9

1.4K 127 13
                                    


"Iya kami. Ada apa? Dan emangnya lo kuliah di sini?" tanya Dimas sambil tetap menggenggam tangan Lidya. Lidya melirik ke arah belakang Dimas, ada Sadam, Exel, Gio dan Rudi lengkap seperti yang Lidya temui kemarin.

"Gue baru disini.. ada yang ngejer gue," ujar Lidya terpatah-patah sambil melirik sesekali ke belakang. Nada bicaranya sedikit cemas.

"Ada apa sebenarnya.." belum sempat Sadam melanjutkan pertanyaannya, kelima lelaki itu telah berada di hadapan mereka.

Dimas langsung menarik Lidya, hingga Lidya terlempar ke belakang dan langsung ditahan oleh Rudi. "Lo tenang aja, ada kami disini."

"Serahin dia ke kami! Gue ga ada urusan sama lo!" bentak lelaki di depan mereka.

"Nyerahin dia? Ga bisa! Dia bagian kami, jadi lo yang harus nyingkir! Untuk sedetikpun gue ga bakal ngasih dia ke lo! Arya!" jawab Exel dengan lantang.

"Gue lagi ga mau ribut sama kalian! Serahin dia dan kita ga bakal ada urusan hari ini!" jawab Arya dengan lekas.

"Tapi sayang, kami mau buat urusan sama lo hari ini." Gio langsung bersiap dalam posisinya, gerakannya teramat cepat. Semuanya saling membalas, hanya ada Rudi yang berada di sisi Lidya.

"Lo tenang aja, lo bakal aman," ujar Rudi sedikit menenangkan. Rudi melihat tangan Lidya yang berdarah. Sebuah serangan mengarah ke Lidya, dengan cepat Lidya membalas dengan bantuan Rudi.

Pasukan Arya terpukul mundur, dan meninggalkan mereka berenam.

"Rud lo apain tuh Lidya? Sampe tangannya berdarah gitu?" tanya Dimas menyelidik.

"Et.. Gue gak ngapa-ngapain dia kok," elak Rudi dengan ekspresi tegas, namun rasa khawatir tetap tersirat di wajahnya.

"Jangan-jangan lo berubah jadi Vampire terus ngegigit Lidya buat ngambil darahnya, ato gak berubah jadi bangsa hewan sejenis kek nyamuk misalnya," duga Dimas dengan wajah yang teramat serius. Lidya dan yang lainnya menatap tidak percaya ke arah Dimas.

Rudi memukul dahinya lalu menggaruk kepala bagian belakangnya. "Kesambet apaan sih nih orang?"

"Udah, ada baiknya kita balik ke Kafe sekalian ngobatin tangan Lidya," saran Sadam sambil memutar ring gantungan kunci motornya.

"Lo yang mau ngobatin Lidya ato lo mau bolos?" tebak Exel sambil terkekeh geli.

Sadam cengengesan. "Lo tau banget tentang gue xel, mata kuliah gue hari ini ga bagus pake banget, males ah."

"Ayolah, jangan buang-buang waktu. Jadwal gue padet," ujar Gio lalu melangkah lebih depan, dan memimpin jalan mereka.

"Sok sibuk lo! Dasar!" protes mereka berempat serentak, Lidya hanya bisa tersenyum dengan tingkah mereka.

"Masih mending gue sok sibuk, daripada kalian yang emang gak punya kesibukan," balas Gio tak mau kalah sambil menyunggingkan senyumnya.

Mereka tertawa lalu melangkah menyejajarkan langkah mereka. "Eh, Lid lo ga takut temenan sama kita?"

Lidya mendadak kaget dengan pertanyaan Gio ke arahnya, Lidya sedikit mempertimbangkan sesuatu.

"Gak lah, mikir aja kalian baik," jawab Lidya singkat setelah mendapat hidayah dari pemikirannya.

"Lah bisa gitu? Liat semua orang itu, gak mau temenan sama kami. Dan ditambah lagi kami berempat anak jalanan, cuma Exel anak baik-baik disini," timpal Rudi.

"Entar kalo gue bunuh lo gimana?" tanya Gio dengan serius.

"Kalo gue ya..."

"Gue ga nanya sama lo Dim," ketus Gio menyipitkan matanya agar Dimas menghentikan jawaban yang tidak ia butuhkan.

"Lah kenapa? Kan gue cuma mau ngasih tau sikap gue kalo lo ngebunuh gue," heran Dimas sedikit bingung.

"Gio, kasih Dimas kesempatan," isyarat Exel seketika. Gio menghembuskan nafasnya keras, ia mengangguk pelan.

"Kalo gue bunuh lo gimana?" tanya Gio sambil mengulangi pertanyaannya dengan malas.

"Gue bakal telpon temen-temen gue buat bunuh lo balik, terus ngelaporin lo ke polisi," jawab Dimas dengan percaya diri.

"Kondisinya lo tuh gue bunuh pasti kondisinya lo udah mati! Udah Mati! Inget, udah Mati!" kesal Gio memuncak.

"Ya gue bakal gentayangan kek di film-film," jawab Dimas dengan santai.

"Serah lo Dim! Serah! Mau lo gentayangan, hidup lagi, ga jadi mati, serah deh serah!" Gio merasakan jika kematiannya akan lebih cepat datang karena pemikiran Dimas.

"Tapi jawaban lo pinter banget," ujar Sadam mengiyakan sambil mengacungkan jempolnya. Dimas menoleh ke arahnya dengan riang.

"Lo serius?"

"Bener-bener pinter di antara penghuni RSJ! Pusing gue!" Sadam melangkah dengan cepat meninggalkan mereka berlima. Dimas mengedikkan bahunya berusaha mengerti dengan teman-temannya.

Mereka telah sampai di parkiran, Lidya melirik sekilas ke arah mobil Oxy yang masih berada di tempat semula.

"Gue gak mau diboncengin Gio, gue mau ikut lo xel," pinta Dimas lalu duduk dibelakang Exel.

"Dimas mulai berulah, selamatkan dunia dan ketenangan kalian," teriak Rudi dengan dramatis.

"Siapa juga yang mau ngeboncengin lo? Lidya, ikut gue," ujar Gio dengan lekas. Lidya langsung menaiki bagian belakang motor Gio. Mereka mempunyai tiga motor yang sama persis dengan plat nomor yang berbeda.

'Sebuah kenangan pahit saat gue nanyain cara naik motor kek gini ke Zhiro,' batin Lidya sempat hening di belakang Gio.

"Kali ini kita lewat jalan tikus aja, Lidya lagi gak pake helm ga lucu kalo dia kena razia," ujar Gio mengomandokan.

"Ya yang ngerasa tikus lewat jalan tikus. Toh gue manusia bukan tikus," tukas Dimas, Gio menghirup nafasnya lebih banyak.

"Kapan lo wafat sih?" ketus Gio singkat sambil memanaskan mesin motornya sebentar.

"Et.. Mulut lo kebangetan," kaget Exel mendengar pertanyaan Gio.

"Pikirannya lebih kebangetan, kewarasannya udah minus banyak," keluh Gio langsung mengegas motornya dengan kencang meninggalkan mereka berempat.

"Hati-hati!"

***

"Mereka belum nyampe?" Lidya turun dari motor Gio dan melihat keadaan sekitar.

"Bentar lagi nyampe, kehidupan tikus sama manusia emang beda," gerutu Gio sambil melangkah mendekati Lidya, Lidya terkekeh mendengar penuturan Gio.

"Banyak banget ngalir darah lo. Ayo ikut gue ke kamar gue," ajak Gio sambil menunjuk ke arah lantai 2 kafe dengan jendela berterali.

Mereka berempat datang dan memarkirkan motor tepat di sebelah motor Gio.

"Ngapain ke kamar lo?" selidik Lidya sedikit dilanda rasa curiga.

"Hayo mau ngapain lo? Macem-macem?" ujar Dimas berusaha mengejutkan mereka dengan kehadirannya, namun itu tidak memberikan efek apapun.

"Kalo mau macem-macem gimana?" tanya Gio membalas sedikit malas.

"Ya gak mungkin lo macem-macem," ujar Sadam menengahi, seakan kalimat Gio adalah sindiran untuk membenarkannya.

"Ayo ikut gue," ajak Gio sambil menarik tangan Lidya tanpa persetujuan ataupun anggukan sedikitpun.

Mereka berempat mengikuti langkah Gio dan Lidya, tetapi berbelok ke salah satu meja.

"Lo mau ngapain gue?" desis Lidya dengan nada mengancam.

"Lo maunya diapain sama gue?" balas Gio dengan tenang sambil membuka pintu kamarnya.

"Gue bakal teriak minta tolong," niat Lidya.

"Kalo lo teriak, gue bakal tutup telinga," ujar Gio sambil senantiasa menarik Lidya ke sudut kamarnya.

"Lo jangan macem-macem sama gue, atau gue bunuh lo!" ancam Lidya lebih dalam.

Gio langsung menatap mata Lidya lebih dalam. "Kalo gue rela dibunuh sama lo gimana?"

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang