dengan jelas, seorang lelaki dengan langan yang kekar datang ke arahnya. Wajahnya tidak asing bagi mata Lidya, ia mengedipkan matanya seraya memastikan pandangannya.
"Lo?" heran Lidya dengan mata berbinar.
"Gue Louizhiro Zachary Groye dan lo Lidya Vanessa Groye. Gue dateng ke sini karena sesuatu," jawab Zhiro dengan mata yang berisi keyakinan penuh.
"Apa?"
"Gue mau tunangan dan lo jangan ganggu gue lagi!"
"Baguslah kalo itu pilihan lo. Gue turut bahagia buat kebahagiaan lo."
"Jangan sembunyiin kesedihan lo dari gue karena gue tau lo lebih dari yang lo tau. Jangan bahagia kalo lo ga rela. Ada satu lagi."
"Maksud lo? Gue sedih? Lupain hal itu. Apalagi?"
"Sudah ini kita gak bakal ketemu lagi! Lo terkubur dalam kenangan gue dan gue terkubur dalam ingatan gue. Gue mau pergi, gue pamit karena semua akan berbeda."
"Maksud lo?"
Zhiro tidak menjawab apapun, ia mengedikkan bahu dan berbalik arah lalu menghilang.
"Zhiro! …."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Novela JuvenilBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...