51

1.2K 105 35
                                    

Lidya keluar bersamaan Oxy dan Cakra bersama yang lainnya. Lidya menemukan sebuah mobil telah siap terparkir memacu gasnya. Sekali gas maka Lidya yakin mobil itu akan membawanya pergi.

Sebuah tangan melambai dari dalam. Ada Sadam di dalam sana. "Ke sini!"

"Mau ke mana kau?" tanya Oxy menginterogasi.

"Kita harus pakai rencana, aku yakin pelaku dua kejadian ini hanya mempunyai satu dalang," jelas Lidya. Oxy mengangguk mengerti, menatap kepergian Lidya yang hendak berlari.

"Kau ikut aku!" perintah Oxy terhadap Cakra. Al mengendarai motor milik Lidya dan yang lainnya masuk ke sebuah mobil yang mereka bawa.

Lidya membuka pintu mobil itu, Sadam dan Rudi serta temannya yang lain memandang kehadiran Oxy dengan guratan kecemasan.

"Akhirnya kau datang. Kita tidak punya waktu lagi," ujar Rudi sebelum menancapkan gasnya.

"Siapa pelaku dari semua ini?" Kecemasan Lidya sepertinya telah sampai ke ubun-ubun.

"Dia adalah sang dalang," jelas Rudi singkat. Ia memperhatikan ke jalan yang akan ia lewati fokus sepenuhnya ia tujukan.

"Dalang? Siapa sang dalang yang kalian maksud? Dan siapa yang berkuasa di atas segala kuasa?" heran Lidya menatap ke arah Sadam yang berada di sebelahnya.

"Dia adalah Robert, kau mengenalnya?"

Jantung Lidya seketika terhenti mendengar hal itu. Lidya sangat mengingat lelaki itu, lelaki yang akan mencabut nyawanya. Tetapi alasan atas perlakuannya itu belum ia ketahui, ia menyangka jika lelaki itu hanya akan melukainya sendiri. Tetapi semua di luar dugaan. "Licik!"

"Kau pasti mengenalnya, bagaimana tidak? Dia mengatakan jika dia pernah bersumpah untuk membunuhmu beberapa tahun yang lalu. Dia telah mengatur banyak persiapan khusus kematianmu," jelas Sadam dengan nafas terengah-engah.

"Kau mengetahui hal ini? Kau mengetahui jika dia menantikan kematianku?" selidik Lidya menginterogasi.

"Aku tau, aku tau semuanya. Aku mengenal keberadaanmu saat kau berada di kota ini, di malam itu. Kami mengintainya," sesal Sadam.

"Aku menyesal mengatakan ini, aku berpura-pura menjadi teman yang baik untukmu padahal pada akhirnya aku akan menjemput kematianmu. Untuk terakhir ini aku menyesal jika aku akan melakukan semuanya padamu," sambung Sadam lagi.

"Ini yang membuatmu berkhianat?" selidik Lidya mencoba mengerti dengan keadaan yang ia alami.

"Aku tidak mungkin membunuh orang yang menjadi temanku dan berkhianat pada orang yang aku cintai," gumam Sadam melemah.

"Kau juga Rudi?" tanya Lidya terheran.

"Aku tidak se-pro itu terhadap Robert. Aku hanya terkunci di bawah kendalinya, tetapi kini kuncian itu telah melepas dari tubuhku dan aku sekarang bebas."

Lidya memperhatikan ke sekitar tempat ia berada.

Pepohonan dimana-mana, menutupi arah sinar yang menyinari tanah. Keadaan sejuk dan asri, tidak sama dengan suasana Lidya.

"Dan kau siapa?" Keheranan Lidya terhadap lelaki yang berada di kursi samping Rudi. Ia terlihat telah berbincang dengan seseorang.

"Aku Rustam, sama seperti mereka. Aku hampir dibunuh tetapi aku selamat," jawab Rustam terdengar dingin.

"Aku baru saja mendapatkan kabar dari Robert, mereka telah menahan seorang laki-laki beserta orang tuanya dan satu perempuan, ia memakai seragam SMA lengkap," sambung Rustam.

"Aluna!" teriak Lidya histeris. Ia mengambil handphonenya lalu menekan  sebuah kontak.

'Kau di mana?'

'Aluna berada di tahanan Robert.'

'Jangan hiraukan aku, Oxy. Kau harus selamatkan Aluna lebih dulu, aku masih banyak kuasa untuk melawan. Ini mungkin hari terakhirku, aku katakan jika aku sangat menyayangi kalian.'

Sambungan telepon itu tiba-tiba Lidya putuskan. "Jangan risau, sebisanya aku akan menjagamu."

"Jangan jaga aku, kau harus menjaga dirimu dan orang-orang yang tidak bersalah yang terlibat dalam hal ini," cegah Lidya semakin pasrah. Dalam hatinya memupuk kobaran amarah dan dendam yang siap menumpahkan kepada lelaki itu.

"Dia akan puas setelah kematianmu," celetuk Rustam tiba-tiba.

"Apa yang menjadi alasannya untuk membunuhku?" tanya Lidya merasa heran. Setidaknya ia tidak melakukan hal yang merugikan orang lain, jikapun dia akan mati dia tidak mati dalam rasa penasaran.

"Aku tidak tau. Walaupun aku telah lama bersama dengannya dan membantunya tetapi semua hal tentangnya, hanya diketahui oleh sang Panglima. Kaki tangannya, ia mengetahui segala rencana yang akan datang dan sebab apapun untuk rencana itu. Segala hal tentang Robert sangat ia ketahui," jelas Rustam lagi.

Liya menghela nafasnya lagi. Lagi-lagi ia mendengar kata 'Panglima'. "Siapa Panglima yang kalian sebut itu? Siapa dia?"

"Aku juga tidak tau. Identitasnya sangat tertutup, semua orang tidak tau siapakah dia. Dia sangat misterius, hanya Robert yang mengetahuinya. Tetapi, aku ingatkan saja dia sangatlah kejam, demi apapun dia bisa melakukan hal apapun yang diinginkan. Aku yakin ia adalah lawan sebanding untuk Robert," jelas Rustam panjang lebar.

"Dia tidak ingin melakukan itu, aku yakin itu."

Rudi menunjuk ke hadapannya, sebuah lorong kecil yang ditutupi semak belukar. "Ketika kita melampaui lorong ini, nyawa kita tidak bisa dipastikan untuk tetap di dalam raga."

Oxy langsung memotong mobil mereka, lelaki itu pasti terjerat dalam emosional yang sangat membara. Ia mengendarai mobilnya dengan sangat kencang memasuki lorong yang semula Rudi tunjukkan. Begitupun Al dan Kevin, semuanya tidak ada yang meragu.

"Masalah harus selesai hari ini!" ujar Lidya mantap. Semuanya mengangguk serentak, Rudi langsung menancapkan gasnya.

"Jika pun hari ini adalah hari terakhir aku menatapmu. Kau harus tau jika aku sangat menyayangimu," jelas Sadam setengah berbisik. Lidya menatapnya dengan tersenyum kecut.

Mobil di rem tiba-tiba. "Kenapa?"

"Kita diserang!" seru Rudi terkejut. Tidak beberapa lama asap menjalar bebas di udara, bukan asap biasa tetapi bahan kimia terkandung di dalam sana. Mereka terlelap.

***

Lidya mengerjapkan matanya. Tangannya kembali terikat di antara Oxy dan Aluna. Lidya menatap mereka satu persatu, wajah mereka masih saja terlihat sangat menenangkan.

Ia mengamati lagi areanya, Al dan yang lainnya berada di sebuah pengurung manual. Sepertinya telah dipersiapkan dengan rapi.

Matanya menjelajar ke pelurusan pandangannya. Leher Zhiro kini dibatasi oleh 4 Samurai yang saling membatas. Sadam, Rudi, dan Rustam diikat dengan penjagaan yang ketat.

"Kau telah bangun? Aku sangat senang kau tidak terlambat menyaksikan acara yang menyenangkan pada hari ini. Hiruplah udara di hutan ini sebelum nyawamu melayang dan masuk ke dalam neraka. Aku akan memberitahukan acara pada hari ini. Pertama penyiksaan Sadam, Rudi, dan Rustam. Lalu, pembakaran The~D milikmu itu, pembantaian Zhiro dan akhirnya kematian kalian bertiga."

"Kau licik! Makhluk licik sepertimu tidak pantas hidup di dunia.

Robert tertawa. "Tidak pantas di dunia? Kau yang terlalu percaya dengan dunia. Bodoh!"

Seseorang datang, ia adalah Alex. "Dan kau terlalu percaya denganku? Padahal aku adalah sepupu dari penjemput mautmu!"

"Kau! Pengkhianat!" teriak Lidya murka. Alex hanya menyunggingkan senyumnya.

"Berhubung kau ingin pergi. Aku akan memanggil Sang Panglima, kaki tanganku. Aku ingin membuka identitasnya pada kalian semua! Agar tak hanya aku yang mengetahui tentang pengatur kematian Lidya Vanessa Lathfierg ini! Panglima!" teriak Robert dengan senyum kemenangan.

Seseorang datang dengan jaket warna hitam, wajahnya tidak dapat terlihat sedikitpun. Ia melangkah tepat tidak jauh dari Lidya berada.

Orang itu membuka penutup kepalanya, dia adalah seorang Lelaki. Perlahan masker yang ia gunakan dilepas, ia adalah.....

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang