12

1.2K 109 17
                                    

"Enyahlah kau dari hadapanku!" Sergah Oxy sambil melemparkan sebuah koper. Isi koper itu menghambur keluar, terlihat pakaian Lidya keluar dari pertahanan koper tersebut.

Lidya menyunggingkan senyumnya dengan lebar, lalu sedikit berjongkok dan membenahi pakaiannya.

"Apa-apaan ini? Kau melanggar kesepakatan kita! Dan kau Bianca, siapa yang mengizinkanmu berada di dalam rumahku! Kau yang harus enyah dari sini!" ketus Aluna menatap tajam.

"Diam! Dia adalah penjahat! Dia bisa melukai Bianca maka mustahil jika dia tidak bisa  membunuhmu!" sergah Oxy dengan amarah yang membara.

Lidya terkekeh, bajunya telah selesai dibenahi. Ia berdiri dan menyandarkan koper itu ke salah satu dinding yang berada di dekatnya.

"Kau membuat sebuah fitnah Bianca! Kelakuanmu patut diberikan balasan! Siapapun akan membalasmu termasuk aku! Enyahlah dan muntahkan sisi manjamu itu! Aku telah muak, enyah dari rumahku!" sergah Aluna tidak mau kalah. Lidya hanya menyunggingkan senyumnya, ia menyusun beberapa strategi walaupun sama sekali tidak berguna.

"Kau lihat sudut bibirku ini Aluna! Luka dan beberapa tetesan darah masih mengalir dari sini! Dia pasti bisa saja membunuhmu ketika kau lengah!" bentak Bianca menguatkan alasannya. Aluna membalas tatapannya dengan tajam.

"Tutup mulutmu!" sergah Aluna lagi sambil menunjuk ke arah Bianca, tepat ke wajahnya.

"Tutup mulutmu Aluna! Diamlah! Kau tidak punya hak untuk mengusir Bianca dari sini karena dia adalah tunanganku dan jangan lupa ini adalah rumahku!" bantah Oxy terhadap Aluna, semuanya mendingin di tiap intonasi dan hening seketika tepuk tangan menggema di ruangan yang hanya memuat empat orang tersebut.

"Rumahmu? Ini juga rumahku! Rumah keluarga kita, bukan hanya rumahmu! Aku tidak sudi ada jejak kaki jalang itu di tiap ubin rumahku! Hey jalang! Jangan bangga kau baru saja menjadi tunangan Oxy, kau bukan nyonya besar sehingga bisa mempengaruhiku untuk menghormatimu! Kau tidak pantas mendapatkan penghormatanku!" tegas Aluna berjalan ke arah tengah dan menjauhi Lidya sedikit saja.

"Jaga perkataanmu! Aku tidak membutuhkan apapun penilaianmu karena dia akan tetap menjadi pendampingku dan kakak iparmu walaupun kau tidak setuju!" balas Oxy dengan amarah yang memuncak. Lidya masih saja mengamati perdebatan mereka bertiga.

"Walaupun kau telah menjadi kakak iparku, aku tidak akan sudi menerimamu dan akan aku buat hidupmu setelah menikah serasa kau berada di dalam neraka!" tegas Aluna lagi.

"Aku tidak peduli!" jawab Bianca tidak mau kalah.

Lidya menyunggingkan senyumnya, ia bertepuk tangan dan membuat tiga manusia tersebut berbalik menatapnya.

"Udah puas? Kalo udah gue mau pergi. Untuk lo Oxy, lo kira gue bakal sengsara sehabis keluar dari rumah ini? Enggak sama sekali, malahan gue mau ngucapin makasih banyak sama lo. Gue, Lidya Vanessa udah muak dengan sikap lo meskipun baru aja beberapa hari gue disini dan apalagi tunangan lo itu ajarin dia cara buat hidup! Gue ga yakin kalo dia manusia," kekeh Lidya sambil menarik kopernya untuk mendekatinya.

Aluna langsung menatap Lidya dengan lebar, ia berlari kecil langsung menahan kepergian Lidya. "Jangan pergi dan tetap lah di sini."

Lidya sedikit tersenyum dan menggumam, "lepasin tangan lo, yang dibilang kakak lo itu bener. Gue bisa saja ngebunuh lo."

Lidya menghempaskan tangan Aluna, ia tetap berjalan menuju keluar rumah dengan pintu yang masih terbuka lebar. Tangan Lidya ditarik lagi, ia menggumam dalam hati.

"Kalau kakak pergi maka aku tidak akan segan untuk memutuskan nadiku ini!" Aluna meletakkan pisau tajam itu tepat di kulitnya, Lidya menaikkan satu alisnya .

Dalam satu kilatan cepat pisau itu telah pindah hak pegang. Kini pisau itu berada di tangan Lidya, ia memainkannya ke kanan dan ke kiri. "Kalo lo berani ngikutin gue, gue pastiin besok gue bakal berduka atas kematian lo!"

Lidya langsung melemparkan pisau itu menjauh dari mereka ke sembarang tempat. Aluna tidak bisa meraihnya lagi.

Aluna berusaha meraih Lidya namun gerakannya terlampau lambat dan Oxy telah mengunci pintu tersebut. Lidya berhasil keluar dari pekarangan rumah tersebut.

Ia sebisanya bernafas dengan lega namun kekhawatiran melanda dirinya. Lagi-lagi dia dihadapkan dalam kondisi yang sama. Berkelana di tepian jalan dengan penerangan lampu jalan. Ia memperkirakan uang yang berada di tabungannya, perkiraannya masih cukup untuk hidup di kota ini selama dua bulan paling tidak bertahan hidup sampai semuanya membaik.

Lidya tetap berjalan dan tidak terasa ia telah berjalan jauh namun penginapan yang ia cari tidak kunjung ia temukan. Ia buta arah!

Malam semakin larut, tiap sendinya seakan berteriak menahan lelah. Hentakan sepatu itu menghibur tiap detik yang ia lewati. Sunyi dan sepi.

Tangan Lidya digenggam dari belakang, jantungnya berdegup kencang. Lidya menoleh seketika ke belakangnya, lelaki yang telah mengusirnya kini berdiri kokoh di hadapannya.

"Kenapa? Mau gue balik ke rumah lo lagi? Gak akan pernah kaki gue sudi buat jejak di rumah lo! Camkan!" bentak Lidya dengan mendalam, nada suaranya dingin. Seakan ingin menjatuhkan Oxy ke dalam jurang yang sangat dalam.

"Tutup mulutmu! Aku tidak akan membawamu kembali! Tidak akan pernah!" tukas Oxy dengan setiap penekanan pada tiap ucapannya.

"Kalo enggak lepasin tangan gue dan jangan buang-buang waktu gue secara sia-sia," cetus Lidya lalu menggeliatkan pergelangan tangannya berusaha melepas dari cengkeraman Oxy.

"Kau jawab! Di mana kau sembunyikan adikku!" suara Oxy membesar, sepinya jalan membuat nada itu menggema.

"Adik lo? Gue sembunyiin dalam koper. Puas lo?!" Lidya melangkah menjauhi Oxy, darahnya seketika mendidih.

"Jangan bermain-main dengan aku! Jika kau yang membunyikan adikku, maka aku akan membuat waktumu di dunia akan semakin singkat," ancam Oxy. Lidya menoleh singkat dan menatap tepat ke arah mata Oxy.

"Lo pikir? Baiklah, kita bakal pergi siapa yang namanya tercantum di batu nisan lebih dulu." Lidya berjalan kesal menjauhi Oxy. Ia fokus dengan arah langkahnya, rasanya ia akan membakar hidup-hidup lelaki itu.

Lidya berbelok dan memasuki jalan yang sama sekali tidak ia ketahui akan membawanya kemana. Tangannya dicengkeram lagi, Lidya berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Dengan cepat ia berbalik. "Udah gue bilang, adek lo ga ada sama gue!"

Lelaki itu kian terkekeh, suaranya seakan berusaha bersahabat. "Adek gue? Masih inget dengan gue? Udah lama kita gak ketemu dan akhirnya apa yang gue ucapin terwujud setelah waktu itu."

Lidya menatapnya dengan tidak percaya, namun ia segera menutupi ketidakpercayaannya itu. "Lo? Mana mungkin gue ngelupain lo. Mau apa lo?"

Lelaki itu kian terkekeh lagi. "Nyiapin cara buat lo segera mati dan menjemput nyawa lo dari dunia ini, Lidya Vanessa."

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang