18

1.2K 96 6
                                    

Di lorong yang sepi dengan cat dinding berwarna putih. Lidya, Oxy dan Gio bergegas menuju ke sebuah ruangan. Mereka menemukan ruangan itu, seorang gadis terkapar di tempat tidur dengan seseorang sambil menitikkan air matanya. Ia menatap ke ibunya dengan dalam.

"Kenapa kalian menyelamatkanku? Aku yang sengaja menabrakkan diri, karena aku sepi!"

"Aluna, berhenti mengatakan itu! Ibu tidak mau hal buruk terjadi untukmu," keluh Savana menatap Aluna lekat.

"Berhenti? Apa ibu pernah berhenti untuk sibuk dengan pekerjaanmu dan mulai memperhatikanku? Apa ibu pernah menyenangkanku dengan permintaanku itu?" lirih Aluna tidak mengerti.

"Itu semua ibu lakukan untukmu Aluna," sangkal Savana.

"Materi? Aku tidak perlu hal itu. Aku butuh kasih sayang, hanya kasih sayang. Ibu ingat penghargaan beberapa bulan lalu? Aku telah membujuk ibu untuk datang tetapi prioritasmu bukan untukku, untuk putrimu ini. Dan Oxy? Lelaki itu tidak sedikitpun mempedulikanku, ia hanya menganggap jika dia adalah orang tersibuk di dunia ini dengan pekerjaan dan tunangannya yang menjijikkan itu. Ibu tau sesuatu? Ada orang yang menganggapku istimewa, dia adalah Lidya. Wanita yang diusir oleh putramu itu, memprioritaskanku. Dia dan temannya rela tidak masuk kuliah cuma karena datang di penghargaanku. Tapi di mana kalian? Di mana ucapan terima kasih Oxy untuknya? Dengan menodongkan senjata kepada mereka?!"

"Lidya? Ibu akan mengajaknya kembali ke rumah, kau.." ucapan Savana seketika terhenti ketika handphonenya berdering.

"Lagi-lagi rekan bisnis, rapat penting," keluh Aluna mengacak rambutnya.

"Ibu akan segera kembali." Savana mengangkat panggilan itu sambil menuju ke luar ruangan.

"Aku muak dengan hidupku sendiri! Orang lain selalu menginginkan untuk hidup sepertiku? Dengan materi yang berlimpah ruah! Tapi aki? Aku benci! Aku benci dengan hidup!" amuk Aluna berusaha mencabut selang infus dari tangannya.

"Bodoh!" umpat Gio yang masuk dan menatap heran Aluna lalu duduk seakan tidak bersalah. 

Mata Aluna berbinar ketika melihat wanita yang berada di samping Gio. "Kakak?"

Gio langsung menutup tubuh Lidya dari pandangan Aluna. "Lo belum punya tiket buat natap Lidya."

"Menyingkir dari sana!" Gio terkekeh mendengar amukan Aluna lalu kembali duduk.

"Siapa yang mengajak kakak ke sini?" tanya Aluna lagi. Wajahnya kembali bersemangat, pucatnya sedikit mengabur. Seketika dia tidak merasakan sakit yang berlebih lagi.

Lidya membuka mulutnya namun dengan cepat dipotong Gio sambil menunjuk ke arah Oxy yang baru masuk. "Tuh, kakak lo yang ga punya otak."

Oxy menatapnya sengit lalu mengacuhkan Gio dan berjalan menuju ke arah Aluna. "Maafkan aku."

"Aku yang ga becus jadi seorang kakak! Kakak ga becus!" sambung Gio dengan santai.

"Aku menyesal telah..."

"Sesal baru sekarang? Telat! Dasar bodoh!" umpat Gio lagi menyambung perkataan Oxy.

"Aku seharusnya tidak melakukan itu..."

"Kakak ga becus!" timpal Gio lagi lalu berjalan di samping Lidya.

"Kau diam! Atau pergi dari sini!" amuk Oxy dengan rasa amarah berkecamuk.

"Kalo lo ngusir dia gue bakal pergi juga dari sini. Ingetin syarat tadi!" sangkal Lidya seketika. Oxy tidak dapat berbuat lebih, hanyalah diam dan menatap sendu Aluna. Tatapannya begitu teduh dan menenangkan, berbeda 180 derajat dengan tatapan biasanya.

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang